Minggu, 15 Februari 2009

Perjalanan Hidup yang Indah.....

Journey of My Life
By : Anggun Jayanti Niandani a.k.a dundun



Nama saya Anggun Jayanti Niandani. Saya lahir di Jakarta 19 tahun silam, tepatnya tanggal 25 September 1989. Saya tinggal bersama kedua orang tua saya tercinta. Ayah saya bekerja sebagai anggota TNI AL dan ibu saya bekerja sebagai guru. Saya merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Saya memiliki satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Kakak perempuan saya sudah bekerja di luar Jakarta dan adik saya masih duduk di bangku kelas X SMA. Kehidupan ketika saya kecil sangat mengesankan. Pada saat umur 2 tahun saya tinggal bersama nenek dan kakek saya di kampung, ini karena kedua orang tua saya takut jika saya tidak ada yang megurus di rumah selagi mereka bekerja. Selama kurang lebih 2 tahun saya di sana, akhirnya pada saat saya berumur 4 tahun saya kembali tinggal bersama kedua orang tua saya di Jakarta. Di Jakarta saya dibesarkan di lingkungan keluarga tentara yang sangat disiplin dan keras, namun dasarnya saya adalah anak yang suka memberontak dan cengeng. Hal ini mengakibatkan ayah saya sangat keras terhadap saya dan omelan serta hukuman-hukuman kecil dari ayah menjadi ’makanan’ saya sehari-hari pada saat itu. Dan ibu hanya bisa menangis apabila saya sedang dihukum karena kesalahan dan ketidakdisiplinan saya, namun tetap saja saya tidak kapok melakukan hal-hal aneh yang pasti membuat ayah marah.^^
Pada tahun 1994 saya masuk sekolah pertama saya yaitu TK. Hang Tuah V. Pada saat TK saya termasuk anak yang pendiam di kelas dan tidak mudah bergaul dengan teman-teman sekelas saya. Mungkin hal ini pula yang menyebabkan sampai sekarang saya sangat sulit untuk bersosialisasi dengan orang-orang yang baru pernah saya temui. Tapi dengan berjalannya waktu saya pun menikmatinya. Saya kecil sangat suka menari sehingga dengan menari ini pula saya bisa mendapat pengalaman-pengalaman baru pada saat itu. Saya dan teman-teman saya selalu mewakili sekolah untuk lomba-lomba menari antar TK dimanapun. Prestasi itulah yang membuat saya selalu semangat untuk terus sekolah.
Lulus TK saya melanjutkan ke sekolah dasar tepatnya di SDS. Borobudur Jakarta. Di sekolah ini pula kakak saya bersekolah. 6 tahun yang saya lalui di SD ini sangat banyak pengalaman yang saya temui. Prestasi saya di SD juga tidak terlalu buruk dan selalu membuat kedua orang tua saya tersenyum. Alhamdulillah saya selalu mendapatkan peringkat 3 besar di kelas. Kegiatan saya ketika saya duduk di bangku SD hanya bersekolah, main dan mengaji di sore hari. Pada saat SD saya tidak begitu mempunyai banyak teman, entah mengapa mereka bersikap seperti itu mungkin karena sifat pendiam dan kurang bergaulnya saya dengan mereka sehingga mereka selalu menjauhi saya. Tapi saya memiliki satu teman baik yang sampai sekarang masih menjadi sahabat saya, namanya Nita. Hanya dia yang selalu menemani saya kemanapun dan mau berteman dengan saya. Namun hal tersebut sama sekali tidak mengganggu saya karena saya tidak peduli dengan mereka yang selalu menjauh dari saya, saya hanya ingin sekolah dan mendapatkan prestasi yang baik di sekolah. Sampai akhirnya saya lulus dengan nilai yang lumayan memuaskan dan menjadi peringkat 3 dengan nem tertinggi di sekolah saya.

Lulus SD saya melanjutkan sekolah di SMP N 107 Jakarta. Di sekolah ini saya memiliki banyak teman baru dan pengalaman baru tentunya. Pada saat kelas I semua berjalan dengan lancar, prestasi saya di SD masih dapat saya pertahankan di SMP dengan selalu masuk peringkat 10 besar di kelas dan pastinya membuat orang tua saya senang. Namun pada saat saya duduk di bangku kelas II semua itu perlahan berubah. Mungkin karena saya terlalu banyak bermain-main dengan teman-teman saya dan selalu menganggap remeh semua pelajaran di sekolah, prestasi saya menurun, bahkan bisa di sebut anjlok. Pada semester pertama saya mendapat peringkat 33 dari 40 siswa. Hal ini membuat kedua orang tua saya shock dan membuat mereka lebih protektif terhadap saya. Dan kehidupan masa kecil saya pun berulang. Saya tetap menjadi anak bengal, selalu bolos pelajaran, melanggar aturan di sekolah, berkelahi dengan teman, ketahuan mencontek, dll. Orang tua saya juga menjadi sering dipanggil oleh sekolah gara-gara kenakalan saya. Jadi omelan guru dan orang tua kembali menjadi ’makanan’ saya sehari-hari. Dan pada semester kedua prestasi saya tetap saja memburuk dan membuat orang tua saya kebingungan harus mengadapi saya bagaimana lagi. Ditambah lagi dengan kesibukan saya di OSIS yang membuat saya tidak fokus terhadap pelajaran. Namun pada saat kelas III perlahan-lahan saya sadar akan apa yang saya lakukan, hal ini terjadi karena ketika mendekati UAN saya kelimpungan sendiri karena tidak mengerti semua materi yang pernah diajarkan guru-guru saya. Akhirnya saya terpaksa les privat dengan kakak saya sendiri setiap harinya, khususnya untuk mata pelajaran Matematika. Kira-kira satu bulan saya berjuang untuk mempersiapkan UAN dengan les privat seperti ini demi memperbaiki prestasi saya. Dan akhirnya perjuangan saya pun tidak sia-sia. Saya mendapat NEM yang memuaskan dan membuat orang tua saya tidak percaya dengan semua ini. Saya sangat bersyukur dengan pencapaian ini, saya sendiri pun tidak percaya. Dan mulai saat itu saya berjanji pada diri saya, saya tidak akan membuat orang tua saya kecewa lagi dengan perbuatan saya.
Lulus SMP saya melanjutkan sekolah saya di SMA N 38 Jakarta. Kehidupan teman-teman saya di SMA sangat jauh berbeda dengan teman-teman saya semasa SMP. Teman-teman saya di SMA sebagian besar adalah anak-anak yang studi-oriented, hal ini membuat saya rajin dalam belajar karena saya tidak mau prestasi saya tertinggal di antara teman-teman saya. Pada saat kelas X prestasi belajar saya sangat biasa-biasa saja, tidak baik namun juga tidak buruk. Namun saya tetap berusaha untuk memperbaiki prestasi saya. Pada saat saya kelas XI saya mengambil jurusan IPS walaupun pada awalnya saya sangat ingin sekali mengambil jurusan IPA karena saya ingin meneruskan kuliah saya di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI. Namun hal tersebut saya rasa tidak dapat saya wujudkan. Tapi saya tidak meyesal dan saya merasa pilihan saya untuk mengambil jurusan IPS tidak salah. Saya sangat senang dan menikmati dengan semua pelajaran yang saya terima. Hal ini membuat prestasi saya yang tidak terlalu bagus di tahun sebelumnya menjadi meningkat karena di kelas saya akhirnya mendapatkan peringkat 5 besar. Di kelas XI ini pula saya mendapatkan sebuah pengalaman yang sangat berharga yang membuat saya memutuskan untuk mengamalkan kewajiban saya sebagai seorang muslimah dengan mengenakan jilbab. Pengalaman tersebut saya peroleh ketika saya mengikuti kegiatan ROHIS sekolah saya, di situ pikiran saya mengenai agama yang saya peluk yaitu agama Islam menjadi terbuka. Saya benar-benar mendapatkan pencerahan mengenai betapa beruntungnya saya menjadi manusia yang dilahirkan menjadi seorang muslim dan saya sangat mensyukuri pula saya dilahirkan di keluarga saya yang sangat kental dengan pendidikan agama. Kelas XI saya lalui dengan begitu menyenangkan dan tanpa beban. Naik ke kelas XII saya mulai fokus dengan semua pelajaran saya. Dari awal kelas XII saya sudah mengikuti kegiatan bimbel di Nurul Fikri, dari kegiatan ini saya mendapatkan pengalaman dan teman-teman seperjuangan yang baru. Dari kegiatan bimbel ini juga saya mendapatkan berbagai soal-soal yang dapat membantu saya dalam persiapan saya menghadapi UAN dan SPMB. Prestasi yang saya dapatkan di kelas XII ini masih bisa saya pertahankan namun saya tidak terlalu peduli juga karena pikiran saya sudah fokus terhadap UAN dan SPMB. Kelas XII saya lalui begitu cepat sampai tidak terasa UAN dan SPMB sudah ada di depan mata. Hal ini mungkin disebabkan karena kegiatan saya sehari-hari dihabiskan untuk mengerjakan berbagai soal dan mengikuti try out-try out di manapun. Sampai akhirnya UAN pun tiba, saya melewatinya dengan lancar dan tidak semenegangkan seperti yang saya bayangkan. Ketika hasil UAN di umumkan, saya merasa senang karena sekolah saya 100% siswanya dinyatakan LULUS. Saya sudah tidak memikirkan bagaimana dan berapa nilai yang saya peroleh. Saya hanya berpikir yang penting saya lulus dan berarti saya bisa mengikuti SPMB. Satu setengah bulan sebelum SPMB saya mengikuti kelas intensif di tempat bimbel yang sama. Setiap pagi sampai siang saya mengerjakan berbagai soal-soal yang membuat saya muak sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, saya harus mengikuti semua ini dengan baik. Dengan berbagai try out yang saya ikuti saya tidak pernah lulus dan tidak pernah berhasil mencapai standar minimun passinggrade jurusan yang ingin saya ambil. Pilihan pertama saya pada saat mengikuti SPMB adalah Jurusan Ilmu Perpustakaan UI dan pilihan kedua saya adalah Manajemen Pendidikan UNJ. Akhirnya hari penentuan itu pun tiba. Saya mendapatkan tempat tes SPMB di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN). Dua hari saya tes disana membuat saya tertekan. Pada hari pertama saya hanya mengerjakan 5 soal dari 25 soal matematika, dan untuk soal Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia walaupun semua soal saya kerjakan saya tidak begitu yakin dengan jawaban saya. Dan pada hari kedua saya lebih tidak yakin lagi karena hampir setengah soal yang saya jawab adalah hasil dari tebakan saya. Selesai SPMB saya hanya bisa pasrah dan berdoa apapun yang terbaik untuk saya.
Satu bulan saya menunggu pengumuman hasil SPMB. Akhirnya hari pengumuman pun tiba dan saya dinyatakan lulus di Jurusan Manajemen Pendidikan UNJ. Saya merasa senang karena telah membuat kedua orang tua saya tersenyum dan kembali bangga terhadap prestasi saya. Pada awal ketika saya datang ke UNJ untuk daftar ulang, saya benar-benar tidak mengenal siapapun di sana dan tidak mempunyai gambaran apapun tentang jurusan saya. Ketika semua administrasi telah saya selesaikan barulah saya mengikuti MPA (Masa Pengenalan Akademik). Disinilah saya mulai berkenalan dengan teman-teman baru saya. Disini saya pula saya mengenal teman-teman baik saya yang baru : Isna, Amel dan Lisa. Mereka benar-benar teman seperjuangan saya ketika mengikuti MPA ini karena kita berempat sama-sama kost di tempat yang sama ketika MPA. Beberapa bulan mengikuti kuliah, saya merasa kehidupan kuliah saya sangat berbeda dengan kehidupan saya waktu bersekolah dulu. Disini kemandirian benar-benar harus diterapkan. Tapi untungnya semua teman-teman saya khususnya teman-teman sekelas saya sangat kooperatif dalam berbagai hal. Saya merasa beruntung bisa mengenal mereka.
Dalam mengahadapi kehidupan masa depan saya, sebenarnya saya tidak terlalu memikirkannya dengan serius. Sejak dulu saya berprinsip bahwa jalani hidup ini bagai air saja. Go with the flow. Saya tidak terlalu memusingkan akan apa yang terjadi di masa yang akan datang. Namun dengan berjalannya waktu, apalagi sekarang, saya berpikir untuk memulai memikirkan akan apa yang harus saya raih di masa depan. Pada saat saya kecil saya bercita-cita menjadi guru seperti ibu saya, lalu berpikir juga ingin menjadi wartawan dan banyak lagi yang saya pikirkan untuk saya cita-citakan. Tapi semua itu hanyalah cita-cita. Apabila sekarang saya ditanya mengenai cita-cita saya, saya akan menjawab : ” Saya ingin menjadi PNS”. Entah mengapa pekerjaan itu yang terlintas di pikiran saya ketika saya sudah memasuki bangku kuliah. Mungkin salah satu faktornya adalah keluarga. Sebagian keluarga besar saya bekerja sebagai PNS. Ibu dan kakak saya pun bekerja sebagai PNS. Walaupun mungkin gaji PNS itu katanya tidak terlalu besar, namun saya sebagai perempuan merasa cukup dengan itu. Karena saya berpikir nantinya ketika saya berkeluarga, tua dan akhirnya meninggal, keluarga saya sudah terjamin dengan gaji pensiun saya di masa yang akan datang. Namun semua itu harus saya wujudkan dengan perjuangan yang sekarang sedang saya lakukan. Target saya lulus kuliah adalah 4 tahun. Semoga itu bisa terwujud. Untuk mewujudkan itu banyak hal yang harus saya lalui termasuk mengerjakan berbagai tugas kuliah dengan baik. Pada semester 1 dan 2 saya tidak terlalu merasa berat dengan tugas-tugas kuliah saya. Memasuki semester 3 dan 4 (sekarang), ujian berat datang silih berganti. Tugas-tugas semakin bertambah banyak dan sulit. Saya kadang berikir kapan semua ini akan berakhir dan lulus dari kampus ini dengan cepat. Tapi saya harus fight dengan semua itu, saya yakin semua tugas-tugas yang diberikan dosen kepada saya dan teman-teman akan berguna di kehidupan pekerjaan kami mendatang. Selain mengerjakan tugas-tugas dengan baik saya juga selalu berdoa untuk hal yang terbaik untuk saya. Karena dengan berdoalah semua kegundahan, kesulitan dan kelelahan akan semua itu bisa dapat dihilangkan. Semoga semua impian saya itu terwujud sehingga dapat membuat orang tua saya bangga terhadap saya dan menjadikan saya manusia yang dapat berguna bagi semua orang AMIN.

Rabu, 11 Februari 2009

" Upaya Mencegah Kecemasan Siswa di Sekolah"

UPAYA MENCEGAH KECEMASAN SISWA DI SEKOLAH
Oleh : Akhmad Sudrajat
Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu jelas. Kecemasan dengan intensitas yang wajar dapat dianggap memiliki nilai positif sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya sangat kuat dan bersifat negatif justru malah akan menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu terhadap keadaan fisik dan psikis individu yang bersangkutan.
Adalah Sigmund Freud, sang pelopor Psikoanalisis yang banyak mengkaji tentang kecemasan ini. Dalam kerangka teorinya, kecemasan dipandang sebagai komponen utama dan memegang peranan penting dalam dinamika kepribadian seorang individu.
Freud (Calvin S. Hall, 1993) membagi kecemasan ke dalam tiga tipe:
1. Kecemasan realistik yaitu rasa takut terhadap ancaman atau bahaya-bahaya nyata yang ada di dunia luar atau lingkungannya.
2. Kecemasan neurotik adalah rasa takut jangan-jangan insting-insting (dorongan Id) akan lepas dari kendali dan menyebabkan dia berbuat sesuatu yang bisa membuatnya dihukum. Kecemasan neurotik bukanlah ketakutan terhadap insting-insting itu sendiri, melainkan ketakutan terhadap hukuman yang akan menimpanya jika suatu insting dilepaskan. Kecemasan neurotik berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas, jika dia melakukan perbuatan impulsif.
3. Kecemasan moral yaitu rasa takut terhadap suara hati (super ego). Orang-orang yang memiliki super ego yang baik cenderung merasa bersalah atau malu jika mereka berbuat atau berfikir sesuatu yang bertentangan dengan moral. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, kecemasan moral juga berkembang berdasarkan pengalaman yang diperolehnya pada masa kanak-kanak, terkait dengan hukuman dan ancaman dari orang tua maupun orang lain yang mempunyai otoritas jika dia melakukan perbuatan yang melanggar norma
Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut traumatik, yang akan menjadikan seseorang merasa tak berdaya, dan serba kekanak-kanakan. Apabila ego tidak dapat menanggulangi kecemasan dengan cara-cara rasional, maka ia akan kembali pada cara-cara yang tidak realistik yang dikenal istilah mekanisme pertahanan diri (self defense mechanism), seperti: represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi dan regresi. Semua bentuk mekanisme pertahanan diri tersebut memiliki ciri-ciri umum yaitu: (1) mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan dan (2) mereka bekerja atau berbuat secara tak sadar sehingga tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Kecemasan dapat dialami siapapun dan di mana pun, termasuk juga oleh para siswa di sekolah. Kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik atau kecemasan moral. Karena kecemasan merupakan proses psikis yang sifatnya tidak tampak ke permukaan maka untuk menentukan apakah seseorang siwa mengalami kecemasan atau tidak, diperlukan penelaahan yang seksama, dengan berusaha mengenali simptom atau gejala-gejalanya, beserta faktor-faktor yang melatarbelangi dan mempengaruhinya. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa gejala-gejala kecemasan yang bisa diamati di permukaan hanyalah sebagian kecil saja dari masalah yang sesungguhnya, ibarat gunung es di lautan, yang apabila diselami lebih dalam mungkin akan ditemukan persoalan-persoalan yang jauh lebih kompleks.
Di sekolah, banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa. Target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta sistem penilaian ketat dan kurang adil dapat menjadi faktor penyebab timbulnya kecemasan yang bersumber dari faktor kurikulum. Begitu juga, sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes dan kurang kompeten merupakan sumber penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa yang bersumber dari faktor guru. Penerapan disiplin sekolah yang ketat dan lebih mengedepankan hukuman, iklim sekolah yang kurang nyaman, serta sarana dan pra sarana belajar yang sangat terbatas juga merupakan faktor-faktor pemicu terbentuknya kecemasan pada siswa.yang bersumber dari faktor manajemen sekolah.
Menurut Sieber e.al. (1977) kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi, mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kronis dan akut, gejala kecemasan dapat berbentuk gangguan fisik (somatik), seperti: gangguan pada saluran pencernaan, sering buang air, sakit kepala, gangguan jantung, sesak di dada, gemetaran bahkan pingsan.
Mengingat dampak negatifnya terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan fisik atau mental siswa, maka perlu ada upaya-upaya tertentu untuk mencegah dan mengurangi kecemasan siswa di sekolah, diantaranya dapat dilakukan melalui:
1. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran dapat menyenangkan apabila bertolak dari potensi, minat dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, strategi pembelajaran yang digunakan hendaknya berpusat pada siswa, yang memungkinkan siswa untuk dapat mengkspresikan diri dan dapat mengambil peran aktif dalam proses pembelajarannya.
2. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru seyogyanya dapat mengembangkan “sense of humor” dirinya maupun para siswanya. Kendati demikian, lelucon atau “joke” yang dilontarkan tetap harus berdasar pada etika dan tidak memojokkan siswa.
3. Melakukan kegiatan selingan melalui berbagai atraksi “game” atau “ice break” tertentu, terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif.. Dalam hal ini, keterampilan guru dalam mengembangkan dinamika kelompok tampaknya sangat diperlukan.
4. Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas, sehingga dalam proses pembelajaran tidak selamanya siswa harus terkurung di dalam kelas.
5. Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat kesulitan yang moderat. Dalam arti, tidak terlalu mudah karena akan menyebabkan siswa menjadi cepat bosan dan kurang tertantang, tetapi tidak juga terlalu sulit yang dapat menyebabkan siswa frustrasi.
6. Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas, dimana siswa dapat mengembangkan pola hubungan yang akrab, ramah, toleran, penuh kecintaan dan penghargaan, baik dengan guru maupun dengan sesama siswa. Sedapat mungkin guru menghindari penggunaan reinforcement negatif (hukuman) jika terjadi tindakan indisipliner pada siswanya.
7. Mengembangkan sistem penilaian yang menyenangkan, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri (self assessment) atas tugas dan pekerjaan yang telah dilakukannya. Pada saat berlangsungnya pengujian, ciptakan situasi yang tidak mencekam, namun dengan tetap menjaga ketertiban dan objektivitas. Berikanlah umpan balik yang positif selama dan sesudah melaksanakan suatu asesmen atau pengujian.
8. Di hadapan siswa, guru akan dipersepsi sebagai sosok pemegang otoritas yang dapat memberikan hukuman. Oleh karena itu, guru seyogyanya berupaya untuk menanamkan kesan positif dalam diri siswa, dengan hadir sebagai sosok yang menyenangkan, ramah, cerdas, penuh empati dan dapat diteladani, bukan menjadi sumber ketakutan.
9. Pengembangan menajemen sekolah yang memungkinkan tersedianya sarana dan sarana pokok yang dibutuhkan untuk kepentingan pembelajaran siswa, seperti ketersediaan alat tulis, tempat duduk, ruangan kelas dan sebagainya. Di samping itu, ciptakanlah sekolah sebagai lingkungan yang nyaman dan terbebas dari berbagai gangguan, terapkan disiplin sekolah yang manusiawi serta hindari bentuk tindakan kekerasan fisik maupun psikis di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru, teman maupun orang-orang yang berada di luar sekolah.
10. Mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat dijadikan sebagai kekuatan inti di sekolah guna mencegah dan mengatasi kecemasan siswa Dalam hal ini, ketersediaan konselor profesional di sekolah tampaknya menjadi mutlak adanya.
Melalui upaya – upaya di atas diharapkan para siswa dapat terhindar dari berbagai bentuk kecemasan dan mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sehat secara fisik maupun psikis, yang pada gilirannya dapat menunjukkan prestasi belajar yang unggul.