tag:blogger.com,1999:blog-77961137460231561742024-03-08T01:11:00.436-08:00welcome to Anggun Jayanti's blog....finally,i have a new blog!!!!
thx to :
my beloved GOD>Allah SWT
my parents>i'm so loving u mom.dad
my sister n my brother>thx y buat semangatnya
pa amril>tengkyu y pak buat semua ilmunya
my friends>isna.amel.lisa n temen2 seperjuangan MP 07 yg kusayangi
my inspiration>semoga dia sadar....^^
my hp,my computer busway n semua orang yang udah bantuin seorang anggun yang tadinya gaptek jadi bisa ngelola blog...THXAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.comBlogger111125tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-29499879026030744632009-08-10T20:33:00.000-07:002009-08-10T20:36:33.603-07:00Mengubah Sisi Negatif Pada DiriSetiap manusia di dunia ini tidaklah dilahirkan sebagai manusia yang sempurna seutuhnya. Semua manusia dimuka bumi ini pastilah memliki kekurangan dalam dirinya baik yang diketahui orang ataupun tidak. Dalam menjalani hidup ini, perlulah kita mengikis sedikit demi sedikit setiap kekurangan yang kita miliki itu agar setiap kegiatan yang kita jalani dapat berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan. <br />Berikut adalah beberapa sisi negatif yang biasa kita jumpai dan rasakan pada diri kita dan tips bagaimana merubahnya :<br /><br />1. Bekerja Seperlunya <br />Dalam melakukan sebuah pekerjaan terkadang kita menemui rasa MALAS di otak kita. Hal ini membuat segala pekerjaan yang telah kita rencanakan dengan baik menjadi berantakan. Semua berawal dari rasa malas yang membuat kita bekerja menjadi tidak optimal dan hanya seperlunya saja. Sikap seperti ini dapat berakibat atal terhadap hasil pekerjaan kita nantinya. Oleh karena itu ikutilah langkah-langkah berikut :<br />• Konsisten terhadap apa yang sudah kita kerjakan, buat pikiran kita konsentrasi terhadap pekerjaan yang sedang kita kerjakan.<br />• Selalu ingatlah terhadap tanggung jawab yang telah diberikan sehingga perasaan malas dan bekerja dengan seperlunya akan berkurang.<br />• Buatlah semua pekerjaan yang kita kerjakan semenyenangkan mungkin. Bagaimanpun caranya yang terpenting adalah kita nyaman dengan pekerjaan kita sehingga kita akan bersungguh-sungguh dalam mengerjakannya. <br /><br />2. Bergantung pada Orang Lain<br />Dalam menjalani hidup ini kita memang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Namun bukan berarti dengan begitu kita harus selalu tergantung kepada orang lain karena tidak selamanya orang-orang di sekitar kita akan selalu ada untuk membantu kita. Oleh karena itu perlulah kita ubah cara berpikir yang seperti itu dengan beberapa tips di bawah ini :<br />• Percayalah pada kemampuan diri sendiri. Percayalah bahwa setiap pekerjaan yang datang ke kita dapat kita selesaikan dengan kemampuan kita sendiri. Dengan rasa percaya kepada kemampuan diri sendiri itulah maka kita tidak perlu lagi bergantung dan menaruh harapan yang terlalu tinggi kepada orang lain untuk selalu membantu kita.<br />• Keluarkan semua potensi yang kita miliki karena pada dasarnya setiap manusia mempunyai potensi yang luar biasa hebat, tinggal bagaimana kita menoptimalkan semua potensi itu menjadi sebuah karya bagi diri sendiri dan orang lain. Dengan potensi itu juga kita tidak perlu lagi bergantung kepada orang lain karena kita juga memiliki kemampuan untuk mengerjakan suatu pekerjaan sendiri.<br />• Beranilah mengambil setiap keputusan sesuai dengan keinginan kita tanpa pengaruh orang lain dan percaya bahwa setiap keputusan yang kita ambil adalah yang terbaik untuk kita.<br /><br />3. Pemalu<br />Sikap ini merupakan sikap dimana seseorang tidak mau membuka jati dirinya yang sebenarnya kepada orang lain dikarenakan rasa malu yang berlebihan yang terdapat dalam diri sehingga tidak dapat mengeluarkan segala potensi yang kita miliki di hadapan orang lain. Sikap ini perlu kita minimalisir dengan cara :<br />• Tanamkan rasa percaya diri mulai sekarang. Percayalah apapun yang kita lakukan dihadapan orang lain tidak akan membuat kita menjadi manusia yang lebih buruk. Kita butuh membuka sedikit bagian dari kehidupan kita kepada orang lain untuk dapat dijadikan pelajaran bagi diri kita dan orang lain, begitu juga sebaliknya.<br />• Bersosialisasilah terhadap banyak orang. Hal ini dapat membuat kita lebih banyak mengerti apa yang orang-orang pikirkan, menambah pengetahuan akan hidup dari perjalanan hidup orang lain, dan kita dapat mengerti berbagai macam sifat yang orang lain miliki. Itu semua dapat kita jadikan pelajaran hidup kita.<br />• Mulailah berlatih untuk dapat berbicara di depan umum, entah dalam bentuk diskusi kelompok, menjadi pembicara di suatu kegiatan, dll<br />• Berusahalah mengeluarkan semua ide-ide kreatif yang kita punya untuk dibagi kepada orang lain sehingga tidak ada lagi rasa malu untuk berpendapat diantara sesama.<br /><br />4. Cengeng<br />Kita sudah bukan anak kecil lagi yang seringkali mengeluarkan airmata dikala kita tertekan. Menangis memang terkadang perlu untuk mengekspresikan emosi kita, namun terkadang hal ini menjadi penghambat dikala kita sedang menjalani pekerjaan yang membutuhkan kesabaran ekstra. Berikut beberapa cara mengontrol air mata itu :<br />• Mulailah mengontrol emosi agar tidak labil. Dengan mngontrol emosi secara benar kita akan dengan mudah menata perasaan agar tidak mengais dikala kita tertekan.<br />• Berlatihlah sesekali untuk melewati masa-masa sulit yang membutuhkan mental yang kuat seperti dimarahi oleh orang lain, tanpa mengeluarkan air mata.<br />• Berpikirlah positif akan segala hal negatif yang terkadang orang lain pikirkan terhadap kita.<br />• Jangan memasukkan semua perkatan buruk orang lain terhadap kita agar emosi tidak terpancing.<br /><br />Intinya....tidak ada manusia di dunia ini yang dilahirkan sempurna. Mulailah membenahi sisi negatif yang ada pada diri kita dari sekarang. Karena kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?????Every begiinning is difficullt.....so semangat kawan!!!!Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-70891173032596547082009-05-26T22:18:00.000-07:002009-05-26T22:21:30.284-07:00Laporan Observasi "Penyelenggaraan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta" (revisi)BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />A. Latar Belakang Masalah<br />Dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Evaluasi Pengajaran, penulis mengadakan observasi mengenai pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di sekolah yang dikunjungi. Penulis melakukan observasi di SDS. Borobudur Jakarta. Di sekolah tersebut penulis melakukan wawancara dengan kepala sekolah untuk bertanya mengenai pelaksanaan UN atau untuk SD disebut dengan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).<br />Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa ujian akhir mutlak diikuti oleh siswa yang akan menamatkan pendidikan pada tiap jenjang pendidikan. Para siswa harus menempuh ujian sekolah yang di dalamnya terdapat ujian praktek untuk mata pelajaran tertentu dan ujian teori, kemudian ujian nasional (UN) bagi SMP/MTs, SMA SMK/MA serta ujian bertaraf nasional (UASBN) bagi SD/MI.<br />Para peserta didik yang mengikuti UASBN dinyatakan lulus apabila nilai mereka telah memenuhi standar nilai yang telah ditentukan. Namun biasanya, yang menjadi tantangan besar bagi peserta didik dan sekolah adalah bagaimana cara atau upaya yang dilakukan supaya para peserta didik dapat lolos pada UASBN dengan standar kelulusan yang telah ditentukan tersebut. Sehubungan dengan itulah, maka sekolah, para peserta didik dan orangtua perlu menyikapi atau meresponnya dengan berbagai cara dan upaya yang positif agar berhasil nantinya.<br />Mengingat UASBN merupakan tahapan penting menuju tercapainya tujuan pendidikan nasional, maka hal tersebut perlu dipersiapkan dengan baik. Oleh karena itu, penulis menangkat masalah ini sebagai bahan pemenuhan tugas akademik mata kuliah Evaluasi Pengajaran yang hasilnya nanti dapat dipelajari bagi pembaca maupun penulis sendiri. <br />Penulis mengadakan observasi di SDS. Borobudur Jakarta ini karena sekolah ini merupakan sekolah dimana dahulu penulis menyelesaikan tingkat sekolah dasarnya. Oleh karena itu sekolah ini dirasa akan dapat membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini. Selain itu sekolah ini terletak tidak jauh dari rumah penulis sehingga pada saat melakukan observasi dirasa tidak perlu memerlukan banyak tenaga dan waktu. Dan ternyata benar, sekolah ini sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akdemiknya ini. <br /><br />B. Identifikasi Masalah<br /> Dengan memperhatikan masalah di atas, penulis mengidentifikasi masalah yang perlu diidentifikasi. Masalah-masalah tersebut antara lain :<br />a. Mengapa dilaksanakan UASBN di sekolah ?<br />b. Bagaimana kegiatan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta ?<br />c. Bagaimana pengalaman Ujian Nasional yang pernah dialami penulis ?<br /><br />C. Pembatasan Masalah<br />Dari masalah yang timbul, penulis membatasi masalah sebagai berikut :<br />a. Bagaimana perencanaan dalam melaksanakan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta ?<br />b. Bagaimana pengorganisasian pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarata ?<br />c. Bagaimana pengawasan yang dilakukan dalam pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta ?<br />d. Apa saja masalah yang ditemui dalam pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta dan bagaimana SDS. Borobudur dalam mengatasi masalah-masalah tersebut ?<br /><br />D. Tujuan Penulisan<br /> Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :<br />1. Mengetahui mengapa perlu diadakan UASBN di sekolah.<br />2. Mengetahui bagaimana pelaksanaaan kegiatan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasannya.<br />3. Mengetahu apa saja masalah yang ditemui dalam pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta dan bagaimana mengatasinya.<br />4. Mengetahui bagaimana pengalaman pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />KAJIAN TEORI<br /><br />A. Pengertian Evaluasi Belajar<br />Ada beberapa pengertian evaluasi menurut beberapa ahli. Dari sekian buku yang penulis baca mengenai pengertian evaluasi, dapat dikutip pengertian evaluasi sebagai berikut :<br />• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), kata evaluasi berarti penilaian.<br />• Menurut buku Pengantar Evaluasi Pendidikan karangan Prof. Anas Sudijono, secara harafiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation yang berarti penilaian. Akar katanya adalah value yang berarti nilai. Adapun dari segi istilah, maka evaluasi itu menunjuk kepada atau mengandung pengertian suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukkan nilai dari sesuatu.<br />• Menurut buku Mengajar Dengan Sukses karangan J. Mursell dan Prof. Dr. S. Nasution, M.A. evaluasi merupakan penilaian belajar dengan tujuan untuk memperbaikinya. Penilaian itu harus dilakukan oleh semua yang bersangkutan yaitu bukan hanya guru tetapi terutama juga anak-anak sendiri penilaian harus ditinjau sebagai keseluruhan. Hal-hal seperti teknik dalam pegolahannya mengubah skor mentah menjadi angka dan sebagainya adalah bagian-bagian daripada keseluruhan evaluasi. Tak satupun diantaranya yang mengenai inti dari evaluasi. Guru harus melihat bagian-bagian itu dan keseluruhan evaluasi. Berikut prinsip evaluasi dalam penilaian cara mengajar :<br /> Evaluasi hanya mengenai hasil terutama hasil yang berlangsung<br /> Evaluasi terutama mengenai hasil dengan perhatian sedikit terhadap proses belajar<br /> Evaluasi terhadap seluruh proses belajar termasuk hasilnya<br />• Menurut buku Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan karangan Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, evaluasi merupakan suatu kegiatan yang meliputi dua langkah yaitu mengukur dan menilai. Mengukur disini berarti membandingkan sesuatu dengan satu ukuran dan pengukuran ini bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk, penilaian ini bersifat kualitatif. <br />• Menurut Edwin Wandt dan Gerald W. Brown (1977), evaluation refer to the act or process to determining the value of something. Lalu dari artikel yang saya baca mengenai evaluasi, *evaluation is the process of determining significance or worth, usually by careful appraisal and study. **Evaluation is the analysis and comparison of actual progress vs. prior plans, oriented toward improving plans for future implementation. It is part of a continuing management process consisting of planning, implementation, and evaluation; ideally with each following the other in a continuous cycle until successful completion of the activity. ***Evaluation is the process of determining the worth or value of something. This involves assigning values to the thing or person being evaluated.. <br />Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sesungguhnya evaluasi adalah proses mengukur dan menilai terhadap suatu objek dengan menampilkan hubungan sebab akibat diantara faktor yang mempengaruhi objek tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran memiliki 3 hal penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang telah dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan beljar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah pencapaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran.<br />Evaluasi berguna untuk mempertinggi hasil pelajaran. Karena itu evaluasi tak dapat dipisahkan dari belajar dan mengajar. Efektivitas dan sukses dari tiap pelajaran dipertinggi dengan penilaian yang teliti dari segala aspeknya. Itulah prinsip evaluasi. Berikut ciri-ciri evaluasi yang baik :<br />1. Evaluasi dan Hasil Langsung, tiap orang belajar untuk mencapai sesuatu hasil. Itulah yang pada hakikatnya merangsang seorang untuk belajar. Oleh karena itu pelajaran harus diorganisasi sedemikian rupa sehingga murid sepenuhnya mengetahui hasil pekerjaannya.<br />2. Evaluasi dan Transfer, berhasil atau tidaknya belajar bergantung pada terdapat atau tidaknya hasil belajar itu digunakan di dalam situasi-situasi tertentu. Evaluasi yang baik harus menilai hasil-hasil autentik dan ini dilakukan dengan mengetes hingga manakah hasil itu dapat ditransferkan.<br />3. Evaluasi Langsung dari Proses Belajar, tak dapat disangkal betapa pentingnya untuk meneliti proses yang diikuti oleh murid sehingga guru akan mengetahui dimana letak kesulitan anak-anak lalu mencari jalan untuk membantunya. Selain itu penelitian proses belajar berguna bagi murid sendiri. Anak akan melihat kekurangannya dengan memperbaikinya dengan demikian akan mempertinggi hasil belajar.<br /><br />B. Teknik Evaluasi<br />Istilah teknik dapat diartikan sebagai alat. Jadi dalam istilah, teknik-teknik evaluasi hasil belajar mengandung arti alat-alat yang dipergunakan dalam rangka melakukan evaluasi hasil belajar. Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah, dikenal adanya dua macam teknik yaitu teknik tes dan teknik nontes. Dengan teknik tes, maka evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah itu dilakukan dengan jalan menguji peserta didik. Sebaliknya, dengan teknik nontes maka evaluasi dilakukan tanpa menguji peserta didik. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penilaian tes dan nontes akan dijelaskan lebih rinci lagi sebagai berikut :<br />a. Teknik Tes<br />Yang dimaksud dengan tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh peserta tes sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau prestasi peserta tes, dimana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai para peserta tes lainnya atau dibandingkan dengan nilai stndar tertentu.<br />Secara umum fungsi dari tes yaitu sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Selain itu tes juga berfungsi sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengjaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.<br />Ada beberapa jenis tes dalam proses kegiatan belajar. 1) tes diagnostik yang merupakan tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. 2) tes formatif adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik telah terbentuk sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. 3) tes sumatif yang berarti tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan.<br />b. Teknik Non-Tes<br />Kegiatan evaluasi atau pengukuran itu pada umumnya tertuang dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Dalam praktek, teknik tes inilah yang lebih sering dipergunakan dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik. Pernyataan tersebut tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik lainnya yang dapat dipergunakan yaitu teknik nontes. Dengan teknik ini maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis). <br />a. Pengamatan atau Observasi<br />Cara menhimpun bahan-bahan keterangan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sisematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan. Observasi ini digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan.<br />b. Wawancara<br />Cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. Dalam wawancara evaluator melakukan tanya jawab lisan dengan pihak-pihak yang diperlukan seperti peserta didik, orang tua murid, dll dalam rangka menghimpun bahan-bahan keterangan untuk penilaian terhadap peserta didiknya. <br />c. Angket<br />Berbeda dengan wawancara dimana evaluator berhadapan secara langsung dengan pihak yang diwawancarai, maka dengan menggunakan angket, pengumpulan data sebagai bahan penilaian hasil belajar jauh lebih lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya saja, jawaban-jawaban yang diberikan acapkali tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya, apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam angket itu kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden untuk memberikan jawaban yang diperkirakan akan melegakan atau memberi kepuasan kepada pihak penilai.<br />d. Pemeriksaan Dokumen<br />Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen. Berbagai informasi baik mengenai peserta didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didiknya.<br />Teknik non-tes ini pada umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup (affective domain), dan ranah ketrampilan (psychomotoric domain), sedangkan teknik tes sebagimana telah dikemukakan sebelum ini, lebih banyak digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik dar segi ranah proses berpikirnya (cognitive domain).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />METODOLOGI<br /><br />A. Waktu dan Tempat Observasi<br />Observasi dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Evaluasi Pengajaran ini dilakukan penulis pada hari Senin tanggal 23 Februari 2009. Pada saat itu penulis sudah membuat janji sebelumnya dengan Kepala Sekolah SDS. Borobudur via telepon dan meminta izin untuk mengadakan observasi pada hari tersebut. Pihak sekolah pun menyetujui dan penulis dapat melaksanakan tugas observasinya sesuai dengan rencana.<br />Tempat observasi yang dipilih penulis dalam menyelesaikan tugas ini adalah di SDS. Borobudur Jakarta yang tepatnya berada di Jalan Raya Cilandak KKO Jakarta Selatan. Pada saat melakukan observasi, penulis melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah SDS. Borobudur di Ruang Kepala Sekolah. Tempat observasi ini dirasa cukup tepat bagi penulis untuk mengadakan observasi karena pihak sekolah tersebut sangat membantu penulis dalam menyelesaiakn tugas observasi ini.<br /> <br />B. Responden atau Informan<br />Dalam penyelesaian tugas observasi ini penulis melakukan wawancara dengan Ibu Purwanti selaku Kepala Sekolah SDS. Borobudur. Beliau sangat membantu sekali, hal tersebut terbukti dengan kesanggupan beliau dalam menjawab semua instrumen pertanyaan yang diajukan oleh penulis. Selain itu beliau juga memberikan semua data-data dan dokumen yang mungkin akan dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan tugas ini. <br /><br />C. Teknik Pengumpulan Data<br />Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penyelesaian tugas ini adalah dengan wawancara dan pengamatan. Penulis mengadakan wawancara dengan Kepala Sekolah SDS. Borobudur dan mengajukan beberapa pertanyaan sesuai dengan instrumen yang telah dibuat oleh penulis. Wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai data yang dibutuhkan penulis melalui tanya jawab dengan Kepala Sekolah yang bersangkutan. <br />Selain wawancara, penulis juga melakukan pengamatan di kelas tempat para siswa belajar, khususnya kelas VI. Pada saat melakukan pengamatan, penulis dapat secara umum mengambil kesimpulan sementara mengenai bagaimana persiapan SDS. Borobudur ini dalam menghadapai UASBN. <br /><br />D. Instrumen Pengumpulan Data<br />Karena teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah dengan wawancara dan pengamatan, maka instrumen pengumpulan data yang dipakai penulis adalah berupa draft pertanyaan yang memang telah dipersiapkan penulis sebelum observasi di sekolah tersebut dilaksanakan. Berikut draft pertanyaan yang dibuat oleh penulis dalam melakukan wawancara :<br />• Menurut Anda pentingkah diadakan UN di sekolah ?<br />• Seandainya penting, apa manfaat dari diadakannya UN tersebut ?<br />• Bagaimana perencanaan dan persiapan sekolah ini dalam menghadapi UN tahun ini ?<br />• Bagaimana pengorganisasian pelaksanaan UN di sekolah ini ?<br />• Apa saja masalah yang di temui dalam persiapan menghadapi UN tahun ini ?<br />• Bagaimana upaya sekolah dalm mengatasi masalah-masalah yang muncul tersebut ?<br />• Bagaimana perilaku siswa dalam menghadapi UN tahun ini ?<br />• Bagaimana hasil UN tahun lalu di sekolah ini dan apa harapan untuk hasil UN di sekolah tahun ini ?<br /><br /><br />E. Teknik Analisis Data<br />Dalam menganalisis data yang telah terkumpul pada saat melakukan observasi, maka penulis menyimpulkan data-data tersebut secara deskriptif dan membuat laporan secara naratif dari hasil wawancara yang ditambah dengan hasil pengamatan di lapangan. Dengan begitu akan dapat dipahami dengan mudah hasil dari observasi yang telah dilakukan oleh penulis di SDS. Borobudur Jakarta ini. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB IV<br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br /><br />A. Profil SDS. Borobudur Jakarta<br />Sekolah Dasar Swasta (SDS) Borobudur Jakarta adalah sekolah dasar dimana saya dahulu bersekolah. Di sekolah ini saya untuk pertama kalinya belajar membaca, menulis dan berhitung. Sekolah ini terletak di Jalan Raya Cilandak KKO Kelurahan Cilandak Timur Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Sekolah ini berstatus sebagai sekolah swasta dan bernaung di bawah sebuah yayasan yang bernama Yayasan Pendidikan Kartini. Sekolah ini berdiri pada tahun 1974 dan didirikan oleh Ibu Nina Achmad yang pada saat itu berlaku sebagai ketua yayasan.<br />Sekolah ini memiliki total 13 ruangan yang diantaranya dipakai sebagai ruang kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang perpustakaan dan ruang laboratorium komputer. Pada saat saya melakukan observasi, sekolah ini sedang dalam tahap renovasi. Sekolah ini termasuk sekolah yang memiliki prestasi yang lumayan membanggakan karena setiap tahunnya seluruh siswa di sekolah ini selalu lulus dan 90% siswa yang lulus tersebut di terima di SMP Negeri. Oleh karena itu sampai saat ini sekolah ini tetap mendapatkan banyak siswa baru yang tiap tahunnya selalu bertambah jumlahnya. Selain itu lokasinya yang jauh dari jalan raya membuat proses belajar mengajar tidak terganggu oleh bisingnya lalu lintas, oleh karena itu siswa dapat lebih berkonsentrasi lagi dalam menjalankan proses belajar mengajar di kelas. <br /><br />B. Perencanaan dan Persiapan di SDS. Borobudur Jakarta Dalam Menghadapi UASBN<br />Dalam menghadapi UASBN yang akan diselenggarakan pada pertengahan bulan Mei tahun 2009 ini SDS. Borobudur telah melakukan perencanaan dan persiapan yang cukup matang bagi siswa untuk menghadapi hari H ujian. Perencanaan yang dilakukan meliputi pembentukan panitia pelaksana UASBN di sekolah, melakukan persiapan dalam hal tempat/kelas yang nantinya dipakai dalam pelaksanaann UASBN di sekolah tersebut dan melakukan persiapan antara lain dengan mengadakan kegiatan tambahan yaitu kegiatan pendalaman materi yang dilakukan setiap harinya sepulang sekolah. Selain itu sekolah yang bekerjasama dengan sekolah-sekolah dasar di lingkungan sekitar mengadakan try out yang soal-soalnya merupakan soal yang di buat dari sekolah-sekolah tersebut. Nantinya soal-soal tersebut akan ditukar satu sama lain secara bergantian. Try out ini dilakukan setiap hari di awal pelajaran. Try out ini telah dilaksanakan sejak bulan Februari sampai beberapa minggu menjelang UBN tersebut dilaksanakan.<br />Selain kegiatan yang diadakan oleh sekolah, siswa juga disarankan mengikuti try out yang diadakan oleh lembaga-lembaga bimbingan belajar. Hal tersebut akan sangat berguna bagi siswa untuk memperbanyak pengetahuan mereka mengenai soal-soal yang akan diujikan dan melatih mental mereka sebelum menghadapi UASBN yang sebenarnya. <br />Dalam menghadapi UASBN tahun ini SDS. Borobudur sangat protect dalam memperhatikan perkembangan siswa-siswanya dalam menghadapi UASBN. Hal ini dilakukan sekolah demi mendapatkan hasil yang terbaik dan memenuhi target sekolah mereka dengan meluluskan siswa-siswanya 100%. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru juga berkoordinasi dengan para orang tua murid agar memperhatikan tingkah laku anak selama di rumah dan memantau perkembangan belajar anak-anak mereka dirumah. Hal ini dilakukan agar setiap kegiatan anak di luar sekolah tidak sampai mengganggu konsentrasi mereka menghadapi UASBN yang akan segera datang. Peran orang tua sangatlah penting karena dari mereka pula seorang anak terbentuk menjadi pribadi yang berbeda-beda. Diharapkan orang tua sangat mendukung dan membantu program-program persiapan UASBN yang telah ditetapkan oleh sekolah, dengan begitu sekolah akan dengan tenang melaksanakan UASBN.<br /><br />C. Pengorganisasian Dalam Penyelenggaraan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta<br />Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) pada sekolah dasar telah di tetapkan 2 tahun belakangan ini. Dalam menghadapi hal tersebut SDS. Borobudur melakukan koordinasi kerja dengan membentuk tim panitia pelaksana UASBN di sekolah ini. Dalam tim tersebut terdapat pembagian tugas sesuai dengan tanggung jawabnya masing-masing. Panitia tersebut meliputi ketua panitia yang bertugas untuk mengatur segala kegiatan mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, sampai nantinya evaluasi kegiatan. Lalu terdapat juga bagian pengambilan soal ke rayon yang bertanggung jawab atas pengadaan soal di sekolah tersebut ketika kegiatan UASBN dimulai, lalu bagian konsumsi yang bertanggung jawab atas pengadaan konsumsi bagi pengawas dari sekolah lain pada saat melakukan pengawasan di SDS. Borobudur, lalu bagian keuangan yang mengumpulkan dan mengatur semua biaya untuk keperluan UASBN seperti pembelian soal, pengadaan kelengkapan alat tulis, dll. Jumlah panitia untuk kegiatan UASBN ini tidak terlalu banyak, karena guru-guru yang lain telah mendapatkan tugas sebagai pengawas di sekolah lain yang telah ditetapkan.<br />Semua panitia yang terbentuk saling berkoordinasi melalui rapat-rapat yang diadakan secara intern. Dalam kegiatan UASBN tahun ini panitia sangat serius sekali dalam mengerjakan tanggung jawabnya, hal tersebut dilakukan agar setiap kegiatan yang berlangsung nantinya dapat sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam pengorganisasian kelas, pada pelaksanaannya SDS. Borobudur akan menggunakan 2 ruangan, dimana ruang 1 diisi oleh 16 siswa dan ruang 2 diisi oleh 15 siswa. Setiap ruangan diawasi oleh 2 orang pengawas.<br />Menghadapi UASBN tahun ajaran 2008-2009 yang akan dilaksanakan pada tanggal 11-13 Mei 2009, SDS. Borobudur beharap agar pelaksanaannya dapat berjalan lancar seperti tahun sebelumnya atau bahkan lebih baik. Hal tersebut pastinya akan memacu semangat para guru dan murid dalam memberikan hasil yang terbaik dari proses belajar mengajar yang telah mereka lakukan selama 6 tahun di sekolah dasar.<br />Dengan melihat keseriusan semua guru di sekolah ini, terlihat bahwa sekolah sangat menginginkan bahwa setiap kegiatan UASBN pada hari H nanti dapat berjalan dengan lancar.<br /><br />D. Pengawasan Dalam Pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta <br />Sistem pengawasan yang dilakukan dalam penyelenggaraan UASBN di SDS.Borobudur Jakarta adalah dengan sistem pengawas silang. Dalam sistem ini terdapat pembagian tempat bagi guru-guru khususnya guru kelas VI untuk melakukan pengawasan di sekolah lain yang masih satu rayon dengan SDS. Borobudur. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kecurangan pada saat hari pelaksanaan UASBN di sekolah. <br />Dalam sistem ini, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan UASBN di sekolah adalah kepala sekolah yang bersangkutan beserta panitia inti penyelenggara UASBN di sekolah. Pengawasan ini harus dilakukan berdasarkan prosedur dan aturan yang berlaku yang dikeluarkan oleh pusat. <br />Selain itu terdapat pula pengawas independen yang berasal dari kalangan independen seperti mahasiswa. Hal tersebut sudah dilakukan beberapa tahun terakhir ini, karena pengawas independen sangat dibutuhkan sekolah untuk membantu proses pengawasan kegiatan UASBN tersebut dimana mereka bertindak sebagai pengawas netral yang berasal dari luar sekolah yang bersangkutan. <br />Dengan begitu diharapkan penyelenggaraan UASBN di sekolah dasar-sekolah dasar akan berjalan dengan baik sesuai dengan rencana sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai serta terjadi peningkatan kualitas dalam kelulusan anak-anak sekolah dasar di tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.<br /><br />E. Masalah-Masalah yang Ditemui Dalam Pelaksanaan UASBN di SDS.Borobudur Jakarta<br />Ada beberapa masalah yang dihadapi SDS. Borobudur Jakarta dalam menghadapi UASBN. UASBN yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi membuat sebagian siswa-siswa kelas VI di SDS. Borobudur bertingkah laku tidak seperti biasanya Walaupun hal tersebut hanya terjadi pada beberapa anak, namun hal itu membuat para guru khususnya wali kelas VI menjadi sedikit khawatir. Menurut pemantauan wali kelas dan kepala sekolah, ada beberapa anak yang agak sedikit stres dan cenderung menjadi tidak bersemangat dan tidak berkonsentrasi ketika kegiatan belajar mengajar di kelas sedang berlangsung. Hal tersebut dianggap wajar oleh para guru setempat karena dalam pemikiran mereka mungkin siswa memang sudah lelah dan bosan menghadapi soal-soal setiap harinya. Selain itu UASBN merupakan hal yang akan menjadi pengalaman pertama bagi mereka dalam menghadapi ujian bertaraf nasional. <br />Terkadang bahkan ada siswa yang terlalu memforsir porsi belajar mereka di rumah, sekolah maupun bimbingan belajar sehingga sampai jatuh sakit. Menurut kepala sekolah, tahun lalu pernah ada seorang siswa yang terlalu memforsir dirinya untuk belajar dan pada hari H ujian, anak tersebut justru sakit dan tidak dapat mengikuti ujian. Hal itulah yang dikhawatirkan oleh para guru pada persiapan UASBN tahun ini. Mereka berharap peristiwa tersebut tidak terulang kembali. Oleh karena itu guru sebisa mungkin selalu memotivasi para siswanya agar tetap santai dan berusaha yang terbaik dalam menjalankan UASBN nanti.<br />Pelaksanaan UASBN di sekolah dasar swata dengan sekolah dasar negeri tidaklah jauh berbeda. Dalam hal ini yang membedakan dalam pelaksanaan UASBN adalah mengenai pembiayaan dan pembelian soal-soal untuk sekolah dasar swasta. Pembiayaan inilah yang menjadi hambatan pelaksanaan UASBN di sekolah swasta seperti SDS. Borobudur. <br />Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah SDS. Borobudur, masalah pembiayaan untuk pembelian soal-soal ujian merupakan masalah utama yang setiap tahunnya selalu ditemui. Sebenarnya mereka tidak mau memberatkan orang tua murid untuk memenuhi hal tersebut, namun memang keadaan yang mengharuskan seperti itu. Seperti diketahui bahwa SDS. Borobudur merupakan sekolah dasar swasta yang segala biaya administrasi sekolah ditanggung oleh pihak sendiri (bukan pemerintah). Oleh karena itu dalam hal menyiapkan soal-soal UASBN pun sekolah harus mengeluarkan kebijakan sendiri kepada orang tua murid agar bisa dilunasi sebelum penyelenggaraan UASBN berlangsung. <br />Selain pembiayaan, hambatan yang ditemui dalam menghadapi pelaksanaan UASBN antara lain soal kesiapan siswa. Seperti yang telah saya bahas sebelumnya mengenai perilaku siswa yang sedikit berubah menjelang UASBN, ternyata hal tersebut merupakan suatu hambatan yang terkadang ditemui di SDS. Borobudur. Apabila seorang siswa sudah stres atau lelah dalam menghadapi soal-soal, maka guru juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena akan percuma memaksakan mereka untuk terus belajar apabila mereka sudah lelah. Namun, semua hambatan tersebut tidaklah membuat para guru putus asa untuk terus memberikan layanan yang terbaik bagi murid-muridnya.<br /><br />F. Upaya Dalam Mengatasi Masalah-Masalah yang Terjadi Pada Pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur Jakarta <br />Dengan adanya masalah-masalah diatas maka harus ada upaya-upaya yang maksimal dalam mengatasinya sehingga proses pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur tidak terhambat. Dalam hal perlilaku siswa yang sedikit berubah, sekolah menanggapi bahwa hal tersebut adalah wajar. Namun mereka tetap berupaya membantu siswa dengan memberikan motivasi yang lebih terhadap siswa-siswa tersebut. Selain itu guru yang sedang mengajar di kelas diusahakan agar membawa suasana kelas menjadi lebih menyenangkan dan tidak tegang serta tidak membuat para siswa gugup dalam menghadapi UASBN. Sekolah juga rutin untuk selalu bertukar informasi dengan para orang tua siswa, hal ini dilakukan agar par a orang tua juga mengetahui bagaimana persiapan dan tingkah laku anaknya di sekolah dalam menghadapi UASBN.<br />Selain itu dalam hal pembiayaan, SDS. Borobudur memiliki kebijakan tersendiri untuk menyelesaikan hambatan yang ada tersebut yaitu dengan cara setiap siswa kelas VI pembayaran SPPnya dinaikkan. Ini dimulai sejak awal tahun ajaran baru dimana siswa baru naik kelas ke kelas VI. Dengan begitu secara tidak langsung orang tua siswa telah sedikit demi sedikit menyicil dan pada akhirnya nanti akan lunas. Tentunya hal ini dilakukan dengan persetujuan orang tua murid setelah rapat dengan komite sekolah. Namun demikian masih ada beberapa orang tua siswa yang keberatan dengan kesepakatan tersebut, mereka masih merasa kurang mampu akan hal itu, oleh karena itu pihak sekolah menanggapi dengan pengadaan subsidi silang bagi orang tua murid yang mampu agar mengeluarkan uang lebih besar untuk menutupi kekurangan dalam pembiayaan soal-soal UASBN tersebut.<br />Mengenai kesiapan siswa dalam menghadapi UASBN, sekolah selalu berusaha untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi siswa seperti rutin memberikan latihan soal-soal yang akan membantu dan mengukur sampai dimana kesiapan siswa dalam menghadapi UASBN. Selain itu para guru selalu memantau kemajuan dan kemunduran prestasi siswa dalam mengerjakan latihan-latihan soal. Dengan begitu diharapkan setiap perkembangan siswa dapat terpantau dengan baik dan para guru dapat melihat bagaimana kesiapan siswa dalam menghadapi UASBN.<br /> <br />G. Pengalaman Mengikuti Ujian Nasional<br /><br />Pengalaman saya mengikuti Ujian Nasional (UN) pada saat sekolah dulu sangat beragam dan tidak terlupakan, baik di SD, SMP dan SMA. Pertama kali saya mengikuti UN adalah pada saat SD ditahun 2001. Pada saat itu pemerintah memberlakukan sistem EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Persiapan saya menghadapi Ebtanas pada saat itu mungkin lumayan memberatkan saya. Setiap pagi saya harus sudah sampai sekolah pukul 6 pagi untuk melakukan kegiatan pendalaman materi pelajaran yang diujikan. Lalu pulang sekolah selalu diadakan try out mengenai materi yang telah di berikan pada saat pendalaman materi di pagi hari. Hal itu berlangsung selama 2 bulan penuh sebelum hari H. Tetapi semua itu saya lakukan dengan santai dan tanpa beban karena saya yakin saya akan dapat melewati ujian itu dengan baik. Hasil try out dan latihan-latihan saya pun cukup memuaskan, jadi itu merupakan motivasi terbesar saya dalam menghadapi ujian. Namun satu hal yang saya kuatirkan pada saat itu adalah cara pengisian lembar jawaban yang menggunakan komputer. Karena baru pertama kali diterapkan di sekolah, saya belum dapat mengerjakannya dengan baik dan itu yang membuat saya takut jika nantinya hasil jawaban saya tidak terbaca oleh komputer. Pada hari H EBTANAS saya telah mempersiapkan semua alat tulis dengan lengkap. Berhubung saya menempati absen yang pertama jadi saya mendapatkan tempat duduk di barisan paling depan. Hari pertama saya lewati dengan lancar dan saya dapat mengisi semua soal dengan baik walaupun ada beberapa soal yang menyulitkan. Lalu pada hari kedua ketika pelajaran Matematika yang diujikan, di tengah-tengah keseriusan saya mengerjakan soal dan membulatkan jawaban di lembar jawaban komputer, saya baru sadar ternyata lembar jawaban yang saya kerjakan itu sobek pada bagian bawah kertas. Saya kaget dan bingung, karena saya sudah mengerjakan lumayan banyak soal dan membutuhkan waktu yang lama jika saya harus mengganti dan mengulang pekerjaan membulatkan jawaban di kertas. Akhirnya saya hanya diam sampai waktu habis dan kertas jawaban itu saya berikan kepada pengawas untuk dikumpulkan. Saya hanya bisa berdoa semoga kertas jawaban saya itu dapat terbaca oleh komputer dan muncul nilainya. Dan ketika pengumuman kelulusan diberitahukan alhamdulillah saya lulus dan seketika itu juga saya langsung melihat nilai matematika saya yang ternyata memuaskan. Terima kasih ya Allah....pengalaman ini tidak akan saya lupakan sampai kapanpun.<br />Pengalaman kedua saya mengikuti UN adalah ketika SMP ditahun 2004. UN SMP saya merupakan ujian yang paling berkesan menurut saya. Hal ini karena perjuangan saya untuk bisa mengikuti UN dengan lancar itu sangat sulit. Persiapan saya mengikuti ujian di SMP kira-kira hanya 4 bulan. Setiap harinya ketika pulang sekolah, sekolah mengadakan kegiatan pendalaman materi pelajaran yang diujikan pada saat ujian. Di rumah pun saya privat dengan kakak saya khusus untuk pelajaran matematika karena memang saya sangat tidak menguasai pelajaran itu. Sangat sulit bagi saya pada saat itu membayangkan mampukah saya melewati ujian pada saat itu, tapi untung keluarga dan teman-teman saya selalu mendukung segala usaha saya sehingga saya mendapatkan semangat dan motivasi yang baru dari mereka. Dan 4 bulan berlalu, hari ujian pun datang. Pada hari pertama ujian, kepala sekolah saya mengumpulkan semua peserta ujian di lapangan untuk mengadakan doa bersama dan menyemangati kami agar rileks dan menjawab soal dengan sebaik mungkin. Event ini tidak saya lewatkan, saat itu saya benar-benar berdoa agar Allah memudahkan saya dalam menjawab soal sehingga dapat memberikan hasil yang terbaik. Sampai di ruang ujian saya berusaha tenang dan santai. Dalam 3 hari mengerjakan ujian alhamdulillah semua lancar dan tidak ada kendala-kendala berarti yang saya temui. Dan pada saat hasil ujian diumumkan alhamdulillah saya lulus dan mendapatkan nilai yang di luar dugaan saya sama sekali karena nilai saya tersebut masuk dalam 20 nilai terbaik di sekolah. Saya benar-benar bersyukur kepada Allah yang telah memberikan saya kemudahan dalam melewati semua itu dan memberikan kepada saya kebahagiaan yang tiada habis-habisnya.<br />Pengalaman mengikuti ujian, terakhir saya rasakan ketika ujian SMA ditahun 2007. Mengikuti ujian di SMA berbeda rasanya jika dibandingkan mengikuti ujian di SD ataupun di SMP. Ujian Nasional SMA tidak begitu membuat saya panik atau tertekan karena mungkin persiapan yang telah saya lakukan cukup banyak dan sekolah pun sangat membantu saya dalam menghadapi ujian tersebut. Persiapan mengikuti ujian nasional saya mulai dengan mengikuti bimbingan belajar Nurul Fikri (NF) setiap hari Jumat dan Sabtu. Di sana saya mendapatkan latihan soal-soal dan pendalaman materi yang lumayan dapat membantu saya memahami pelajaran-pelajaran yang diujikan. Selain itu disana juga dilaksanakan try out untuk mengerjakan soal-soal agar saya dapat menghadapi kondisi pada saat UN itu seperti apa dan bagaimana. Sekolah saya pun kemudian mengadakan kegiatan pendalaman materi setiap hari Sabtu dan Minggu dan kegiatan try out yang dilaksanakan setiap 2 minggu sekali di hari Jumat. Sebenarnya saya sempat jenuh dan muak juga karena setiap hari selalu bertemu dengan soal-soal dan tidak ada waktu libur untuk beristirahat. Karena itulah beberapa minggu menjelang UN saya jatuh sakit beberapa hari. Untungnya tidak terlalu parah dan kondisi kesehatan saya cepat pulih kembali. Pada hari H ketika ujian dilaksanakan saya berangkat terlalu pagi sehingga sampai di sekolah ternyata masih sepi. Kesempatan ini saya gunakan untuk membaca-baca sedikit materi yang akan diujikan hari itu. 3 hari saya lalui seperti itu dan tak terasa ujian telah selesai. Dalam ujian kali ini tidak ada hambatan atau sesuatu yang menyulitkan saya. Saya juga merasa tidak sia-sia mengorbanan waktu, biaya dan pikiran saya demi lancarnya ujian saya. Ketika pengumuman hasil ujian diberikan saya sangat senang karena siswa di sekolah saya lulus 100%. Saya sudah tidak peduli berapa nilai ujian saya, karena yang saya pikirkan adalah satu ujian telah saya lalui sebelum menuju uijan yang selanjutnya yang akan menentukan masa depan saya yaitu SPMB. Dan saya sangat bersyukur dengan semua itu. Terima kasih Ya Allah untuk semua nikmat yang tiada habisnya Engkau berikan kepadaku.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br />3.1 Kesimpulan<br />Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional atau yang sering disingkat UASBN merupakan ujian akhir bagi siswa-siswa sekolah dasar yang wajib diikuti oleh para siswa sekolah dasar kelas VI guna melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Pelaksanaan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) yang telah dilakukan di sekolah-sekolah dasar selama kurang lebih 2 tahun ini mengakibatkn pro dan kontra. Namun di balik itu semua saya yakin pasti pemerintah selalu berusaha sekuat tenaga demi tercapainya pendidikan yang mengedapankan peningkatan mutu pendidikan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik.<br />Dalam kunjungan saya ke SDS. Borobudur Jakarta dan mewawancarai kepala sekolahnya yaitu Ibu Purwanti, dapat saya simpulkan bahwa persiapan kegiatan UASBN di sekolah tersebut sudah cukup maksimal. Dimulai dari persiapan yaitu dengan mengadakan try out-try out yang berguna bagi siswa agar siswa dapat lebih mendalami materi pelajaran yang akan diujikan serta melatih mental mereka menghadapi UASBN yang sebenarnya. <br />Namun seiring berjalannya waktu terkadang siswa merasa jenuh dan stres dengan keseharian mereka menghadapi soal-soal sehingga membuat guru-guru menjadi sedikit khawatir. Tetapi guru-guru disana selalu memberi motivasi terhadap siswa-siswanya agar selalu semangat dan berusaha yang terbaik agar nantinya jug mendapatkan hasil yang terbaik. Disinilah peran guru dan orang tua sebagai pendidik di sekolah dan di rumah. Apabila anak sedang mengalami kebosanan dan stres maka guru dan orang tua dapat menyemangati mereka dan membuat mereka lebih bersemangat lagi untuk menghadapi UASBN.<br />Dalam pelaksanaan UASBN di sekolah swasta seperti SDS. Borobudur sama saja seperti sekolah lain, hanya saja yang membedakan di sekolah swasta terdapat biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian naskah soal UASBN itu. Dan hal itulah yang menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan UASBN di SDS. Borobudur. Walaupun mereka sudah menetapkan kebijakan dengan menaikkan biaya SPP bagi siswa kelas VI sejak awal tahun ajaran baru ketika mereka naik ke kelas VI, namun terkadang ada beberapa wali murid yang masih keberatan akan hal itu. Dan hal tersebutlah yang akan terus di berikan jalan keluar sehingga permasalahan ini tidak terus menjadi penghambat berjalannya pelaksanaan UASBN.<br />Target SDS. Borobudur tahun ini dalam pelaksanaan UASBN adalah meluluskan siswa-siswanya 100%. Dan untuk mencapai itu sekolah akan terus berusaha dalam mempersiapkan siswa-siswanya dalam menghadapi UASBN sehingga harapan mereka untuk meluluskan siswanya 100% akan dapat terwujud.<br />Temuan yang saya dapat ketika saya melakukan observasi di SDS. Borobudur Jakarta adalah sekolah ini memiliki kebijakan yang sangat membantu para siswa dalam pembelian soal-soal UASBN dikarenakan mereka berstatus sebagai sekolah swasta. Saya pikir kebijakan tersebut sangatlah tepat dilakukan agar tidak memberatkan para siswa. Selain itu hubungan antara orang tua murid dengan sekolah maupun yayasan sangatlah dekat, hal tersebut membuat para orang tua siswa sangat percaya dan tidak menyesal karena anak-anak mereka bersekolah di sekolah ini. Sikap kekeluargaan sekolah ini memang sangat terasa ketika saya melakukan observasi disana. Semoga hal tersebut bisa terus ditingkatkan oleh sekolah ini agar nantinya sekolah ini dapat menjadi sekolah yang lebih maju lagi di masa yang akan datang.<br /><br />3.2 Saran<br />Pelaksanaan UASBN di sekolah-sekolah dasar saya rasa sudah cukup tepat. Karena sudah jelas tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan UASBN adalah menilai pencapaian kompetensi secara nasional dan hasil UASBN tersebut dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan bagi pemetaan mutu satuan pendidikan, seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.<br />Namun mungkin saran saya, sebaiknya pemerintah secara merata harus memperhatikan kekurangan apa saja yang masih ada dalam pelaksanaan UASBN tersebut. Apakah standar minimal kelulusan itu telah dapat mewakili seluruh potensi siswa di seluruh Indonesia ini atau belum, karena jika tidak, pemerataan kualitas dan mutu pendidikan tidak akan terbagi secara merata dan nantinya itu akan membuat pendidikan di Indonesia akan semakin terpuruk. <br />Lalu pembiayaan bagi siswa-siswa yang kurang mampu seharusnya ditambahkan, karena melihat dari hasil wawancara saya dengan kepala sekolah SDS. Borobudur masih banyak orang tua murid yang merasa keberatan akan hal itu walaupun memang kembali ke orangtua masing-masing dalam mempertimbangkan anak-anak mereka masuk ke sekolah swasta itu karena apa.<br />Tapi usaha pemerintah dalam mewujudkan sistem pendidikan yang baik haruslah diberi dukungan selama itu tidak merugikan para peserta didik maupun orang-orang yang terlibat di dunia pendidikan ini. Sebagai warga negara yang baik kita hanya bisa mendoakan agar semua kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pemerintah akan dapat membawa pendidikan Indonesia menjadi lebih maju. Amin.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.<br />Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.<br />Mursell, J. dan S. Nasution. 2002. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara.<br />Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.<br />www.bsnp-indonesia.org<br />http://pontianakpost.com<br />http://beritasore.com/2008/07/22/279929-warga-sumut-buta-aksara/<br />http://www.poskupang.com/main/cont.php?content=file_detail&jenis=11&idnya=19426&detailnya=1<br />http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/<br />http://www.sil.org/lingualinks/literacy/referencematerials/GlossaryOfLiteracyTerms/WhatIsEvaluation.htmAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-60383870923910464372009-05-24T23:47:00.000-07:002009-05-24T23:48:25.009-07:0025.000 Siswa di Nabire TerlantarOleh : ROW<br />Nabire, Para guru sekolah dasar di Kabupaten Nabire, Papua, sepakat melanjutkan mogok mengajar. Hingga Senin (17/9) ini aksi mogok mengajar para guru itu sudah memasuki pekan keempat.<br /><br />Artinya, selama tiga pekan belakangan ini sebanyak 25.000 siswa SD di Nabire telantar. Mereka tidak mendapatkan hak mereka untuk belajar. <br /><br />Atas aksi mogok para guru itu, Wakil Gubernur Papua Alex Hesegem menyatakan baru akan menurunkan tim dan masih menunggu laporan sementara dari Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua. Salah satu pemimpin aksi mogok mengajar, Yusak Ernes Tebay, menyatakan, dalam rapat guru yang dilakukan Jumat lalu disepakati agar mogok mengajar dilanjutkan. <br /><br />"Kami tetap akan mogok mengajar sampai ada penjelasan soal penggunaan dana alokasi khusus (DAK) dari pemerintah pusat bagi perbaikan sejumlah sekolah. Sebelum ada penjelasan ke mana larinya dana itu, mogok mengajar akan dilanjutkan," kata Kepala Sekolah SD Inpres Digiya itu. <br /><br />Penyimpangan anggaran <br /><br />Sebagaimana diberitakan, sebanyak 1.079 guru SD di Kabupaten Nabire mogok mengajar untuk menyikapi dugaan penyalahgunaan DAK perbaikan sarana dan prasarana sekolah tahun 2003-2007. <br /><br />Para guru menyatakan, dana alokasi khusus itu seharusnya digunakan untuk merehabilitasi ruang belajar, sanitasi sekolah, pengadaan mebel, renovasi rumah dinas guru, pengadaan sarana dan prasarana perpustakaan sekolah, serta pengadaan alat peraga. <br /><br />Tebay mengatakan, mogok itu bermula dari ditemukannya sejumlah dokumen pertanggungjawaban dana alokasi khusus yang mengatasnamakan sejumlah SD, termasuk SD Inpres Digiya, yang tidak pernah menerima penyaluran DAK itu. Tebay juga menyatakan tanda tangannya telah dipalsukan dalam dokumen pertanggungjawaban DAK itu. <br /><br />Hingga Sabtu, sebanyak 196 SD di Nabire lumpuh dan tidak bisa menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. <br /><br />Wakil Gubernur Papua menjelaskan, dirinya telah mengetahui para guru SD di Nabire mogok mengajar. Akan tetapi, ia menyatakan, sampai Sabtu lalu belum ada laporan mengenai duduk masalah yang memicu aksi mogok mengajar itu. "Saya belum mendapat laporan apa yang menyebabkan anak-anak tidak (bisa) bersekolah," kata Hesegem. <br /><br />Ia mengakui, ada sejumlah dugaan bahwa proyek perbaikan sarana-prasarana tidak sampai. Untuk itu, dia akan mengirimkan tim untuk mencari keterangan soal duduk perkara kenapa para guru sampai mogok. <br /><br />(sumber: kompas)<br /><br />http://www.infopapua.com/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=4777&title=25.000%20Siswa%20SD%20di%20Nabire%20Telantar%20...by.Jier-TrendoAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-55407490434448328102009-05-24T23:30:00.000-07:002009-05-24T23:34:19.224-07:00Gedung SD Banyak Rusak, Pendidikan TerlantarCita-cita pemerintah Provinsi Banten untuk menciptakan Banten Cerdas pada tahun 2009, nampaknya masih sebatas isapan jempol. Buruknya sarana dan pra sarana pendidikan masih menjadi potret buram dunia pendidikan di Banten. <br />Sebagai sarana menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, infrastruktur pendidikan merupakan salah satu penunjang penting yang dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menghasilkan kualitas kegiatan belajar mengajar yang baik. Namun, pada kenyataannya, berbagai program pembangunan di sektor ini belum mampu menuntaskan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan buruknya infrastruktur.<br />Salah satu bukti buramnya wajah dunia pendidikan di Banten adalah kondisi sekitar 40 persen gedung SD di Kecamatan Kota Serang yang tidak layak digunakan. Selain karena tidak memenuhi standar, kondisi ruang kelas pun banyak yang tidak sehat dan tidak bersih. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kubang merupakan salah satu dari sekian sekolah dasar yang mengalami kerusakan. Meski letaknya di pusat Kota Serang dan hanya berjarak beberapa ratus meter dari Kantor Gubernur Banten, bukan berarti keberadaannya akan mudah ditemui. Letaknya di pinggir sungai dan berada di dalam lingkungan penduduk membuat sekolah itu sulit dicari bagi siapapun yang belum pernah ke SD ini sebelumnya.<br />Dedi Setiyadi, Kepsek (Kepala Sekolah) SDN Kubang ini mengeluhkan kondisi sekolah ini yang menurutnya mengalami banyak kekurangan dan kerusakan. Dengan retaknya beberapa tembok dan hampir roboh, pondasi salah satu ruangan yang sudah turun, serta kondisi lantai yang belum terkeramik membuat proses belajar mengajar tidak nyaman. <br />“Walau tidak nyaman, tapi kami mau tidak mau harus tetap mengajar,” terang Dedi.<br />Kondisi sekolah dan sarana-prasarana yang tidak memadai, menurut Dedi. membuat para orang tua enggan untuk menyekolahkan anak-anaknya di SD Kubang. Adapun mereka yang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah itu, lebih disebabkan karena tidak adanya pilihan lain akibat himpitan ekonomi.<br />Karena jarangnya para orang tua murid yang hendak menyekolahkan anaknya di sekolah ini membuat siswa yang ada di sekolah ini secara keseluruhan hanya berjumlah seratus lima anak. Siswa yang paling banyak adalah siswa kelas satu yang berjumlah tiga puluh orang dan Siswa kelas enam yang berjumlah tujuh belas orang, itu pun masing-masing hanya satu kelas.<br />“Memang sarana dan prasarana di sekolah ini kurang memadai, namun SDM (Sumber Daya Manusia) di sekolah ini berani diadu,” tantang Dedi.<br />Hingga saat ini, SD yang berada tepat di pinggir sungai itu belum memiliki rencana untuk membangun dan memperbaiki sekolah ini karena tidak adanya dana. “Hingga saat ini belum ada donatur yang bersedia membantu sekolah kami,” terangnya<br />Dedi mengatakan, mengenai kondisi sekolah ini pihaknya sudah sering mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah, namun belum pernah dapat bantuan. “Sekolah ini tidak masuk prioritas utama,” sindirnya. <br />Dalam kesempatan itu, Dedi juga menginginkan agar pihak pemerintah datang dan menyaksikan sendiri bagaimana keadaan sekolah yang berada di tengah-tengah kota itu. Ia mengatakan bahwa pemerintah tidak adil, SD yang kondisinya sudah bagus dan sarana prasarananya sudah memadai tetap mendapat bantuan.<br />Mengenai ketidakadilan yang dikeluhkan oleh Dedi, Kepala Bidang (Kabid) Taman Kanak-kanak (TK)/ SD, H. Odjat Sukardjat mengatakan pemerintah saat ini sangat selektif. Pemerintah mengutamakan sekolah-sekolah yang bangunannya tidak layak terlebih dahulu. Ia mengakui, saat ini, setidaknya 40 persen Sekolah Dasar (SD) di seluruh wilayah Kota Serang kondisinya sudah tidak layak pakai. <br />Menurutnya, kategori SD tidak layak, menurut Odjat saat ditemui di tempat kerjanya pada Kamis (5/3) adalah atap berlubang, tembok rusak atau mau roboh, lantai belum dikeramik, dan berdebu. Ia menyerukan kepada pihak sekolah agar bangunan-bangunan yang tidak layak itu segera dikosongkan dan siswanya disuruh belajar di rumah masing-masing.<br />“Belajar di rumah masing-masing, bukan libur,” tegasnya<br />Mengenai SD atau sekolah-sekolah yang sudah bagus dan sarana-prasarananya sudah memadai tetapi tetap mendapatkan bantuan Odjat dalam kesempatan itu juga mengatakan bahwa hal tersebut bisa terjadi lantaran ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.<br />“Saat ini harus ada perubahan, kejadian-kejadian seperti itu tidak akan terjadi lagi,” tegas Odjat.<br /><br />MTS MA Ambrol<br />Bukti lain akibat ketidakpedulian pemerintah adalah ambrolnya Gedung Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathlaul Anwar Langensari di Kecamatan Saketi, Jum’at (6/03) lalu. Sekolah ini ambrol akibat kondisinya yang sudah rapuh karena hingga saat ini belum pernah “dilirik” pemerintah. Runtuhnya gedung sekolah mengakibatkan aktifitas belajar mengajar terganggu<br />Kendati tidak menimbulkan korban jiwa, namun peristiwa tersebut tetap membuat pihak sekolah merasa khawatir akan terjadi runtuhan susulan, lantaran sisa bangunan yang ada saat ini kondisinya pun sangat memprihatinkan.<br />Dalam hal ini, Kepala Sekolah Muhaimin merasa khawatir dengan bangunan Sekolah Madrasah Tsanawiyah MA ini tidak mampu menunggu hingga bantuan turun dari pemerintah terkait. “Saat ini, ruangan kelas yang ada di MTs ini kondisinya sudah tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar,” kata Muhaimin kepada Koran Banten belum lama ini. <br />Hal yang sama dikatakan salah satu guru MTs Mathlaulanwar Amri. Dirinya mengaku merasa sangat khawatir dengan kondisi bangunan sekolah kondisinya sudah tidak layak disebut sebagai ruang kelas.<br />“Saya sangat berharap kepada pemerintah maupun stakeholder untuk membantu dan lebih memperhatikan dunia pendidikan,” tandasnya.<br />Di tempat terpisah, Kepala Kantor Departemen Agama (DEPAG) Kabupaten Pandeglang, Maman Faturahman, mengaku belum mendapat laporan soal runtuhnya gedung MTs Mathlaul Anwar. Untuk tahun 2009, menurutnya, Kandepag Kabupaten Pandeglang sedang berkonsentrasi memperbiki sarana dan prasarana di Madrasah Ibtidaiyah Karena dananya yang terbatas. “Baru 2010 nanti saya akan membabat habis sekolah-sekolah yang perlu di rehabilitasi,” kata Maman. <br />Terpisah, pengamat pendidikan asal Serang, Agus Muharram menilai ketidakpedulian pemerintah terhadap sektor pendidikan merupakan cermin masih rendahnya kesadaran pemerintah untuk menciptakan SDM yang berlkualitas di Banten. Ia menuding, selama ini pemerintah lebih cenderung membangun infrastruktur ekonomi ketimbang infrastruktur pendidikan.<br />“Padahal, tanpa pendidikan yang memeadai, segala infrastruktur ekonomi yang yang dibangun akan menjadi percuma, karena penggunanya adalah orang-orang yang tidak berpendidikan,” jelas alumni Universitas Ahmad yani, Cimahi ini kepada Koran Banten.<br />Lebih lanjut, pria yang pernah menjabat sebagai Kepala Sekolah di SMA Terpadu AS Syarief ini meminta pemerintah untuk segera mengalihkan prioritas pembangunan kepada sektor pendidikan. Lantaran, kata Agus, yang terpenting dari pembangunan itu sendiri adalah menciptakan SDM-SDM yang mampu mengisi pembangunan yang hamnya bisa dicapai melalui pendidikan. (END/AAL/YUD)<br /><br />http://www.koranbanten.com/2009/03/11/gedung-sd-banyakAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-53149900102170648322009-05-24T23:29:00.000-07:002009-05-24T23:30:35.778-07:00Penuhi Dulu Sarana-Prasarana “Perbaikan Ruang Kelas Butuh Rp 13,75 Triliun”Oleh : ELN<br />Jakarta, Kompas - Dengan adanya standar nasional, pemerintah dituntut menambah alokasi dana agar standar ketentuan sarana dan prasarana minimal untuk SD, SMP, SMA, atau sederajat terpenuhi. Penyediaan sarana dan prasarana tersebut tidak berhenti pada tersedianya gedung sekolah yang layak. <br />"Adanya standar ini seharusnya memacu pemerintah untuk serius menyediakan anggaran pendidikan minimal 20 persen di APBN," kata Wakil Koordinator Education Forum Yanti Sriyulianti, Sabtu (22/12) di Jakarta. <br />Suyanto, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, mengatakan, pemenuhan penyediaan pendidikan yang berkualitas bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat saja karena sekarang sudah berlaku otonomi daerah. <br />Sementara Yanti menegaskan, masyarakat bisa menuntut pemerintah untuk memenuhi standar minimal soal lahan, gedung, jumlah siswa, perpustakaan, laboratorium, dan lain-lain. <br />Sekolah di daerah pedesaan dan terpencil kondisinya masih jauh dari standar minimum. Sebuah SD di Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, misalnya, satu kelas diisi 84 siswa. Halaman sekolahnya sempit, tidak ada jamban, perpustakaan, dan laboratorium. Guru berkantor di lorong kelas. Dari data tahun 2003, jumlah ruang kelas rusak di tingkat sekolah dasar ada 531.186 ruang. Tahun 2008 tersisa 203.052 ruang. Perbaikannya butuh dana sekitar Rp 13,75 triliun. <br />Standar nasional sarana dan prasarana pendidikan di tingkat dasar dan menengah dimuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD, SMP, SMA atau sederajat. Di sini diatur mengenai satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, serta ketentuan sarana dan prasarana. <br />Jumlah siswa per kelas untuk SD ditetapkan maksimal 28 orang, SMP dan SMA (32 orang). Jarak sekolah dari permukiman di daerah terpencil, untuk SD diusahakan maksimal tiga kilometer dan SMP berjarak maksimal enam kilometer. <br />Sarana dan prasarana di tingkat SD, terdiri dari ruang kelas, perpustakaan—bagi siswa dan guru, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, dan tempat bermain/berolahraga. <br />Untuk SMP ditambah ruang tata usaha, ruang konseling, dan ruang organisasi kesiswaan. Laboratorium SMA meliputi lab biologi, fisika, kimia, komputer, dan bahasa. <br /><br />http://64.203.71.11/kompas-cetak/0712/24/humaniora/4097436.htmAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-73386173098077450622009-05-24T23:25:00.000-07:002009-05-24T23:27:28.804-07:00Pengadaan sarana/prasarana sekolah harus jeliOleh : Ito-Tj<br />BANJARNEGARA - Para kepala sekolah diharapkan untuk jeli dan tidak terburu-buru, dalam memilih alat peraga untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan dan perpustakaan melalui dana alokasi khusus (DAK).<br />Hal tersebut disampaikan Koordinator Konsorsium Produsen Sarana Pendidikan Nasional (KPSPN) wilayah eks Karesidenan Banyumas, M Rudi Haryono, di sela-sela acara pameran alat peraga sarana pendidikan di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjarnegara, Sabtu (26/5). Pameran peraga sarana dan prasarana sekolah dilakukan bersamaan dengan penandatanganan rencana anggaran belanja (RAB) 83 sekolah dasar (SD). <br />’’Jangan sampai salah, dan harus sesuai dengan surat edaran menteri agar tidak berurusan dengan hukum,’’ kata Rudi.<br /><br />Menurut dia, sebelum mengambil keputusan, hendaknya melihat dulu kualitas dan isi sehingga sesuai dengan kebutuhannya.<br /> <br />Sementara itu menurut Kepala Seksi Kurikulum Disdik Banjarnegara yang juga sebagai Pejabat Pelaksana Tehnis Kegiatan DAK, Ahmad Kusmanto, tahun ini Banjarnegara mendapat Rp 18 miliar lebih dari pusat, untuk pengadaan alat peraga bagi sarana dan prasarana sekolah untuk 83 SD. <br />Alokasi DAK untuk 83 SD itu tidak sama, karena disesuaikan dengan tingkat kerusakan. ’’Sebagian besar Rp 250 juta, namun ada yang Rp 275 juta,’’ kata dia.<br />Keputusan sekolah<br />Pengelolaan DAK adalah swakelola dengan melibatkan partisipasi komite sekolah dan masyarakat sekitar. Acuan penggunaan DAK adalah rehabilitasi fisik berupa membangun ruang kelas, rumah dinas, kamar mandi dan WC, serta mebelair. Selain itu juga pengadaan sarana pendidikan dan perpustakaan. <br />Selain dari KPSPN, sejumlah rekanan yang ikut memeragakan sarana pendidikan dalam pameran tersebut adalah Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) dan KPI. Menurut Rudi Haryono, ada 20 penerbit yang tergabung dalam KPSPN yang mempamerkan produknya berupa buku atau alat peraga. ’’Dan dalam praktiknya melalui CV lokal Banjarnegara,’’ ujar dia. <br />Ahmad Kusmato mengatakan, keputusan mengambil barang dari mana adalah hak masing-masing sekolah. Beberapa sekolah ada yang menunda pengadaan sarana sekolah, karena masih fokus pada pembangunan fisik gedung sekolah dulu. <br /><br />http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3313&Itemid=59Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-66920910049173836502009-05-24T23:18:00.000-07:002009-05-24T23:24:11.855-07:00Tahun 2010 Kab. Bogor Harus Bebas Sekolah Rusak Wajar Terhambat SD RusakOleh : NN<br />TEKAD Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bogor untuk menuntaskan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun, ternyata tidak didukung dengan sarana dan prasarana sekolah. Hal tersebut terutama dari sisi kondisi dan kualitas sarana dan prasarana yang ada. Dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) akhir masa jabatan mantan Bupati Bogor Agus Utara Effendi, tercatat 26 persen gedung SDN di Kab. Bogor dalam kondisi rusak.<br />Ketua Komisi D DPRD Kab. Bogor, Arief Munandar mengatakan, dari data ruang kelas SDN di Kabupaten Bogor, tercatat ada 8.818 ruang kelas. "Di antaranya, sebanyak 6.569 ruang kelas dalam kondisi baik. Sedangkan sisanya, sebanyak 2.309 ruang kelas atau 26 persen dalam kondisi rusak berat," tutur Arief, Rabu (11/2), saat dihubungi Pakuan di DPRD.<br />Menurut Arief, kondisi ini disebabkan pemerintah pusat tidak menepati janji dalam melaksanakan program role sharing. Pada tahun 2006-2007, Depdiknas mencanangkan program role sharing dengan pembagian tanggung jawab masing-masing pemerintah pusat 50 persen, pemerintah provinsi 30 persen, dan pemerintah kabupaten 20 persen.<br />"Namun, realisasi anggaran program role sharing dari pemerintah pusat tidak mencapai 50 persen. Sedangkan provinsi dan kabupaten sudah menepati anggaran sesuai pos dalam APBD masing-masing. Kami berharap selambat-lambatnya dalam anggaran 2010 masalah ruang kelas rusak bisa diselesaikan," katanya.<br />Ganggu program<br />Disebutkan Arief dengan kondisi ini tentunya akan mengganggu program Disdik dalam mensosialisasikan program wajib belajar. "Bagaimana akan sukses program wajib belajar ini tanpa didukung dengan sarana dan prasarana yang ada," tuturnya.<br />Sukses tidaknya program yang akan dilakukan Disdik Kab. Bogor, tentu tidak akan bisa dilakukan dengan banyaknya bangunan SD yang rusak seperti sekarang ini. Sebab, sarana dan prasarana itu sangat menunjang sukses tidaknya program wajib belajar ini. "Kita akan coba tanyakan keseriusan pemerintah pusat terkait role sharing ini. Propinsi Jawa Barat dan Kab. Bogor sudah sesuai komitmen dalam mengalokasikan dana role sharing, tinggal bagaimana dengan pusat," ujarnya.<br />Komitmen Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan sendiri ditepati dengan pengalokasian dana 20% dalam APBD 2009. Termasuk tidak akan menyetujui APBD kabupaten/kota yang tidak menempatkan 20 persen bagi anggaran pendidikan. "Gubernur Jawa Barat mengatakan alokasi role sharing untuk Kabupaten Bogor sekitar Rp 21 miliar. Rencananya, ada 16 SD yang akan direhabilitasi melalui anggaran role sharing," ujar Arief.<br />Alokasi dana<br />Dari Dinas Pendidikan Kab. Bogor sendiri diperoleh data alokasi APBD 2009 Kab. Bogor untuk anggaran pendidikan dialokasikan Rp 600 miliar. Jumlah itu meliputi biaya langsung dan tidak langsung. "Biaya langsung sekitar Rp 126 miliar. Sisanya, biaya gaji guru atau tenaga pendidik," kata Humas Disdik Kab. Bogor, Ronny Kusmaya.<br />Untuk tahun ini, tercatat ada perbaikan sekitar 500 ruang kelas SD/SMP/SMA yang rusak. Tahun ini Pemkab Bogor menggelontorkan dana Rp 17 miliar untuk merehabilitasi 143 SDN yang tersebar di Kabupaten Bogor. "Rehabilitasi ini, membuat Ruang Kelas Baru (RKB), membangun gedung baru/relokasi, sampai pengadaan mebel. Anggarannya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pusat dan role sharing," kata Rony.<br />Rehabilitasi gedung ini merupakan aspirasi masyarakat pada Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) mulai dari tingkat desa sampai kabupaten. Tahun ini, pemerintah pusat mengalokasikan rehabilitasi SDN di Kabupaten Bogor melalui DAK lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yakni Rp 31 miliar untuk 123 SDN. Tiap sekolah mendapat alokasi Rp 250 juta. Tahun lalu, pemerintah pusat hanya mengalokasikan rehabilitasi 14 sekolah untuk Kabupaten Bogor.<br />Pembebasan lahan<br />Selain itu, Pemkab Bogor bakal mengucurkan Rp 1,2 miliar yang bersumber dari dana APBD untuk membangun RKB yang tersebar di 78 sekolah se-Kabupaten Bogor. Artinya, ada penambahan kelas tanpa harus membangun gedung sekolah baru.<br />Pemkab juga bakal membebaskan lahan untuk 4 SDN. Di antaranya, di Kecamatan Megamendung, Ciseeng, Gunungputri, dan Babakanmadang. Khusus untuk Kecamatan Megamendung, relokasi sekolah seluas 5.000 meter persegi sangat penting mengingat sekolah tersebut pernah mendapat musibah longsor hingga menewaskan seorang guru.<br />Pemkab Bogor juga merelokasi 8 sekolah, lalu membangun gedung baru di Kecamatan Bojonggede, Babakanmadang, Leuwiliang, Tajurhalang, Cibinong, Leuwisadeng, dan dua sekolah di Kecamatan Ciawi. Untuk merealisasi program tersebut butuh dana sebesar Rp 1,8 miliar. "Diproyeksikan pelaksanaan ini akan dilakukan pada tahun 2009 ini," jelas Ronny. (PK-3)***<br />Sumber : PIKIRAN RAKYAT<br /><br />http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=59496Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-84246126685437744052009-05-24T23:15:00.000-07:002009-05-24T23:18:30.781-07:00Rp. 20,5 miliar DAK Selesaikan Pembangunan 82 SD di NiasSebesar Rp20,5 miliar Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan Tahun Anggara (TA) 2007, selesaikan pembangunan dan rehabilitasi serta pengadaan berbagai fasisitas sarana dan prasarana di 82 sekolah Dasar (SD) di Nias.<br />Kasubdis Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan pendidikan Nasional, Senin (9/6) di ruang kerjanya mengatakan, pada pelaksanaan DAK itu Dinas pendidikan tetap berpedoman pada petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional nomor 4 tahun 2007.<br />Penggunaan dana sebesar itu di masing-masing sekolah sesuai petunjuk acuan yakni pertama rehabilitasi fisik persekolah Rp150 juta, khusus untuk kegiatan pembangunan /rehabilitasi rumah dinas apabila tidak ada atau tidak diperlukan maka dananya dialihkan untuk rehabilitasi gedung sekolah/ruang kelas atau pengadaan rehabilitasi sumber dan sanitasi air bersih serta kamar mandi dan wc serta pengadaan perbaikan ruang kelas. Sehingga setiap 1 unit sekolah selain pembangunan fisik di tambahkan pengadaan sarana-prasarana sekolah.<br />Hasil liputan Analisa di SDN Nomor 070987 Fadoro Kecamatan Gunungsitoli, telah dibangun 3 lokal rehabilitasi berat (RB) ruang kelas sanitasi dan pengadaan komputer dan mesintik serta buku-buku perpustakaan sekolah, sehingga aktifitas proses belajar mengajar di sekolah itu berjalan lancar dari bulan sebelumnya karena adanya sarana dan prasarana sekolah yang memadai, jelas kepala SDN Fadoro. F. Telaumbanua yang telah 24 tahun menjadi guru biasa tapi kini telah menjadi seorang kepala sekolah itu.<br />Di SDN 076059 Hololawa kecamatan Gunungsitoli Alo’oa gedung tersebut yang tidak banyak digunakan sebagai tempat proses belajar mengajar telah dibangun dengan baik dan berbagai sarana prasarana juga ada dari DAK. Aku, kepala sekolah B. Laoly fasilitasi itu telah menambah dukungan besar bagi kegiatan proses belajar mengajar di sekolah itu.<br />Harapannya masih banyak sekolah lain yang tersebar di Nias sangat membutuhkan berbagai sarana prasarana sekolah sebagai pendukung proses belajar mengajar yang sangat kurang selama ini dan fasilitas tersebut begitu diperlukan para guru dan para murid demi mengejar perkembangan pendidikan saat ini, harap kepsk Hololawa dan Kepsek Fadoro. (esp) (Analisa, 12/06/08)<br /><br />http://niasonline.net/2008/06/12/rp205-miliar-dak-selesaikan-pembangunan-82-sd-di-nias/Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-838925962017791142009-05-24T23:12:00.000-07:002009-05-24T23:14:22.559-07:00Lebih dari Separuh SD di Riau Kekurangan SaranaOleh : nel<br />Pekanbaru, Kompas - Dari sekitar 150.000 bangunan sekolah dasar di Provinsi Riau, lebih dari 60 persennya dinyatakan kekurangan sarana pendukung. Masalah umumnya adalah bangunan sekolah sempit yang hanya untuk ruang kelas dan guru, tidak adanya ruang terbuka untuk menunjang kegiatan ekstrakurikuler siswa, dan minimnya alat bantu belajar-mengajar.<br />Menurut pemerhati masalah pendidikan Riau yang juga mantan Direktur Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Djauzak Ahmad, Kamis (19/5), di Kota Pekanbaru dan kawasan perkotaan lainnya luas kompleks bangunan sekolah tak lebih dari 2.500 meter persegi.<br />"Ini amat sempit untuk ukuran kebutuhan aktivitas siswa. Belum lagi kenyataan banyaknya bangunan sekolah yang sudah tak layak lagi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar," katanya.<br />Maka Djauzak mengingatkan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk memenuhi janjinya memperbaiki sarana prasarana sekolah. Realisasi janji tersebut diharapkan segera mulai tahun 2005 ini, jangan sampai semuanya hanya dalam tataran retorika politik saja.<br />Realisasi jauh dari target<br />Pernyataan serupa dilontarkan Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Soemardhi Thaher yang juga anggota DPD. Menurut dia, realisasi penggunaan dana untuk peningkatan mutu pendidikan di Provinsi Riau tahun 2004 masih jauh dari target. Usaha peningkatan mutu di bidang pendidikan ini dinilai tidak keruan karena hanya terpakai 5-10 persen dari total dana Rp 400 miliar lebih.<br />Terlepas dari penyalahgunaan dana, dunia pendidikan di Riau memang masih membutuhkan kucuran bantuan untuk peningkatan mutu pengajar, sarana, dan prasarana fisik sekolah. Selama 10 tahun terakhir mutu pendidikan di Riau dinilai lamban peningkatannya. Dari total 4,5 juta jiwa penduduk Riau, jumlah warga yang tamat sekolah dasar baru 64,67 persen.<br />Rendahnya angka kelulusan tingkat dasar ini bukan semata-mata alasan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi Riau per tahun melampaui 4,5 persen. Demikian pula produk domestik bruto per kapita yang mencapai Rp 13,2 juta. Soemardhi mengatakan, rendahnya minat belajar formal warga Riau turut ditunjang oleh minimnya sarana dan prasarana pendidikan.<br />Potret kondisi SD yang mengkhawatirkan terlihat pada kondisi SD Negeri 035 Pematang Duku, Kabupaten Bengkalis, yang hanya memiliki tiga ruang kelas dan satu ruang guru. Akibatnya, para murid terpaksa belajar di emperan kelas dengan lembar terpal guna menghindari terik matahari. Sebagian lagi harus belajar di tempat parkir motor.<br />Tragisnya, di Kota Pekanbaru pun terdapat SD yang masih rusak parah, yaitu SDN 015 di Jalan Nelayan, Rumbai, Pekanbaru. Bangunan dari susunan papan kayu dan berbentuk panggung ini tidak pernah direnovasi selama 15 tahun terakhir. Beberapa dinding kayu telah lapuk, dinding penyekat antarkelas banyak berlubang, dan atapnya runtuh sebagian. Fasilitas kamar kecil sudah lama tidak tersedia di SD yang terletak di pinggir Sungai Siak ini. <br /><br />http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0505/20/humaniora/1762796.htmAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-23779267182172076092009-05-24T23:07:00.000-07:002009-05-24T23:11:43.952-07:00Memilukan, Kondisi Sarana dan Prasarana SD di JambiOleh : NAT<br /><br />Jambi, Kompas <br />Masalah pendidikan dasar di Provinsi Jambi kini sangat memilukan sekaligus memperihatinkan, akibat hampir 400 dari sekitar 2.000 gedung sekolah dasar (SD) yang ada kini dalam kondisi tidak layak pakai karena rusak berat. Namun, karena perbaikan atau rehabilitasi tidak dilakukan akibat ketiadaan dana, sekolah yang sudah tidak layak pakai sejak awal tahun lalu itu saat ini masih digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar. <br />Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dalam Rapat Paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi dalam rangka memperingati ulang tahun ke-45 provinsi tersebut, Minggu (6/1), mengatakan bahwa kondisi bangunan dan peralatan sebagian SD di daerah-daerah sangat menyedihkan, tidak layak lagi digunakan. Ada SD yang yang setiap kelas hanya memiliki lima bangku dan empat kursi, padahal jumlah murid per kelas berkisar antara 30 hingga 35 orang. <br />Atap bocor, dinding lusuh, semen lantai kelas sudah terkelupas tinggal tanah, pekarangan becek dan rusak menjadi pemandangan biasa. Hewan ternak bukan hanya leluasa masuk pekarangan sekolah, tetapi juga hingga ke ruang kelas. SD-SD yang tidak layak pakai tersebut tersebar di berbagai kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanjung Jabung Timur, Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Merangin, Bungo, Tebo, Kerinci, dan Kota Jambi. <br />Rapat Paripurna Istimewa DPRD tersebut dipimpin Ketua DPRD Provinsi Jambi Nasrun Hr Arbain. Hadir pada kesempatan itu mantan Gubernur Jambi periode 1979-1989 Masjchun Sofwan SH, Ny RM Nur Atmadibrata (istri mantan Gubernur Jambi RM Nur Atmadibrata), Muspida Provinsi Jambi, serta para bupati/wali kota dan tokoh-tokoh masyarakat. <br />Sisihkan dana <br />Pemda Provinsi Jambi, kata Gubernur, secara sungguh-sungguh memperhatikan sarana dan prasarana pendidikan dasar yang hancur itu. Di era otonomi daerah sekarang ini, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap sarana dan prasarana pendidikan dasar adalah pemda kabupaten dan kota. Oleh karena itu, Pemda Provinsi Jambi sudah mengoordinasikan dan minta kepada para bupati dan wali kota agar secara sungguh-sungguh memperhatikan gedung SD yang tidak layak pakai di daerahnya. <br />Zulkifli mengharapkan pemda kabupaten agar menyisihkan sebagian dana untuk menyediakan, atau memperbaiki atau merehabilitasi sarana gedung yang rusak tersebut. Para bupati dipersilakan membangun kantor baru, gedung DPRD baru, kantor Bappeda baru, tetapi SD yang sudah hancur, rusak berat, dan sebagainya juga agar diperhatikan. <br />"Pemda Provinsi Jambi sudah berketetapan hati untuk secara sungguh-sungguh meningkatkan sumber daya manusia (SDM) daerah ini melalui pendidikan. Namun, kendalanya adalah sarana dan prasarana pendidikan, mulai dari SD, SLTP dan SMU, di mana seperti sekarang ini kondisinya parah," kata Zulkifli. <br />Zulkifli mengatakan, untuk mendongkrak SDM melalui peningkatan mutu pendidikan memang kendala utamanya terletak pada ketiadaan dana untuk memperbaiki dan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan itu sendiri. "Tanpa peningkatan SDM, pada masa yang akan datang putra-putri asal Provinsi Jambi akan jadi penonton. Kita semua jelas tidak rela melihat anak-anak Jambi di era globalisasi nanti menjadi pesuruh, satpam, dan sebagainya karena mutu SDM-nya rendah," ujarnya. <br />"Kita ingin pada masa datang putra-putri daerah ini jadi pemimpin yang andal, tenaga profesional, jadi pemimpin yang berkiprah di berbagai bidang kehidupan. Salah satu program yang ditempuh untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di daerah ini adalah dengan mengadakan kelas unggulan di setiap sekolah," kata Gubernur menambahkan. <br /><br />http://els.bappenas.go.id/upload/other/Memilukan.htmAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-88109289930708065652009-05-22T21:28:00.000-07:002009-05-22T21:29:25.398-07:002008, Pemkot Tingkatkan Sarana Prasarana SekolahOleh : uni<br />Pontianak,- Pemerintah Kota Pontianak akan meningkatkan proses belajar mengajar pada 2008 ini, untuk meningkatkan hasil Ujian Akhir Nasional (UAN). Demikian diungkapkan Walikota Pontianak, Dr H Buchary A Rahman di rumah jabatannya, kemarin pagi. “Untuk meningkatkan proses belajar mengajar ini, kita akan mengerahkan guru, murid dan para orangtua. Kita akan meningkatkan program orangtua untuk ikut secara aktif proses belajar siswa,” jelas Buchary. <br /><br />Selama ini, banyak orangtua yang menyerahkan pendidikan anaknya hanya pada sekolah dan tidak ikut berpartisipasi dalam pendidikan tersebut. Sehingga kadang, banyak orangtua yang tidak mengetahui kekurangan dan kelebihan anak dalam dunia pendidikan Bahkan, ada orangtua yang tidak pernah datang ke sekolah hingga anaknya lulus. ”Nantinya, kita menginginkan ada sistem dimana orangtua ikut belajar. Diperlukan pendekatan baru. Diharapkan dengan sistem tersebut bisa mencapai hasil UAN maksimal,” kata Buchary. <br /><br />Buchary mengaku setuju dengan peningkatan standar UAN saat ini. Namun, sekarang ini banyak orang yang menganggap dunia kiamat jika tidak lulus UAN. Padahal tidak lulus UAN merupakan kesuksesan yang tertunda. <br /><br />Disamping itu, pemerintah Kota Pontianak juga akan meningkatkan standar pendidikan SMPN 3 Pontianak. Sekolah tersebut akan menjadi sekolah berstandar internasional. Begitu pula dengan SMAN 1 Pontianak, akan ditingkatkan fasilitasnya dan ditingkatkan standar pendidikannya. ”Pada 2008 ini, pemerintah Kota Pontianak akan berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di Kota Pontianak. Diharapkan dengan peningkatan tersebut, bisa meningkatkan kualitas pendidikan. Minggu depan, saya akan ke Diknas untuk meminta bantuan dana peningkatan sarana pendidikan,” ujar Buchary. <br /><br />Buchary juga mengharapkan para guru juga bisa meningkatkan kinerjanya pada 2008 ini. ”Jangan hanya meminta tunjangan saja. Namun, bisa disertai dengan peningkatan kinerja,” timpal Buchary. (uni)< Pemerintah Kota Pontianak akan meningkatkan proses belajar mengajar pada 2008 ini, untuk meningkatkan hasil Ujian Akhir Nasional (UAN). Demikian diungkapkan Walikota Pontianak, Dr H Buchary A Rahman di rumah jabatannya, kemarin pagi. “Untuk meningkatkan proses belajar mengajar ini, kita akan mengerahkan guru, murid dan para orangtua. Kita akan meningkatkan program orangtua untuk ikut secara aktif proses belajar siswa,” jelas Buchary. <br /><br />Selama ini, banyak orangtua yang menyerahkan pendidikan anaknya hanya pada sekolah dan tidak ikut berpartisipasi dalam pendidikan tersebut. Sehingga kadang, banyak orangtua yang tidak mengetahui kekurangan dan kelebihan anak dalam dunia pendidikan Bahkan, ada orangtua yang tidak pernah datang ke sekolah hingga anaknya lulus. ”Nantinya, kita menginginkan ada sistem dimana orangtua ikut belajar. Diperlukan pendekatan baru. Diharapkan dengan sistem tersebut bisa mencapai hasil UAN maksimal,” kata Buchary. <br /><br />Buchary mengaku setuju dengan peningkatan standar UAN saat ini. Namun, sekarang ini banyak orang yang menganggap dunia kiamat jika tidak lulus UAN. Padahal tidak lulus UAN merupakan kesuksesan yang tertunda. <br /><br />Disamping itu, pemerintah Kota Pontianak juga akan meningkatkan standar pendidikan SMPN 3 Pontianak. Sekolah tersebut akan menjadi sekolah berstandar internasional. Begitu pula dengan SMAN 1 Pontianak, akan ditingkatkan fasilitasnya dan ditingkatkan standar pendidikannya. ”Pada 2008 ini, pemerintah Kota Pontianak akan berupaya meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di Kota Pontianak. Diharapkan dengan peningkatan tersebut, bisa meningkatkan kualitas pendidikan. Minggu depan, saya akan ke Diknas untuk meminta bantuan dana peningkatan sarana pendidikan,” ujar Buchary. <br /><br />Buchary juga mengharapkan para guru juga bisa meningkatkan kinerjanya pada 2008 ini. ”Jangan hanya meminta tunjangan saja. Namun, bisa disertai dengan peningkatan kinerja,” timpal Buchary. <br /><br />http://arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp?Berita=Metropolis&id=148765Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-35317144284355812132009-05-22T21:27:00.000-07:002009-05-22T21:28:38.498-07:00UN Harus Diikuti Peningkatan Sarana dan Prasarana SekolahSenin, 7 April 2008 | 15:44 WIB<br />Oleh : DIV<br />JAKARTA, SENIN - Ujian Nasional (UN) sebagai standar mutu pendidikan hendaknya diikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana sekolah serta tenaga guru. Jika tidak standar mutu yang ditetapkan selalu minimalis. Demikian komentar Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komarudin Hidayat terhadap UN saat ditemui dalam acara peluncuran Program Open, Distance and E-Learning untuk Transformasi Masyarakat Islam Melalui Pesantren di Hotel Nikko, Jakarta, Senin (7/4).<br />"Menurut saya jika penetapan standar tidak diikuti fasilitas sarana dan guru, maka implikasinya UN standarnya tidak naik-naik, selalu minimalis, selalu kalah bersaing dengan negara lain," kata Komarrudin.<br />Penyelenggaraan UN tanpa melengkapi sarana dan prasarana di seluruh wilayah Indonesia, lanjut Komarrudin juga merupakan ketidakadilan bagi mereka yang tidak memiliki fasilitas dan tenaga guru yang memadai. "Seperti sekolah-sekolah di daerah terpencil yang bangunannya tidak layak, gurunya cuma satu, sekolahnya bocor, kalau diperlakukan sama, yah kasihan," katanya.<br />Saat ditanya tentang pro kontra UN dijadikan sebagai syarat kelulusan, Komarrudin menjawab, "Karena (UN) sudah berjalan, kita ikuti saja, lalu disurvei plus-minusnya. Kalau saya belum bisa (memilih pro atau kontra) karena saya belum punya data-data yang akurat. Kita nggak bisa ngomong pernyataan politik tanpa ada data yang akurat, kalau selama ini kecenderungan orang kan hanya opini."<br />Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan saat ini tidak ada keresahan dalam masyarakat mengenai UN, semua pihak mendukung. "Tidak ada keresahan, yang ada kesigapan. Saya baca dimana-mana, baik koran pusat dan daerah, pemerintah daerah maupun orang tua supaya memberikan dukungan yang resahkan cuma wartawan," ujarnya.<br /><br />sumber : www.kompas.comAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-77526008441384507092009-05-22T21:18:00.000-07:002009-05-22T21:27:46.748-07:002008 Fokuskan Rehab dan Pembangunan Sarana Prasarana SekolahOleh : Harian Pelita <br /><br />Bogor, Pelita<br />Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor akan mengusulkan rehabilitasi 214 gedung Sekolah Dasar Negeri (SDN) yang tersebar di 40 kecamatan di Kabupaten Bogor pada 2008. <br />Selain rehab, Disdik juga mengusulkan pembangunan ruang kelas baru (RKB) untuk 61 sekolah, relokasi empat sekolah, pembangunan enam Unit Gedung Baru (UGB), dan revitalisasi satu sekolah.<br />Selain sekolah dasar, pada anggaran tahun 2008 mendatang Disdik juga mengusulkan rehabilitasi 14 SMPN, penambahan ruang kelas baru untuk 12 SMPN, pembangunan tiga USB SMPN, revitalisasi lanjutan SMPN 1 Ciawi, dan pengadaan lahan untuk lima SMPN. <br />Sementara untuk SMA, akan diusulkan pengadaan lahan untuk lima SMAN, perluasan SMKN Cariu, penambahan ruang kelas baru untuk sembilan SMAN, pembangunan tujuh USB SMAN, dan pembangunan UGB empat SMAN.<br />Usulan perbaikan atau rehabilitasi 214 gedung sekolah dasar itu akan kita sampaikan kepada Bappeda untuk kemudian dibahas dalam rapat panitia anggaran eksekutif dan legislatif untuk disetujui. Rehabilitasi 214 gedung sekolah dasar itu terbagi dua yaitu rehabilitasi ringan 81 sekolah dan rehabilitasi berat/sedang sebanyak 133 sekolah, kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Drs Adang Suptandar, Ak MM.<br />Besaran anggaran <br />Sementara itu Humas Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, Rony Kusmaya menjelaskan, ajuan Disdik tahun 2008 untuk memperbaiki sarana dan prasarana sekolah dasar dibutuhkan anggaran sekitar Rp69.194.884.000. <br />Perinciannya, rehababilitasi 214 gedung SD senilai Rp49.923.597.600 dan pembangunan RKB, UGB, revitalisasi serta relokasi mencapai Rp19.271.286.400. Untuk rehab ringan diperkirakan satu sekolah membutuhkan dana antara Rp150 juta sampai Rp200 juta. Sedangkan rehab ringan/berat membutuhkan dana Rp200 juta sampai Rp300 juta. Kalau pembangunan RKB dan UGB satu sekolah membutuhkan dana sekitar Rp400 juta, katanya.<br />Berdasarkan rekapitulasi pembangunan fisik Dinas Pendidikan, kata Rony, pada tahun 2005 sampai 2007 tercatat 3.200 ruang kelas sekolah dasar yang rusak. Sedangkan yang sudah dilaksanakan pada tahun 2006 dan 2007 tercatat 1.297 ruang kelas. Dalam merehab sekolah pada kedua tahun tersebut sumber dana berasal dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. <br />Jadi, masih ada 1.903 ruang kelas sekolah dasar yang rusak. Bila usulan 214 SD disetujui akan mengurangi jumlah ruang kelas yang rusak. Usulan rehab juga awalnya masukan dari tingkat bawah melalui Musrenbang kecamatan. Meskipun kita ketahui bahwa anggaran Disdik untuk tahun 2008 ini mengalami defisit hampir Rp350 miliar, dan Disdik sedang memangkas beberapa kegiatan untuk mengurangi defisit tersebut, katanya.<br />Bagaimana bila usulan tersebut tidak semua dikabulkan? Menurut Rony, Disdik akan mengambil langkah lain bila usulan rehabilitasi 214 sekolah tidak dikabulkan semua. Yaitu, akan mengusulkan kembali sekolah yang tidak mendapat dana dari APBD Kabupaten Bogor tahun 2008 melalui anggaran role sharing atau Dana Alokasi Khusus (DAK). Kita berharap penuntasan wajib belajar sembilan tahun terutama dari kualitas sarana dan prasarana sekolah bisa teratasi, ujarnya. (don/ck-58)<br /><br />http://www.hupelita.com/baca.php?id=39418Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-38757314661451114832009-05-22T21:16:00.000-07:002009-05-22T21:17:13.555-07:00Gubernur Jatim Ingin Standar UN NaikOleh : Kris R Mada <br /><br />SIDOARJO, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Timur Soekarwo menginginkan standar nilai ujian nasional naik. Hal itu dinilai lebih menguntungkan pelajar. <br /><br />Karwo mengatakan, dengan standar nilai terendah 5,5 belum sesuai dengan ukuran umum dalam dunia akademik. Lazimnya, standar terendah antara 6,0 hingga 7,0. Saya yakin bisa dinaikkan lagi, ujarnya di Sidoarjo, Rabu (22/4). <br /><br />Hal itu didasarkan pada hasil UN saat ini. Sekarang, semakin banyak pelajar mendapat nilai di atas 7,0. Hal ini menunjukkan pelajar sebenarnya berkualitas. Tinggal dipacu saja, tuturnya. <br /><br />Sementara Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Priyo Suprobo mengatakan, bagus bila standar UN minimal tujuh. Perguruan tinggi negeri (PTN) bisa menjadikan hasil UN untuk menyeleksi mahasiswa baru. Nilai tujuh dipakai untuk PMDK. Jadi, tidak jauh berbeda kalau UN segitu juga, ujarnya. <br /><br />Namun, itu dengan syarat UN berjalan sesuai norma. Kecurangan selama penyelenggaraan tidak ada sehingga ada kredibilitas hasilnya. <br /><br />Sumber: Kompas.Com <br />http://regional.kompas.com/read/xml/2009/04/22/Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-79376391248992737022009-05-22T21:14:00.000-07:002009-05-22T21:15:02.690-07:00Demi Kualitas, Standar Nilai UN Tahun Ini DinaikanJAKARTA, KOMPAS.com - Standar nilai kelulusan siswa peserta UN tahun ini naik menjadi 0,25 persen atau nilai rata-rata sebesar 5,50 untuk SMU dan 7,00 untuk SMK. Kenaikan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan daya saing siswa. Demikian hal tersebut dikatakan siang ini (Rabu/15/4) oleh Mungin Eddy Wibowo, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) di Gedung Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. <br /><br />Menurut Mungin, kenaikan itu diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan daya saing siswa secara bertahap sesuai dengan tingkat kemajuan yang dicapai melalui Standar Nasional Pendidikan (NSP. Dengan demikian, daya saing bangsa juga dapat meningkat dengan sendirinya. <br /><br />Untuk dapat dikatakan lulus Ujian Nasional SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SMPLB, serta SMALB tahun kelulusan 2008/2009 ini siswa harus mendapat nilai rata-rata sebesar 5, 50. Jumlah rata-rata tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,25 dibandingkan tahun lalu, ujar Mungin. <br /><br />Peserta UN dinyatakan lulus jika memenuhi standar nilai rata-rata minimal 5,50 untuk semua mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya, lanjut Mungin. <br /><br />Khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran Kompetensi Keahlian Kejuruan minimal sebesar 7,00 dan digunakan menghitung rata-rata syarat kelulusan UN. Sedangkan untuk Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) SD/MI/SDLB, kriteria kelulusan ditetapkan oleh setiap sekolah atau madrasah yang peserta didiknya mengikuti UASBN. <br /><br />Selain itu, kriteria juga ditetapkan melalui rapat dewan guru yang mencakup nilai minimum setiap mata-mata pelajaran yang diujikan dan nilai rata-rata ketiga mata pelajaran. Kelulusan UASBN akan digunakan sebagai pertimbangan penentuan kelulusan dari sekolah atau madrasah. <br /><br />Terkait tingkat kesulitan soal, Mungin menjelaskan, bahwa soal-soal ujian dikembangkan secara Nasional atau oleh Pusat, sehingga tidak akan memberatkan daerah. <br /><br />DEE,LTF <br /><br />Sumber: Kompas.Com <br />http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/04/15/1230455/Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-1948566048031068852009-05-22T21:13:00.000-07:002009-05-22T21:14:21.098-07:00Perguruan Tinggi Bentuk Komunitas Penjaminan MutuOleh : Indira Permanasari S <br /><br />JAKARTA, KOMPAS.com - Bertempat di kampus Universitas Bina Nusantara (Binus), melalui forum tersebut diharapkan perguruan tinggi dapat berbagi dan bertukar informasi banyak hal tentang sistem penjaminan mutu. <br /><br />Quality Management Center Manager Binus University, sekaligus anggota tim pembentuk formatur pengurus forum tersebut, David Sakti Satyawan, mengatakan, sistem penjaminan mutu secara internal merupakan otonomi perguruan tinggi. Penjaminan mutu perguruan tinggi tersebut meliputi segi akademis maupun non-akademis. <br /><br />Jaminan mutu merupakan indikator kesehatan suatu organisasi dan kinerja akademik universitas. <br /><br />”Perguruan tinggi menentukan sendiri seberapa bagus dan ketat pengawasan kualitasnya. Ini saatnya memperkuat kerja sama antarperguruan tinggi untuk mengembangkan sistem penjaminan mutu sebagai salah satu faktor meningkatkan daya saing,” ujar David. <br /><br />Pimpinan dan pengelola perguruan tinggi dalam forum tersebut akan berbagi informasi dan praktik-praktik penjaminan mutu terbaik mereka sehingga peserta komunitas dapat saling belajar. ”Semangat pembentukan komunitas ini adalah menjalin kerja sama untuk meningkatkan kualitas bersama,” ujarnya. <br /><br />Ditargetkan, pada masa mendatang akan semakin banyak perguruan tinggi yang bergabung dalam komunitas ini. Pada tahun 2010, forum akan meluaskan jangkauannya di Pulau Jawa dan ditargetkan tahun 2011 keanggotaan forum dari seluruh Indonesia. <br /><br />Jika penjaminan mutu secara internal semakin baik, David meyakini perguruan tinggi tidak akan kesulitan memenuhi ukuran dari penjamin mutu yang ditetapkan secara eksternal, seperti Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi. <br /><br />http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/04/14/09311445/Anggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-40189055903957284012009-05-22T21:07:00.000-07:002009-05-22T21:08:42.509-07:00UN dan Masa Depan BangsaOleh: Wienk Khoiruddin <br /><br />Gembar-gembor evaluasi akhir mulai terdengar bertanda seluruh siswa akhir harus mempersiapkan diri dalam menentukan berhasil atau tidak? Evaluasi akhir atau biasa disapa dengan Unjian Nasional (UN) sangat berperan besar untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan dan kualitas siswa selama belajar serta sebagai ujung tombak kelulusan. <br /><br />Pelaksanaan UN mulai d tingkat SMA atau sederajat tanggal 22-24 april dengan enam mata pelajaran dan SMP atau sederajat tanggal 5-8 mei dengan empat mata pelajaran. Adapun untuk SD atau sederajat 13-15 Mei dengan tiga mata pelajaran. <br /><br />Pada dasarnya, setiap siswa dan orang tua menginginkan anaknya lulus ujian, suatu anugerah terindah bila setelah ujian ternyata anaknya lulus. Pastinya semua orang menginginkan hal yang sama. Tapi bagaimana mungkin dalam ujian semua peserta lulus tentu ada yang tidak lulus dan kemudian kecewa terhadap UN sebagai standarisasi kelulusan. <br /><br />Pemantau independen <br /><br />Terkadang ada berapa sekolah merasa malu jika ada siswanya yang tidak lulus, takut rating sekolahnya menurun dan kualitas pendidikannya diragukan oleh halayak luas. Dan pada nantinya terjadi kebocoran oleh oknum-oknum terselubung, makanya di beritakan beberapa hari lalu bahwa soal Ujian Nasional pada tahun ini akan dikawal oleh aparat kepolisian. Tapi tidak menutup kemungkinan walaupun dijaga ketat oleh aparat kepolisian soal tidak akan bocor. <br /><br />Pengawasan pelaksanaan Ujian nasional 2007-2008 untuk tingkat SD, SMP, dan SMA serta yang sederajat akan terus ditingkatkan guna mencegah terjadinya kecurangan. Pengawasan ini akan melibatkan pemantau independen dari kalangan perguruan tinggi mulai diadakan sejak tahun lalu. <br /><br />Dari hasil investigasi inspektorat Jenderal departeman pendidikan Nasional (Depdiknas), tahun lalu memang ada kecurangan pelasanaan UN yang dilakukan pihak sekolah dengan membocorkan jawaban soal-soal UN. Depdiknas menginvestigasi sebanyak 37 kasus pelanggaran UN, yang sebagian besar berupa penyimpangan POS UN. <br /><br />Kecurang-kecurangan seperti ini memang sudah biasa terjadi pada setiap kali Ujian Nasional apalagi dengan standar kelulusan yang tinggi, perlakuan ini tidak lain dan tidak bukan bertujuan hanya untuk menjaga nama baik sekolah dan untuk memancing daya tarik para orang tua agar memasukkan anaknya ke sekolah tersebut. <br /><br />Penyelenggara dalam hal ini yang paling bertanggungjawab adalah DEPDIKNAS sebagai pemegang penuh masalah UN untuk terus menjaga keabsahan soal, dan jangan sampai menjual-belikan soal kepada orang-orang berduit. Karna kalau sampai terjadi kebocoran maka tidak tahu lagi bagaimana kita harus melihat kualitas pendidikan Indonesia. <br /><br />Ujian akhir sekolah berstandar internasiona; tingkat SD dan UN tahun 2008 diperkirakan diikuti sekitar 10 juta siswa, meliputi 5 juta siswa tingkat SD/MI, 3 juta siswa SMP/sederajat, dan 2 juta siswa SMA/sederajat. <br /><br />Untuk mencegah terjadinya kecurangan Menteri pendidikan Nasional Bambang Sudibyo berjanji akan menindak keras pihak-pihak yang melakukan kecurtangan da;m pelaksanaan UN. Sanksi yang lebih tegas ini dalam upaya pembelajaran keada masyarakat bahwa lulus dan tidak lulus dalam evaluasi di sekolah merupakan hal biasa. <br /><br />Sikap tegas ini di ambil agar semua pihak turut aktif mencerdaskan anak bangsa yang semakin terpuruk dan teringgal kualitas pembelajaran mereka. Memang Ujian Nasional bukan jalan akhir menujua keberhasilan tapi melalui evaluasi ini doharapkan anak atau para siswa betul-betul sadar betapa pentingnya arti pendidikan. <br /><br />Apalagi sekarang ini fenomena alam terhadap dunia anak telah menghapus eksistensi belajar, mereka lebih cenderung mengingin komoditas modis dibantingkan komoditas belajar. Maka tidak diragukan lagi apabila ketidak siapan siswa dalam menghadapi ujian yang terjadi adalah 'jual-beli' berkas sampai jual beli nilai. <br /><br />Pada hakekatnya manusia diciptakan sama, dengan kafasitas otak yang sama, dengan kecerdasan yang sama tinggal bagaimana manusia itu sendiri mau menggunakan akan pikirannya untuk menjadi manusia sejati. Thomson mengatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki otak yang sama tinggal bagaimana dia menggunakan otak mereka, dan besar kecilnya otak tinggal bagaimana kita menggunakan. <br /><br />Jadi mulailah kita semua memikirkan masa depan bangsa, masa denpan generasi bangsa, untuk menuju bangsa yang lebih bermartabat dan sejahtera. <br /><br />http://re-searchengines.com/0408wienk.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-69053774069121526862009-05-22T21:06:00.000-07:002009-05-22T21:07:54.789-07:00Mengapa UN dijadikan Sebagai Satu-satunya Standard Kelulusan?Oleh : Lika Mardliyah <br /><br />Akhir-akhir ini banyak sekali kekacauan-kekacauan yang terjadi di dunia pendidikan khususnya tentang Ujian Nasianal. Hal ini dikarenakan UN dijadikan satu-satunya standard kelulusan dalam menempuh pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Sebenarnya sangatlah tidak adil apabila kelulusan hanya dutentukan dengan nilai Ujian Nasional karena bagaimanapun juga siswa telah menempuh pendidikan selama tiga tahun dengan berbagai mata pelajaran tetapi mengapa kelulusan ditentukan hanya dengan menempuh UN dengan tiga mata pelajaran dan nilai yang telah ditetapkan standard minimalnya. Bisa dikatakan belajar tiga tahun hanya di tempuh dalam tiga hari dengan tiga mata pelajaran. <br /><br />Lalu apa gunanya siswa mempelajari ilmu pengetahuan yang begitu banyak seperti ilmu alam, ilmu sosial, ilmu moral dan sebagainya kalau semua itu tidak dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kelulusan. Memang semua ilmu itu pasti berguna dalam kehidupan kita tetapi mengapa yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan kelulusan hanyalah tiga mata pelajaran dengan nilai minimal yang telah ditentukan. <br /><br />Bila kita lihat pada UN tahun lalu banyak sekali siswa yang tidak lulus UN. Tidak sedikit siswa yang tidak lulus itu adalah siswa yang berprestasi hanya karena nilai UNnya yang jeblok tetapi pada sesungguhmya dia adalah anak yang rajin, berkepribadian baik bahkan berprestasi. Semua itu sama sekali tidak dijadikan bahan pertimbangan untuk kelulusan, hanya melihat nilai UN saja. Kalau nilainya tidak memenuhi standard maka dia sudah dinyatakan tidak lulus. Hal itu sangatlah tidak adil bagi mereka. <br /><br />Seperti yang kita ketahui bahwa standard nilai kelulusan yang ditetapkan semakin tahun semakin meningkat. Mungkin hal ini menyebabkan siswa takut kalau nantinya dia tidak lulus. Bahkan ketakutan itu juga melanda para guru serta semua personil sekolah yang lain sehingga pada saat ini tidak jarang guru melakukan segala cara supaya siswanya bisa lulus dengan nilai yang baik walaupun cara yang digunakan kadang kurang baik atau kurang jujur seperti fakta-fakta yang telah terjadi saat ini. <br /><br />Hal semacam itu menyababkan nilai UN tidak asli lagi, sehingga UN bukan lagi untuk mengukur kemampuan siswa melainkan hanya sebatas ujian yang dilakukann untuk memeperoleh kelulusan. Oleh sebab itu sangatlah tidak adil kalau UN dijadikan sebagai satu-satunya standard untuk menentukan kelulusan karena nilai UN pada saat ini sudah tidak asli lagi. Seharusnya dalam menentukan kelulusan juga harus diimbangi dengan pertimbangan prestasi dan sikap siswa pada saat menempuh pendidikan di sekolah selama tiga tahun. <br /><br />http://re-searchengines.com/lika6-07.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-70034588184606072692009-05-22T21:05:00.000-07:002009-05-22T21:06:15.473-07:00UAN DIANTARA PRO DAN KONTRAOleh : afdhee <br /><br />Akhir-akhir ini diketahui, bahwa adanya kebijakan UAN menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, baik dari kalangan pendidikan maupun dikalangan non kependidikan. Adalah suatu hal yang wajar, apabila adanya suatu keputusan menimbulkan suatu yang pro dan kontra. Namun pro yang kontra kali ini, patut dipikirkan oleh pemerintah dalam hal ini jajaran Pemerintah yang berkaitan dengan Pendidikan Nasional. <br /><br />Saya melihat adanya kebijakan Ujian Akhir Nasional dari dua sudut pandang; <br /><br />Pertama, Ujian Akhir Nasional perlu diadakan, dalam rangka untuk mengetahui daya beda pencapaian target dari standar nasional yang ditetapkan, dengan adanya UAN, maka kita akan mengetahui daerah tertentu sudah mmampu memenuhi target, untuk itu kedepannya perlu ditingkatkan, nah bagi daerah yang belum mencapai, maka dibutuhkan suatu terobosan bagaimana daerah tersebut bisa mencapai standar yang ditetapkan. <br /><br />Kedua, UAN tidak perlu dilaksanakan, kalau hanya dijadikan sebagai standar kelulusan, karena akan merusak proses yang selama ini diikutiu oleh siswa. akan menjadi preseden buruk ke depan kalau ini tetap dipaksakan. sebagai ilustrasi, ada anaka yang rajin dan pintar, tidak pernah bolos, selalu juara, tetapi, karena pada malam sebelum ujian, ibu kandungnya sakit, sehingga harus menemani di rumah sakit, dan pagi harinya ujian diikuti dengan tidak konsentrasi akhirnya hasil menyatakan gagal. seorang siswa lainnya yang sering bolos, nilainya kurang memuaskan, tetapi pada saat ujian, kebetulan duduk berdekatan dengan anak yang pitar, sehingga dapat mencontek, akhirnya lulus. dua contoh di atas, menunjukkan bahwa ada ketidak adilan dalam penentuan kelulusan jika hanya menggunakan standar UAN. oleh karena itu solusi yang dapat saya berikan adalah, UAN tetap dilaksanakan untuk point pertama tadi, tetapi untuk menentukan kelulusan berikanlah kesempatan dan otonomi kepada sekolah dalam hal ini adalah guru untuk menentukan kelulusan karena guru yang tahu proses selama ini. <br /><br />http://re-searchengines.com/0906afdhee.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-16933328163970848272009-05-22T21:03:00.000-07:002009-05-22T21:05:14.700-07:00Seputar UNASOleh : Drs. Supriyadi, M.Pd <br /><br />UAN Menjadikan Arah Pendidikan SMA Menjadi Bias, Tetapi Masih Diperlukan<br />Pada masa reformasi penyelenggaraan UAN dianggap semacam ritual yang mubasir. Karena bertekad melaksanakan UAN, Pemerintah selayaknya menuai kritikan tajam. Banyak mudarat dari UAN tetapi untuk pengendalian mutu masih tetap diperlukan. Sudah barang tentu dengan formula perubahan wacana yang mendasar. <br /><br />Keputusan Pemerintah untuk tetap mengadakan Ujian Nasional langsung mendapat tanggapan kontra dari salah seorang anggota dewan dari Komisi X dan Koordinator Koalisi Pendidikan ( Kompas, 20/1/2004). Mereka memberikan argumen yang berlainan terhadap kebijakan Pemerintah namun tidak memberikan solusi atas sikap pemerintah bagaimana mengendalikan mutu pendidikan. Sementara Pemerintah memandang bahwa UAN masih sangat diperlukan sebagai alat kontrol mutu pendidikan karena pada masa euphoria otonomi dikhawatirkan sekolah berjalan sendiri-sendiri tanpa arah yang jelas. <br /><br />Pada awal standard kelulusan dicanangkan pada angka 3,01 untuk tahun ajaran 2002/2003, Pemerintah tidak mendapat tanggapan kontra. Hal demikian bisa dipahami bahwa standar 3,01 dimungkinkan masih bisa diraih oleh hampir semua siswa. Tetapi pada tahun berikutnya dengan terbitnya keputusan Mendiknas Nomor 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional dengan standar 4,01 muncullah berbagai pendapat kontra dan kritikan tajam. Dan demonstrasi menentang keputusan Mendiknas pun tak terelakkan. Asumsi yang mendasari kesemuanya itu pada umumnya adalah kekhawatiran banyaknya siswa yang akan tidak lulus, bila bercermin pada perolehan hasil ujian nasional pada tahun 2002/2003. <br /><br />Standar UAN yang sekarang dipatok dengan angka 4,25 sebetulnya tidak matching dengan kurikulum 1994 yang berlaku. Angka tersebut masih jauh berada di bawah standar kenaikan kelas, yaitu 6,00. Logikanya standar UAN yang diberlakukan sekarang tidak perlu diributkan. Kalau kita sudah terbiasa dengan dengan angka 6,00 mengapa harus takut dengan angka 4,01 dan 4,25? Simpulannya tentu ada yang tidak beres dengan sekolah kita. Di sini kita semua harus introspeksi seperti apakah sekolah kita ini?. Tanpa diragukan semua akan mengatakan sekolah kita mutunya rendah. <br /><br />Biang kenaikan standar kelulusan UAN adalah rendahnya mutu pendidikan dengan tradisi lulus seratus persen. Persepsi yang terjadi di masyarakat terhadap sekolah yang bermutu berangkat dari prosentase kelulusannya. Sehingga sekolah berusaha meluluskan semua siswanya tanpa menghiraukan hasil ujian nasional. Maka terjadilah manipulasi nilai yang mencengangkan karena rentang nilai ujian nasional dengan ujian sekolah terlalu lebar. Kondisi tersebut harus segera diperbaiki dengan kebijakan yang merangsang motivasi untuk berkompetisi antarsiswa maupun antarguru (Indra Jati Sidi, Kompas : 3/3/04). <br /><br />Problematika Sekitar UAN <br /><br />Tetapi penyelenggaraan UAN yang dimaksudkan untuk pemetaan dan memperbaiki mutu pendidikan sulit dipertanggungjawabkan karena cakupan mata pelajaran (mapel) yang diujikan hanya tiga mata pelajaran untuk setiap jurusan. Adapun untuk SMA jurusan IPA terdiri atas Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika sedangkan untuk IPS yaitu Bahasa dan sastra Indonesia, Bahasa Inggris dan Ekonomi. Bahkan bisa dikatakan dengan adanya UAN arah pendidikan menjadi bias. Fakta di lapangan menunjukkan banyak sekolah yang mengkonsentrasikan diri hanya pada mapel UAN. Semua sekolah menyiapkan diri menyambut UAN dengan mengadakan pengayaan untuk mapel UAN pada sore hari. <br /><br />Keadaan tersebut tidak menguntungkan bagi pengembangan sains karena UAN tidak memasukkan mapel sains seperti Fisika, kimia dan Biologi. Ketiadaan hubungan antara mapel sains dengan UAN menyebabkan sekolah lebih memilih mengabaikan keberadaan ketiga mapel tersebut. Kecenderungan demikian didukung oleh anggapan bahwa mutu sekolah seolah-olah ditentukan oleh mapel UAN. Sedangkan masalah penilaiann mapel sains yang diserahkan kepada sekolah gampang diatur. <br /><br />Konskuensi logis terhadap guru sains, secara psikologis merasa dimarjinalkan. Pengaruhnya terhadap proses pembelajaran sangat besar karena guru merasa tidak ada tuntutan akuntabilitas. Tidak ada dukungan motif yang kuat untuk apa sains diajarkan, kecuali hanya sekedar untuk mengisi jadwal kelas. Masalah nilai bisa diatur. Kondisi demikian diperparah oleh perilaku permisif oleh semua warga sekolah lantaran orientasi sekolah pada target kelulusan siswa. <br /><br />Jargon penilaian "gampang diatur" menjerumuskan sekolah dengan laporan-laporan palsu kepada masyarakat. Sekolah sebagai pemegang otoritas kelulusan lebih memilih resiko minimal terhadap masyarakat. Strategi yang digunakan adalah menyiapkan nilai mapel yang tidak di-UAN-kan di atas ambang nilai 4,25. Dengan demikian kelulusan siswa hanya tergantung dari mapel UAN, dan sekolah tidak merasa punya beban. <br /><br />Pengaruh mapel UAN menjerumuskan arah karier hidup siswa. Anggapan yang berkembang mapel UAN merupakan doktrin terpenting bagi siswa. Bila ada salah satu mapel yang gagal ibarat hidup sudah gagal. Padahal siswa berkembang dengan potensi yang dimilikinya, dan memilih jalan hidup sesusai dengan potensinya. Untuk apa belajar ekonomi sampai puyeng, kalau siswa mencintai seni atau untuk apa belajar bahasa Indonesia setengah mati kalau siswa lebih tertarik menjadi olahragawan dari pada Linguist. Toh dengan kemampuan Bahasa Indonesia yang ia kuasai ia bisa berkomunikasi melalang ke seluruh penjuru Nusantara. <br /><br />Dan hasil UAN tidak bermanfaat bagi siswa SMA yang punya minat ke Perguruan Tinggi. Tampak tidak adanya kontinyuitas antara SMA dan perguruan tinggi, mengapa harus mengikuti seleksi lagi untuk mapel yang sama. Nota bene naskah mapel yang dibuat para ahli berdasarkan standar nasional, jadi bukan karena scope pelaksanaan yang bersamaan secara nasional. Bila memang sudah berstandar nasional tentunya tidak perlu lagi adanya seleksi untuk mapel yang sama agar tidak terjadi inefisiensi. Ironis memang, nilai cost yang dikeluarkan begitu tinggi sama sekali kurang bermanfaat, hanya sekedar bahan pertimbangan kelulusan. Masuk akal juga bila ada sementara pihak yang menyebut UAN bernuansa proyek. <br /><br />Pelaksanaan UAN <br /><br />Dana ratusan milyard rupiah untuk penyelenggaraan UAN bisa diminimal-kan dengan cara desentralisasi. Contoh simpel dan konkrit yang menyangkut UAN adalah dana penggandaan naskah dan koreksi lembar jawab. Pengelolaan kedua hal tersebut bisa diserahkan kepada sekolah atau Dinas Pendidikan Kabupaten. Dan Pemerintah Pusat hanya menyediakan master soal dalam bentuk disket sedangkan untuk pencetakannya dilakukan oleh sekolah dengan subsidi dari pemerintah. Kemudian untuk koreksi lembar jawab tidak perlu dilakukan terpusat di Propinsi, karena sebetulnya sekolah atau Dinas Pendidikan Kabupaten pun mampu melaksanakan tugas tersebut. Baru dari dua poin itu saja sudah bisa dilakukan efisiensi jutaan rupiah. <br /><br />Agar UAN berfungsi seperti yang diharapkan oleh pemerintah sebagai pengendali mutu yang bermuara pada pengembangan SDM Indonesia, hendaknya UAN punya ruh yang mampu memberikan motivasi berprestasi dan berkompetisi antar siswa, serta guru-gurunya. Bagi siswa jurusan IPA, mapel UAN seolah tidak menyentuh esensi apa yang selama ini dipelajari. Ciri khas jurusan yang menjadi kebanggaanya, seperti Fisika, Kimia, dan Biologi, tak begitu bermakna bila dibanding dengan mapel UAN. Makna mengapa siswa mengambil jurusan IPA merupakan pilihan azasi yang berkait dengan pilihan hidup. Untuk itu UAN harus bisa dimaknai oleh siswa. Dengan demikian ada salah satu alasan bagi siswa mengapa harus berpacu belajar sains. <br /><br />UAN Diperlukan <br /><br />Pengalaman menarik di sekolah, ditemukan bahwa ada seorang siswa hanya lulus pada UAN ulangan tidak lulus pada UAN utama, tetapi ia berhasil diterima masuk di perguruan tinggi (PT) melalui jalur PMDK. Setelah beberapa semester sekolah mengecek keberadaan mahasiswa tersebut apakah kena DO atau tidak, tetapi malah mengherankan bahwa mahasiswa tersebut punya indek prestasi yang bagus. Lalu apa kaitannya dengan UAN? Bila UAN dengan mapel yang sekarang diujikan, sebaiknya sistem tidak lulus ditiadakan karena hanya menghambat karier siswa. Hasil UAN tidak perlu dijadikan tolok ukur kelulusan sekolah tetapi dijadikan acuan indeks peringkat sekolah. Sehingga tidak diperlukan batas ambang, berapapun hasil UAN yang ada ditulis pada ijazah. Namun hanya dengan tiga mapel, hasil UAN tidak valid untuk menggambarkan prestasi sebuah sekolah. <br /><br />Pengertian yang dimaksud dengan sistem tidak lulus ditiadakan adalah berapapun nilai UAN yang diperoleh oleh siswa, tidak mempengaruhi siswa untuk tidak lulus. Tetapi bila hal ini diterapkan, tentunya sistem tidak naik kelas juga tidak ada. Sehingga yang ada adalah siswa naik kelas dan lulus. Pengaruhnya terhadap siswa, memungkinkan ia mengembangkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin. Karena sejak awal ia sudah punya pilihan mapel sesuai dengan potensi dirinya, dan tentunya ia dengan senang hati mempelajari mapel tersebut secara sungguh-sungguh. Dampak negatifnya akan ada mapel yang diabaikan, sehingga nilainya sangat rendah. Tetapi ke depan ia akan menjadi seorang spesialis yang professional bukan generalis yang canggung. Sebaliknya dengan adanya UAN sebagai pertimbangan kelulusan, siswa suka atau tidak suka, mendapat manfaat atau tidak bagi kehidupannya kelak, siswa terpaksa belajar karena takut gagal, menghambat karier hidupnya. Siwa tidak punya pilihan lain untuk belajar sesuai dengan potensi yang dimiliki. <br /><br />UAN sebagai alat kontrol sekolah pada era otonomi masih diperlukan sepanjang tidak digunakan sebagai penentu kelulusan namun berfungsi layaknya instrumen penelitian. Tetapi mapel UAN diperluas. Dari data yang diperoleh bisa digunakan sebagai bahan rekomendasi terhadap Depdiknas dalam pengambilan kebijakan pendidikan untuk meningkatkan mutu. Dari hasil tersebut bisa juga diperoleh peringkat kedudukan sekolah yang satu dengan yang lain. Akibatnya sekolah secara moral tetap terikat komitmen pada standar baku yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Dan kekhawatiran terjadinya rentang mutu sekolah yang jauh antara satu dengan yang lain bisa dihindari. Sekaligus melindungi hak guru sebagai pemegang otoritas evaluasi seperti tercantum pada pasal 58 UU Sisdiknas. <br /><br />Alasan lain UAN tetap diperlukan adalah sebagai alat seleksi ke PT, oleh sebab itu bukan sebagai bahan pertimbangan kelulusan. Namun dengan tiga mapel UAN tersebut tidaklah representatif, harus ditambah sesuai dengan kebutuhan di PT. Dan sudah barang tentu tidak semua siswa melanjutkan ke ke PT, konskuesinya juga tidak semua siswa mengikuti UAN. Karena menyangkut dengan institusi lain, koordinasi antara Departemen Pendidikan dan PT diperlukan. <br /><br />Saya sependapat dengan wacana tentang Ujian Akhir Nasional perlu dibuat standarisasi pendidikan. (Kompas, 16/3/2003). Diasumsikan pengaruhnya terhadap sekolah akan sangat besar, yaitu adanya persaingan antar sekolah. Mereka akan berpacu menggenjot siswanya belajar semaksimal mungkin dengan harapan untuk mendapatkan peringkat atas. Namun hal ini pun juga tidak punya makna bila kecurangan-kecurangan tetap muncul di sekolah (kompas, 29/1/2005). Dan ini bukan sebuah dilemma tetapi sebuah persoalan yang menarik untuk selalu dicermati. <br /><br />UAN sebagai alat pengendali mutu sulit diterima keabsahannya. Desain formula UAN diperlukan yang memungkinkan mampu mewadahi berbagai kepentingan. Dan UAN tetap diperlukan dengan berbagai prasarat yang menyertainya. <br /><br />http://re-searchengines.com/art05-108.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-23738731677049353792009-05-22T21:02:00.000-07:002009-05-22T21:03:45.407-07:00Ujian Akhir Nasional (UAN) Sebagai Issue Kritis PendidikanOleh : Ngadirin<br /><br />1. Pendahuluan <br /><br />Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi. <br /><br />Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali. <br /><br />Ujian akhir nasional (UAN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah yang, menurut pendapat saya, merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Benarkah UAN merupakan alat ukur yang sesuai untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan? Makalah ini mencoba untuk mengupas apakah evaluasi dalam bentuk UAN dapat menjawab pertanyaan tentang tingkat ketercapaian tujuan pendidikan. Pembahasan dimulai dari tujuan pendidikan, evaluasi, dan diakhiri dengan rekomendasi tentang perlu dan tidaknya evaluasi yang bersifat nasional. <br /><br />2. Kurikulum dan Evaluasi <br /><br />Sebelum berbicara tentang evaluasi, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang kurikulum sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum mencakup fokus program, media instruksi, organisasi materi, strategi pembelajaran, manajemen kelas, dan peranan pengajar (Arieh Lewy, 1977:7-8). Di Indonesia sekarang sedang dikembangkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (Kurikulum 2004, 2003 ¡V belum disahkan tetapi telah dipublikasikan baik via website maupun cetak oleh Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas). <br /><br />Kompetensi sebagaimana dimaksud dalam draft tersebut merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh peserta didik yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Selanjutnya dijelaskan bahwa kompetensi dapat diketahui melalui sejumlah hasil belajar dengan indikator tertentu. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual. <br /><br />Cara mencapai kompetensi yang dibakukan disesuaikan dengan keadaan daerah dan atau sekolah. Berkaitan dengan hal ini dalam pelaksanaan kurikulum dikenal istilah diversifikasi kurikulum, maksudnya adalah bahwa kurikulum dikembangkan dengan menggunakan prinsip perbedaan kondisi dan potensi daerah, termasuk perbedaan individu peserta didik. <br /><br />Evaluasi yang diterapkan seharusnya dapat menjawab pertanyaan tentang ketercapaian tujuan pendidikan nasional. Untuk mengingat kembali, tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan <br /><br />"bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab" (Pasal 3). <br /><br />Dalam tujuan pendidikan di atas terdapat beberapa kata kunci antara lain iman dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan demokratis. Konsekuensinya adalah evaluasi yang diterapkan harus mampu melihat sejauh mana ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan pendidikan. Pertanyaannya adalah bagaimana pelaksanaan evaluasi pendidikan di Indonesia? Apakah evaluasi yang dipakai dapat menjawab semua pertanyaan tentang tingkat pencapaian tujuan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional? Pada bagian berikut akan dibahas penerapan sistem evaluasi di Indonesia dalam bentuk UAN. <br /><br />3. UAN dan Permasalahannya <br /><br />Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas. Selain itu UAN bertujuan untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. <br /><br />UAN berfungsi sebagai alat pengendali mutu pendidikan secara nasional, pendorong peningkatan mutu pendidikan secara nasional, bahan dalam menentukan kelulusan peserta didik, dan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi penerimaan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. UAN merupakan salah satu bentuk evaluasi belajar pada akhir tahun pelajaran yang diterapkn pada beberapa mata pelajaran yang dianggap ¡§penting¡¨, walaupun masih ada perdebatan tentang mengapa mata pelajaran itu yang penting dan apakah itu berarti yang lain tidak penting. Benarkah bahwa matematika, IPA, dan Bahasa Inggris merupakan tiga mata pelajaran yang paling penting? <br /><br />Pertanyaan yang muncul adalah apakah sistem evaluasi dalam bentuk UAN dapat menjawab semua informasi yang diperlukan dalam pencapaian tujuan? Apakah UAN dapat memberikan informasi tentang keimanan dan ketakwaan peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa? Apakah UAN dapat menjawab tingkat kreativitas dan kemandirian peserta didik? Apakah UAN dapat menjawab sikap demokratis anak? Dapatkah UAN memberikan semua informasi tentang tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tersebut? <br /><br />Evaluasi seharusnya dapat memberikan gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi tentang sejauh mana kesehatan peserta didik. Evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting yaitu penempatan, mastery, dan diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level belajar yang mana seorang anak dapat ditempatkan sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi? Mastery berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menuju ke tingkat berikutnya? Diagnosis berkaitan dengan pada bagian mana yang dirasa sulit oleh anak? (McNeil, 1977:134-135). UAN yang dilakukan hanya dengan tes akhir pada beberapa mata pelajaran tidak mungkin memberikan informasi menyeluruh tentang perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pendidikan. <br /><br />Dalam Keputusan Mendiknas No. 153/U/2003 terdapat ketidaksinambungan antara tujuan, fungsi, dan bentuk ujian. Pertama, bahwa pelaksanaan UAN bertujuan untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes. Dari pernyataan tersebut muncul beberapa pertanyaan antara lain: <br /><br />"« Dapatkah tes yang dilaksanakan di bagian akhir tahun pelajaran memberikan gambaran tentang perkembangan pendidikan peserta didik? <br /><br />"« Dapatkah tes tersebut memperhatikan proses belajar mengajar dalam keseharian? <br /><br />"« Dapatkah tes tertulis melihat aspek sikap, semangat dan motivasi belajar anak? <br /><br />"« Dapatkah tes di ujung tahun ajaran menyajikan keterampilan siswa yang sesungguhnya? <br /><br />"« Bagaimana kalau terjadi anak sakit pada saat mengikuti tes? <br /><br />"« Apakah hasil tes dapat menggambarkan kemampuan dan keterampilan anak selama mengikuti pelajaran? <br /><br />Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak mudah untuk memperoleh jawabannya bila dengan hanya memberikan tes pada akhir tahun pelajaran. Hasil belajar bukan hanya berupa pengetahuan yang lebih banyak bersifat hafalan, tetapi juga berupa keterampilan, sikap, motivasi, dan perilaku yang tidak semuanya dapat diukur dengan menggunakan tes karena melibatkan proses belajar. Dengan kata lain terjadi pertentangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan bentuk ujian yang diterapkan, karena pengukuran hasil belajar tidak bisa diukur hanya dengan memberikan tes di akhir tahun pelajaran saja. <br /><br />Kedua, tujuan ujian sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Mendiknas di atas adalah untuk mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. Lagi pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan-pertanyaan di atas muncul, seperti apakah mutu pendidikan dapat diukur dengan memberikan ujian akhir secara nasional di akhir tahun ajaran? Apalagi bila dihadapkan mutu pendidikan dari aspek sikap dan perilaku siswa, apakah bisa dilihat hanya pada saat sekejap di penghujung tahun? Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara, tetapi pelaksanaan UAN sebagaimana yang dipraktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun sebelumnya. Bahkan terdapat indikasi bahwa soal-soal UAN (yang dulu disebut Ebtanas) berbeda dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka akibatnya tidak bisa dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan sekarang. Selain itu mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya memberikan tes pada beberapa mata pelajaran ¡§penting¡¨ saja, apalagi dilaksanakan sekali di akhir tahun pelajaran. Mutu pendidikan terkait dengan semua mata pelajaran dan pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya pengetahuan koqnitif saja. UAN tidak akan dapat menjawab pertanyaan seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga, dan menyanyi. UAN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bersikap demokratis. Dengan kata lain, UAN tidak akan mampu menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UAN. <br /><br />Ketiga, ujian bertujuan untuk mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat. Adalah ironis kalau UAN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UAN. Dengan kata lain, UAN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat. <br /><br />Jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UAN juga tidak sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum yaitu ¡§diversifikasi kurikulum¡¨. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Kondisi sekolah di Jakarta dan kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah perkampungan, apalagi di daerah terpencil. Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda. Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan prasana lebih lengkap. Tetapi di daerah-daerah pelosok keberadaan sarana dan prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah guru pun kurang dan yang ada pun tidak kualified akibat ketiadaan. Kebijakan penerapan UAN untuk semua sekolah di Indonesia telah melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidak adilan karena ibarat mengetes atletik tingkat pelatnas yang setiap hari dilatih dengan segala sarana dan prasarana termasuk pelatih yang memadai dengan atletik kampung yang memiliki sarana seadanya. Tentu saja hasilnya jauh berbeda, tetapi kebijakan yang diambil adalah menyamakan mereka. <br /><br />Pelaksanaan UAN hanya pada beberapa mata pelajaran yang dianggap ¡§penting¡¨ juga memiliki permasalahan tersendiri. Benarkah hanya matematika, bahasa Indonesia yang merupakan mata pelajaran penting? Bagaimana kalau ada anak yang memiliki bakat untuk melukis, apakah itu berarti bahwa pelajaran seni jelas merupakan pelajaran penting bagi dia? Bagaimana juga dengan anak yang bercita-cita menjadi olahragawan yang berarti bahwa pelajaran olah raga merupakan pelajaran yang penting bagi dia? Kalau begitu kata ¡§penting¡¨ di sini untuk siapa? Pelaksanaan UAN pada beberapa mata pelajaran akan mendorong guru untuk cenderung mengajarkan mata pelajaran tersebut, karena yang lain tidak akan dilakukan ujian nasional. Hal ini dapat berakibat terkesampingnya mata pelajaran lain, padahal tidak semua anak senang pada mata pelajaran yang diujikan. Akibat dari kondisi ini adalah terjadi peremehan terhadap mata pelajaran yang tidak dilakukan pengujian. <br /><br />Beberapa orang berpendapat bahwa UAN bertentangan dengan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut. Kebijakan UAN dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Selain itu pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UAN telah membuat otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti kebijakan UAN yang diatur dari pusat. Selain itu UAN berfungsi untuk menentukan kelulusan siswa. Padahal pendidikan merupakan salah satu bidang yang diotonomikan, kecuali sistem dan perencanaan pendidikan yang diatur secara nasional termasuk kurikulum. Di sisi lain, dengan adanya kebijakan otonomi sekolah yang berhak meluluskan siswa adalah sekolah melalui kebijakan manajemen berbasis sekolah. UAN telah dijadikan alat untuk ¡§menghakimi¡¨ siswa, tetapi dengan cara yang tanggung karena dengan memberikan batasan nilai minimal 4.00. Dengan menetapkan nilai serendah itu, maka berarti bahwa standar mutu pendidikan di Indonesia memang ditetapkan sangat rendah. Kalau direnungkan, apa arti nilai 4 pada suatu ujian. Nilai 4 dapat diartikan hanya 40% dari seluruh soal yang diujikan dikuasai, padahal secara umum pada bagian lain diakui bahwa nilai yang dapat diterima untuk dinyatakan cukup atau baik adalah di atas 6. Dengan kata lain, UAN selain menetapkan standar mutu pendidikan yang sangat rendah telah ¡§menghakimi¡¨ semua siswa tanpa melihat latar belakang, situasi, kondisi, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar yang dialami terutama siswa di daerah pedesaan. <br /><br />4. Bagaimana Evaluasi Pendidikan Seharusnya Dilakukan <br /><br />Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya dengan tes belaka (Soedijarto, 1993a:17). Untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus kemampuannya dalam bekerja. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes. Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan (Soedijarto, 1993b:27-29). <br /><br />Bisakah UAN dipertahankan? Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa UAN banyak bertentangan bahkan dengan tujuannya sendiri, sehingga sulit dipertahankan. Seandainya Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UAN maka selama itu perdebatan dan ¡§ketidakadilan¡¨ akan terjadi di dunia pendidikan karena memperlakukan tes yang sama kepada semua anak Indonesia yang kondisinya diakui berbeda-beda. Selain itu salah satu prinsip pendidikan adalah berpusat pada anak, artinya pendidikan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Seorang anak yang berpotensi untuk menjadi seorang seniman tidak bisa dipaksakan untuk menguasai matematika kalau dia sendiri tidak menyukainya dan berpikir tidak relevan dengan seni yang digelutinya. Memperlakukan semua anak dengan memberikan UAN sama artinya menganggap semua anak berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan, padahal kenyataannya berbeda. <br /><br />Bagaimana evaluasi pendidikan yang sebaiknya dilakukan? Menurut pendapat saya, evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem penerimaan siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan tes masuk oleh sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap sekolah akan menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai. Sekolah yang berkualitas akan memiliki tes masuk yang relevan, dan sekolah yang kurang bermutu akan ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga akan ditinggalkan masyarakat. Dengan demikian akan terjadi persaingan sehat antar sekolah dalam menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti dapat melanjutkan ke sekolah berikutnya. Sistem penerimaan dengan mengacu pada UAN akan berakibat pada manipulasi data, bahkan membuka peluang terjadinya kecurangan. Pada umumnya sekolah berlomba-lomba untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan nilai kelulusan yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya (kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus juga diterima di sekolah berikutnya. <br /><br />Sistem evaluasi yang diserahkan sepenuhnya ke sekolah bukan berarti tidak diperlukan pedoman atau petunjuk teknis. Pedoman untuk melakukan evaluasi tetap diperlukan dalam memberikan guidance bagi guru agar dalam melakukan evaluasi tetap mengacu kepada kaedah-kaedah evaluasi yang berlaku secara umum. Jika UAN tetap dipertahankan maka tujuan dan pelaksanaannya harus dimodifikasi. Sebagai contoh bahwa UAN bukan bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa tetapi dipakai sebagai pengendalian mutu pendidikan. Artinya UAN tidak perlu dikaitkan dengan kelulusan siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pendidikan pada umumnya. Dengan tujuan ini maka standar nilai UAN haruslah minimal 6 sebagaimana pada umumnya dan hanya berpengaruh pada kredibilitas sekolah. <br /><br />Sistem pelaporan hasil belajar dalam bentuk raport perlu direformasi dengan bentuk lain yang lebih komperehensif. Sebagai contoh apa arti seorang anak memperoleh nilai 8 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di raportnya? Apakah itu berarti anak tersebut menguasai pidato dengan baik, dapat menulis puisi, dan mampu berdebat? Informasi nilai yang ada diraport tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sehingga nilai raport perlu dimodifikasi sehingga dapat memberikan informasi yang selengkap-lengkapnya tentang kemampuan yang telah dimiliki anak. Sebagai contoh, bahwa untuk laporan hasil belajar bahasa Indonesia perlu mencakup kemampuan tentang membaca, berbicara, mengemukakan pendapat, kemampuan menulis, membuat karangan, berpidato, sikap menghargai orang lain, dan sebagainya. Hal yang sama dikembangkan untuk mata pelajaran yang lain. Model penilaian dengan menggunakan portfolio mungkin lebih baik daripada sistem raport yang digunakan saat ini. <br /><br />http://re-searchengines.com/art05-75.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-63373528625522085972009-05-22T20:49:00.000-07:002009-05-22T20:54:23.822-07:00Mengintip UAN di SDOleh : Deny Suwarja Sulaeman <br /><br />Syahdan, teman saya yang mempunyai anak di kelas 6 SD dan sedang melakukan UAN dari tanggal 7 Juni - 10 Juni 2004. Siang datang ke rumah saya dengan wajah gelisah. Anak perempuannya mengadu, takut nilai UAN-nya akan jelek, karena ketika pelaksanaan UAN di sekolah pagi tadi pengawas UAN-nya berbicara kepada seluruh kelas,"Silakan saja buka buku dan bekerja sama dengan teman sekelas, tapi jangan rebut!" <br /><br />Ketakutan dan kegelisahan anak teman saya itu bukannya tidak berasalasan. Seperti dikomando setelah mendengar perkataan dari sang pengawas, teman-teman sekelasnya serentak bekerja sama dan open book. Sedangkan sang anak teman saya itu tidak bisa berbuat seperti yang diperbuat temannya. Dia teringat pesan bapaknya yang juga seorang guru untuk bekerja sendiri apapun yang terjadi. Tapi kepatuhan dirinya pada nasihat sang Bapak, menjadikannya gelisah karena takut hasil NEM-nya akan jeblok dan akan di bawah NEM teman-temannya yang bekerja sama atau buka buku pada waktu mengerjakan UAN tersebut. Ujung-ujungnya dia tidak dapat masuk ke SMP Negeri favorit di daerahnya. <br /><br />Kegelisahan dan kebingungan anak yang baru beranjak puber itu tambah menjadi-jadi ketika istirahat teman-teman yang berbeda SD (dalam satu lokasi ada 2 SD pemekaran dari satu SD) malah mentertawakannya ketika dia bercerita apa yang terjadi di kelasnya. Ternyata sungguh memalukan dan menyedihkan di SD tetangga tersebut menurut teman-temannya, para pengawasnya malah memberikan jawaban dari soal yang diberikan! <br /><br />Ya, Allah..saya hanya bisa menatap teman saya tersebut dan berdoa semoga anaknya diberikan ketabahan dan kekuatan iman untuk tidak tergoda melakukan perbuatan tidak terpuji teman-teman serta guru yang mengawasnya. Saya tidak mempercayai omongan anak teman saya tersebut, sebab mungkin saja temannya itu hanya membual. Tapi keraguan tersebut musnah ketika kakak kandungnya yang kebetulan ikut dengan Bapaknya datang ke rumah, bahkan menambahkan bahwa kejadian seperti itu sebenarnya juga terjadi hampir di semua SD. Informasi tersebut dia dapat dari teman-teman sekelasnya yang sekarang duduk di SMP kelas 3. <br /><br />Saya merenung hari pertama UAN di SD sudah begini kejadiannya bagaimana dengan hari selanjutnya?. Tidakkah para pengawas tersebut mempunyai hati nurani untuk mengajarkan nilai-nilai kejujuran, kerja keras dan disiplin tinggi untuk percaya pada diri sendiri pada para murid yang diawasinya? Tidakkah mereka menyadari bahwa Allah Maha Melihat apa yang mereka lakukan tersebut? <br /><br />Analisa sementara membawa kepada kesimpulan awal, bahwa pengawasan yang longgar dan menjadikan UAN tidak lebih dari formalitas dan main-main belaka adalah demi mengejar perolehan NEM yang tinggi. Hal ini terjadi karena sistem seleksi untuk masuk ke SMP tahun ini kembali menggunakan NEM! <br /><br />Para Machivelian pun bermunculan di SD, para guru yang seharusnya menjadi panutan para muridnya malah menghalalkan segala cara untuk menjadikan para siswanyan lolos dan diterima di SMP Negeri. Cara-cara kurang terpujipun mereka tempuh, dari mulai bersepakat antar pengawas untuk memberikan kelonggaran para siswa untuk bekerja sama atau open book. Bahkan yang lebih mengerikan ada pula para guru yang dengan semangat tempur yang tinggi, mengkatrol NEM para muridnya tersebut di luar akal sehat. <br /><br />Teman saya itu kemudian bercerita tentang kejadian tiga tahun yang lalu ketika dia menjadi panitia PSB di SMP tempat dia mengajar. Tanpa malu dan tanpa perasaan bersalah, para pendaftar yang terdiri dari para guru SD itu menyerahkan berkas para murid yang mendaftar. Ketentuan waktu itu memang mengharuskan pendaftaran harus kolektif. Dia dibuat menelan ludah, menangis (dalam hati), karena NEM dari para siswa sepertinya sudah seperti mainan. NEM yang masuk rata-rata 42-44 waktu itu. Passing grade di SMP-nya, setelah dirangking ternyata jatuh di batas 36,6. Konsekuensinya hampir seluruh siswa yang mendaftar dengan NEM di atas angka tersebut lolos tanpa melihat kemampuan sesungguhnya dari si anak. Hasilnya ada dari satu SD tertentu, lulus semuanya alias hampir satu kelas diterima di SMP itu karena NEM-nya antara 42-44. <br /><br />Senyum pahit pun terulas di bibirnya, juga teman-temannya yang menjadi panitia dan masih punya hati nurani. Betapa tidak?. Karena penasaran, untuk mengetes para siswa yang lulus dari SD yang mempunyai NEM yang tinggi tersebut mereka sepakat untuk memantau kemampuan mereka. Selama satu bulan pertama mereka memantau para murid baru tersebut. Hasilnya sungguh membuat para guru muda tersebut mengurut dada. Bayangkan ada diantara para murid yang berasal dari SD tertentu kemampuan membacanya sangat-sangat menyedihkan belum lagi tulisan tangannya yang seperti (maaf) ceker ayam, lalu bagaimana mereka bisa mencapai NEM 42 bahkan 44? <br /><br />Akankah kejadian seperti di atas terus berulang pada sistem pendidikan kita? Mau dibawa kemana anak didik kita bila para guru masih terus berbuat seperti itu? Adakah kebusukan di dalam sistem pendidikan kita akan terus berlanjut? Pertanyaan ini mungkin tidak akan mendapatkan jawaban dari siapapun, karena kenyataan di atas tidak ada bukti apapun. Jawabannya mungkin terpulang kepada hati nurani para pendidik dan mereka yang memegang kekusaan dalam sistem pendidikan di negeri ini. Atau kita tanya saja pada rumput yang bergoyang seperti kata Ebit G Ade! <br /><br />http://re-searchengines.com/sulaeman6-04.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-61865412573263832622009-05-22T20:48:00.000-07:002009-05-22T20:49:17.262-07:00Sistem evaluasi formal dan nonformal terhadap pengajar di JepangOleh : Murni Ramli<br />Sistem Evaluasi adalah sistem yang menjadi mutlak dalam proses belajar mengajar. Guru mengevaluasi kemampuan siswa adalah hal yang sudah biasa, tetapi siswa yang menilai pengajaran guru barangkali masih langka di negara kita.<br />Selama menjadi pengajar part time di sebuah lembaga bahasa yang cukup bonafid dengan cabang yang hampir ada di seluruh dunia, saya sudah 3 kali mendapatkan evaluasi. Saya memulai karir di sana dengan kritikan cara mengajar, disiplin waktu, dll yang kadang-kadang membuat saya ingin berhenti saja. Atasan saya kadang-kadang menempatkan saya di ruang bervideo dan mengamati cara mengajar. Tindakan ini semula menyakitkan tapi lama-lama saya bisa menerimanya dengan lapang dada, kritikannya cukup membangun. Siswa biasanya mengisi lembaran evaluasi yang tidak ditunjukkan kepada pengajar. Hasil total evaluasi dalam bentuk persentase hanya disampaikan kepada atasan secara langsung kepada pengajar. Berdasarkan hasil evaluasi yang diberikan oleh siswa dan atasan, maka jumlah jam dan kepercayaan untuk mengampu kelas akan ditentukan.<br />Saya juga mengajar di sebuah lembaga bahasa kecil dengan manajer yang sudah seperti bapak sendiri. Semula hanya satu siswa yang saya pegang yang kemudian bertambah menjadi dua, dan selanjutnya semakin bertambah. Saya senang mengajar mereka, dan saya lebih-lebih menjadi senang ketika mereka bersemangat dan senang belajar bahasa Indonesia. Banyak yang menjadi murid saya dalam jangka waktu yang lama. Kadang-kadang saya khawatir mereka menjadi bosan, tapi kelihatannya tidak,sebab mereka minta diajar setiap minggu. Penilaian di lembaga ini tidak berlangsung secara resmi, tetapi manajer biasanya menanyakan secara basa-basi kepada siswa dalam obrolan biasa tentang kelas yang diberikan oleh seorang pengajar.Dari situ biasanya manajer secara obrolan biasa juga menyampaikan kepada pengajar hasil penilaian siswa, misalnya : kelas anda menarik, atau karena banyak percakapan, murid-murid sangat senang. Tetapi kadang-kadang pula langsung memuji dan ujung-ujungnya biasanya mempercayakan setiap ada murid baru.<br />Di semua universitas di Jepang telah diberlakukan sistem evaluasi terhadap dosen yang dilakukan oleh mahasiswa. Sistem evaluasi ini sangat bermanfaat untuk memperbaiki pengajaran, tetapi kadang-kadang mahasiswa mengisinya dengan malas atau sangat dipengaruhi oleh senang tidaknya dia dengan pelajaran bersangkutan.<br />Ada 4 poin utama yang dinilai yaitu :<br />1. Partisipasi/Kehadiran/Keaktifan siswa dalam kuliah bersangkutan (ada 3 poin yang ditanyakan)<br />2. Tentang perkuliahan secara umum (ada 4 poin)<br />3. Tentang pengelolaan kelas, misalnya ketepatan waktu, keseriusan guru menegur siswa yang terlambat atau melakukan kejahilan di kelas, dll (ada 7 poin)<br />4. Penilaian secara umum (4 poin).<br />Dan ada kolom khusus untuk memberikan tanggapan bebas kepada dosen pengajar.<br />Hasil evaluasi seperti ini sangat bermanfaat bagi para pengajar. Saya biasanya memberikan lembaran khusus kepada mahasiswa untuk menulis apa saja tentang kelas yang saya pegang, sebab saya pikir akan lebih mudah mengetahui keinginan siswa dalam bentuk uraian daripada sekedar angka yang berupa persentasi.<br />Tetapi selain bentuk formal seperti itu, pernyataan langsung mahasiswa misalnya “kuliah Ibu menarik dan membuat saya ingin mengambilnya lagi semester depan” adalah juga bentuk evaluasi yang jujur.<br /><br />http://indosdm.com/sistem-evaluasi-formal-dan-nonformal-terhadap-pengajar-di-jepangAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-88354441599776108022009-05-22T20:42:00.001-07:002009-05-22T20:42:37.864-07:00SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUMOleh : Imam Khambali<br /><br />A. SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI<br />Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten dilibatkan secara langsung dalam penyusunan silabus kurikulum berbasis komperensi yang mulai diterapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun ajaran baru tahun ini. Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi pemerintahan. Dr.Siskandar menjelaskan bahwa materi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1994 yang dpakai sekolah - sekolah pada waktu lalu.Yang membedakan antara kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah di dalam menjabarkan materi kurikulum yang bersifat nasional melalui silabus. Di dalam kurikulum ini , silabus adalah isi kompetensi dan elaborasi (uraian dan rincian) materi pelajaran , pembelajran dan penilaian serta pengalokasian waktu yang disusun sesuai dengan semester dan kelas masing - masing.Silabus juga sebagai bentuk operasional kompetensi dan materi pelajaran pokok sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengelola kegiatan pembelajaran. Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar ( mastery learning) dalam pembelajaran dan penilaian. Sebenarnya KBK itu sendiri adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita , tetapi juga menuntut para praktisi pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi dirinya.Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ini adalah untuk menghasilkan terjadinya demokratisasi pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat , agama , ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyususnan pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari , oleh dan untuk para peserta didik.Dengan demikian , dalam penyusunan rencana pembelajaran , seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) , demokratis dan terbuka. Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme , sains , teknologi dan pendekatan inquri secara utuh.Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif.Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsikan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi tamatan. Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas , para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki.Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu , toleransi , berfikir terbuka , percaya diri ,kasih saying , peduli sesama , kebersamaan , kekeluargaan dan persahabatan. B. MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIKKemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri guna melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini terkandung adanya unsure harapan dan optimisme yang tinggi , sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakuakan suatu aktivitas tertentu , misalnya dalam hal belajar.Itulah yang disebut dengan motivasi belajar. Jadi motivasi belajar para peserta didik pada bidang studi fisika adalah kemempuan atau kekuatan semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi fisika.Dengan motivasi belajar yang tinggi ,diharapkan para peserta didik akan meraih prestasi belajar fisika yang memuaskan. C. SISTEM PEMBELAJARAN FISIKA Fisika merupakan bagian adri Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) , yaitu sutau Ilmu yang mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hokum smesta.Objek Fisika meliputi mempelajari karakter , gejala dan peristiwa yang terjadi atau terkandung dalam benda - benda mati atau benda yang tidak melakukan pengembangan diri. Telah diketahui bersama bahwa di aklangan siswa SMU / MA telah berkembang kesan yang kuat bahawa pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami dan kurang menarik.Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dan motivasi untuk mempelajari Fisika dengan senang hati , merasa terpaksa atau suatu kewajiban.Hal tersebut merupakan akibat kurangnya pemahaman tentang hakikat , kemanfaatan , keindahan dan lapangan kerja dari Fisika. Belajar Fisika akan menyenangkan kalau memahami keindahannya tau manfaatnya.Jika siswa sudah mulai tertarik baik oleh keindahannya , manfaatnya atupun dari lapangan kerjanya ,mereka akan bisa lebih mudah dalam menguasai Fisika.Maka , motivasi belajar sudah menjadi modal pertama untuk menghadapi halangan atau kesulitan apapun yang akan menghadang ketika sedang belajar Fisika. Tidak sedikit siswa yang merasa stress ketika akan mengikuti pelajaran Fisika.Hasil - hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata - rata kelas di raport untuk pelajaran Fisika seringkali merupakan nilai yang terendah disbanding dengan pelajaran pelajaran lain.Tanpa disadari ,para pendidik atau guruturut memberikan kontribusi terhadap factor yang menyebabkan kesan siswa tersebut di atas.Kesalahan - kesalahan yang cenderung dilakukan para guru , khususnya guru Fisika adalah sebagai berikut : 1. Seringkali , Fisika disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal mati oleh siswa , hingga akhirnya ketika evaluasi belajar , kumpulan tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa. 2. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian , serta kurang menekankan pada konsep dasar , sehingga terasa sulit untuk siswa. 3. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat Bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari. 4. Kecendrungan untuk mempersulit , bukannya mempermudah.Ini sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran Fisika serta pengajar atau guru Fisika. Metode pembelajaran tersebut banyak diterapkan di SMU atau MA pada kurikulum sebelum KBK diterapkan.Tetapi metode pembelajran tersebut tak lagi diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.Malah sebaliknya , siswa diharapkan dapat belajar Fisika dengan mudah , tanpa ada paksaan serta tak lagi merasa suatu kewajiban.Malah belajar Fisika dapat menjadi suatu kegemaran yang menyenangkan dan menarik. Metode pembelajaran Fisika di SMU atau MA pada kurikulum berbasis Kompentensi seharusnya adalah sebagai berikut : 1) Pengantar yang baik Dalam memulai suatu pokok bahasan atau bab yang baru , siswa butuh suatu "pengantar" yang baik , agar mereka merasa nyaman dalam menerima transfer ilmu.Pengantar yang dimaksud mencakup gambaran singkat tentang apa yang dipelajari. 2) Start Easy Saat masuk ke suatu pokok bahasan , sebaiknya diawali dengan pen- jelasan yang sederhana , mudah dicerna , disertai dengan contoh - contoh soal serta soal - soal latihan yang mudah pula.Hal ini penting untuk memberikan kesan "mudah" pada siswa dan menumbuhkan kepercayaan dirinya. 3) Sesuap demi sesuap Proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara bertahap , baik dari segi penyampaian materi maupun dari tingkat kesulitan soal.Hindari penyampaian materi yang banyak sekaligus dalam satu pertemuan , ataupun langsung menguji siswa dengan soal - soal yang sulit sebelum mereka mencoba hal - hal yang mudah terlebih dahulu. 4) Gamblang Penjelasan suatu konsep Fisika haruslah gambling , jagan biarkan siswa menangkap suatu konsepsecara samar - samar karena ini akan menjadi beban bagi siswa di masa selanjutnya. Celakanya , inilah yang justru banyak terjadi.Misalnya , pada saat siswa SMU yang abru masuk kita minta untuk menyebutkan bunyi hokum Archimedes , nyaris tidak ada yang mampu menyebutkannya dengan benar. 5) Menyederhanakan dan membatsi Salah satu hal yang sering dikeluhkan siswa daalah bahwa materi yang diajarkan terasa rumit dan terlalu banyak.Hal ini sangat ironis mengingat beban dari kurikulum sendiri tidak menuntut demikian.Yang terjadi adalah seringkali guru merasa belum puas bila belum mengajarkan materi - materi pengayakan yang sebenarnya tidak tercantum dalam GBPP.Untuk memecahakan persoalaan itu yaitu dengan menyedehanakan dan membatasi bahan materi yang dibahas. 6) Ilustrasi yang membantu pemahaman Dalam pengajran Fisika penggunaan Ilustrasi merupakan alat yang efektif dalam menanamkan pemahaman pada siswa. 7) Analogi membangun imajinasi Analogi juga merupakan cara yang efektif dalam membangun imajinasi dan daya nalar siswa . 8) Konsep dan rumus dasar sebagai kunci iggris Pada saat pembelajaran Fisika , seringkali para guru mengajarkan rumus cepat kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam memecahkan suatu persoalan .Penggunaan rumus ini justru menampuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep dan rumus dasar . 9) Alat Bantu dan eksperimen untuk memperkuat pemahaman Fisika merupakan ilmu alam , dan dalam mempelajari tentu tak dapat lepas dari eksperimen . Kadang hanya lewat eksperimen , siswa dapat meyakini suatu hal yang sepintas tidak sesuai dengan logika mereka . Selain itu , media elektronik juga baik untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran 10) " Game " untuk membangun suasana Proses pembelajaran tidak dapat dipaksakan bila kondisi siswa sudah jenuh . Hal tersebut diatasi dengan mengadakan " game " dimana siswa diberi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan . 11) Soal-soal standar untuk melatih skill Dalam menghadapi evaluasi belajar , selain diperlukan pemahaman konsep juga dibutuhkan keterampilan menjawab soal . Keterampilan ini dapat ditingkatkan dengan banyak latihan mengerjakan soal-soal fisika . D. PRESTASI BELAJAR FISIKA Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar , maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi - tingginya. Prestasi belajar dinyatakan dengan skkor hasil tes atau angak yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya yaitu hasil tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok. Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut , dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar Fisika.Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu maupun dan secara kelompok. <br /><br />http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7796113746023156174.post-41927623204250501292009-05-22T20:41:00.000-07:002009-05-22T20:42:08.327-07:00Pendidikan kontekstualOleh: Imam Khambali<br /><br />Lihatlah berbagai persoalan yang kerap diseru oleh para praktisi pendidikan; dari mulai sekolah mahal, kesenjangan kualitas pendidikan di kota besar dan kecil akibat tidak adanya standarisasi antara kualitas ajar, keterbatasan bahan ajar, penghasilan guru yang pas-pas-an hingga bangunan sekolah yang tidak layak huni. Di kota besarpun walau terlihat lebih terfasilitasi tetap terganjal persoalan mahalnya cost yang dikeluarkan agar anak dapat mengecap sekolah bermutu. Walau definisi sekolah bermutupun belum jelas pula. Biasanya lebih terkait dengan fasilitas fisik bangunan, latar pendidikan guru, dan metoda atau acuan kurikulum yang digunakan. Setiap kali mengikuti kegiatan seminar, para guru yang datang dari penjuru Indonesia kerapkali mengeluhkan bagaimana mungkin mereka mampu menyamai Jakarta dalam menghasilkan anak didik yang bermutu. Anak didik bermutu adalah terkait dengan siswa yang berhasil masuk universitas negeri, mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan ke luar negeri, terampil berbahasa inggris dan setelah lulus mendapat pekerjaan di perusahaan besar, perusahaan asing atau minimal BUMN. Demikian opini yang terbangun dalam benak mereka. Sama sekali tidak salah kalau memang ada yang mampu menjalani mekanisme demikian. Tapi kalau kemudian hal itu dijadikan standard yang harus dicapai setiap orang, tentu menjadi salah kaprah. Konsep keberhasilan sangat luas dan mendalam, tidak bisa dikerutkan hanya pada capaian jangka pendek seperti itu. Setiap sekolah harusnya punya punya kepercayaan diri yang kuat untuk membangun konsep tersendiri dalam menjalankan fungsi akademisnya. Tidak hanya sekedar meniru sesuatu hal yang belum tentu pas dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki saat ini. Sekolah di daerah sekarang berlomba untuk membangun sekolah internasional, sekolah terpadu atau minimal nasional plus dengan mengutip biaya yang tidak sedikit. Sekali lagi tidak ada yang salah dengan pilihan demikian. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak terakomodir dalam sistem itu? Apakah kemudian menjadi prediksi suramnya masa depan seseorang? Yang lebih mengkhawatirkan bila rasa "gagal" tidak terakomodir dalam sekolah mahal itu kemudian menumbuhkan agresivitas aktif maupun pasif; dari yang ekstrem berupa kenakalan remaja, demonstrasi yang destruktif hingga yang lebih mendasar berupa rasa minder, menyalahkan keadaan yang tidak mendukung hingga menghujat Tuhan. Heemm. Lebih mengenaskan kalau ini juga berdampak pada para pendidik. Apabila seorang guru tidak punya konsep atau visi yang kuat mengenai arti pendidikan dan tujuannya, mereka juga akan mudah terbawa pada pandangan mengenai tujuan pragmatis pendidikan. Tidak terakomodir dalam sistem yang dipandang sebagai stándar keberhasilan membuat para guru pesimis terhadap masa depan anak didiknya maupun dirinya sendiri. Pola pikir seperti itu tentu akan mempengaruhi perlakuan atau cara seorang guru dalam menangani anak didiknya. Perasaan tersisih, gagal, tidak bermasa depan, minder akan mewarnai sikap seseorang dalam menghadapi persoalan. Seolah pintu sudah tertutup, tiada celah untuk memperbaiki masa depan. Akibatnya? Mencari kambing hitam, adalah defense mechanism yang lazim dilakukan seseorang yang merasa tertekan. Tertekan oleh apa? Oleh beban pikirannya sendiri, tentu. Hal ini bisa dilihat bila dalam suatu kongres atau seminar ada wacana baru yang dihadirkan sebagai alternatif pendekatan pengajaran, para guru akan berkeluh-kesah dulu kemudian menuntut pembicara untuk segera membuat juklak yang langsung bisa dipraktekkan di tempat masing-masing. Mereka sudah lama terbiasa menjadi operator kurikulum, sehingga wacana baru tidak cukup menggairahkan mereka untuk berbuat sesuatu yang baru. Membangun visi para pendidik Kalau disoal elemen apakah yang paling crucial untuk dibenahi, tiada lain adalah guru sebagai elemen yang paling utama. Kurikulum sekalipun hanyalah alat yang dibuat oleh manusia, ia akan menjadi sesuatu yang hidup tergantung oleh yang menyampaikannya. Menurut saya pribadi yang harus segera dibenahi adalah mengkonstruk struktur berpikir para guru mengenai pendidikan. Hal ini menjadi penting agar kita tidak mudah putus asa dan mendorong kita agar berkreativitas dengan sumber daya yang kita miliki saat ini. Saya amati, di Jakarta sekalipun, banayak sekolah kebingungan untuk mengadopsi metoda yang tepat. Bahkan ada sekolah yang mengadopsi beberapa metoda sekaligus tanpa memahami esensi atau key-point dari masing-masing metoda tersebut, sehingga prakteknya tetap tidak terlihat sesuatu yang istimewa. Menariknya ada sekolah dasar dan taman kanak-kanak yang mengklaim berbasis active learning tapi juga menggunakan pojok montessori, sekaligus multiple intellegences, dengan preferences agama tertentu. Belum lagi program-program tambahan lainnya. Ffuuih...seperti hyper-market saja layaknya. Semua ada. Prakteknya? Belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Pokoknya semakin lengkap program atau metoda, maka semakin menyakinkan untuk disebut sekolah bermutu, itu opini kebanyakan orangtua murid. Sekolah seperti ini biasa disebut sekolah terpadu, nasional plus atau berwawasan internasional:p Kalau masing-masing kita ditanya arti pendidikan dan tujuannya, mungkin kita akan menarik garis tegas antara tataran konsep dan praktisnya. Konsep boleh setinggi langit. Tapi tetap yang menjadi capaian adalah target jangka pendek. Seperti misalnya, anak TK harus belajar calistung agar dapat masuk SD favorit, demikian pula di tahapan selanjutnya bagaimana agar siswa didik dapat melewati satu fase dan menempuh fase berikutnya. Akibatnya guru seringkali terfokus hanya dengan bagaimana caranya menyampaikan materi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Bagi yang minat akademisnya tinggi didukung kemampuan mencerap / mengimitasi yang tinggi tentu tidak terlalu menjadi problem. Mereka dapat dengan mulus melampaui apa yang diharapkan dalam target materi. Yang dikhawatirkan bila pola 'menyuapi' seperti ini dibiasakan, maka anak didik akan kehilangan inisiatif, mereka hanya terbiasa meniru dan bekerja berdasar instruksi. Didikte. Tidak perduli apakah yang mereka kerjakan memiliki kontribusi bagi masyarakat sekitar atau tidak. Fenomena ini sangat rentan melahirkan pribadi egois, individualistis. Problem menjadi lebih hebat bila anak didik tidak mampu mengikuti standard tersebut. Akibatnya guru dengan mudah melabeli anak dengan sebutan tertentu dan mengirim anak pada psikolog atau guru BP. Bahkan bagi guru yang lugu, mereka akan dengan mudah menyebut anak didik mereka ber-IQ rendah. Mengenaskan sekali, sudah miskin, tinggal di desa IDT yang terbelakang, kemudian dianugerahi otak yang bodoh pula. Itu keluhan para pengajar di daerah. Tapi menariknya dengan kondisi yang serba terbatas demikian, toh mereka tetap mampu berdikari, dapat bertahan hidup, beranak-pinak membangun keluarga turun temurun. Pasti ada kecerdasan tertentu yang diberikan alam sehingga mereka dapat bertahan. Kalau mereka bodoh pasti kelompok mereka sudah lenyap dari muka bumi. yang menjadi masalah mungkin adalah cara penyampaian yang tidak tepat bagi komunitas tertentu. Guru cenderung menyampaikan sesuatu sesuai dengan pengalaman yang ia terima, ia kemudian hanya melakukan pengulangan. Mengimitasi dari pola yang telah ia pelajari. Tentu akan terjadi banyak benturan bila fokus kita hanyalah pada metoda tertentu, hanya berbasis pada pola pengajaran yang pernah kita terima semasa sekolah dulu. Tanpa didukung oleh visi yang jelas dan kuat yang terinternalisasi didalam diri, kita akan mudah terjebak pada penghitam-putihan. Tidak terbangun motivasi atau inspirasi untuk mengkreasi suatu hal yang baru. Kita terbiasa berpikir linier; bila tidak A, maka gagal. Bukannya bila tidak A maka ada B, C, dst, sebagai ciri orang yang mampu berpikir lateral atau kompleks. Saya sendiri tidak mau berkutat dengan persoalan mendefinisi arti dan tujuan pendidikan. Setiap orang harus mampu membangun visi tersebut dalam dirinya masing-masing. Kalaupun ada tokoh atau instansi tertentu yang mampu menelorkan visi yang bernas mengenai pendidikan, tetap menjadi kerja berat dalam mensosialisasikannya agar berbuah menjadi tindak laku nyata, tidak sekedar menjadi slogan semata. Bagi saya pribadi, konsep pendidikan yang terpahami adalah bahwa setiap orang dilahirkan dengan membawa talenta dari Tuhan. Tugas pendidik adalah mencari cara dalam mendidik yang tepat agar dapat memancing talenta tersebut, mengasahnya agar dapat memberikan manfaat bagi umat. Talenta dimaksud tentu luas sekali, tidak terbatas dengan produk yang kita kenal sekarang. Kita harus berangkat pada pemikiran bahwa anak didik kita membawa sesuatu yang belum kita kenali. Namun tetap ada clue yang secara umum bisa kita tengarai, yaitu lingkungan dimana ia tinggal dan dibesarkan sebagai salah satu aspek penting dalam mengenali jati diri pribadi. Alternatif solusi: pendekatan kontekstual Pernahkah kita amati bagaimana masing-masing daerah memiliki keunikan dari ragam hayati dan nabatinya? Dari kondisi geografisnya? Dari manusianya?. Misalnya, mengapa kota Malang terkenal dengan apelnya? Kota peliatan terkenal dengan penari legongnya? Kota Garut terkenal dengan dombanya? Kota Bunaken terkenal dengan taman lautnya? Bugis terkenal dengan para pelaut tangguhnya? Dan kota Ampek angkek terkenal dengan penjahit ulungnya?. Belum lagi bahasanya yang unik, tiap daerah punya kosakata berbeda untuk menyatakan sesuatu, dengan kekayaan aksen dan logat yang spesifik pada masing-masing daerah. Bayangkan keterampilan yang dimiliki setiap suku bangsa, kita tidak akan menafikannya, bukan?. Kehidupan keseharian para penduduk yang belajar melalui alam menjadi aset penting bagi kita dalam menemukan metoda yang pas dalam mendidik mereka. Guru harus berupaya menemukan metoda dengan memberdayakan potensi lokal, yang berbasis pada kebutuhan kultural. Beberapa kelemahan pendidikan kita adalah me'menara-gading'kan pendidikan dengan tidak menyentuh aspek kontekstual masyarakat sekitar. Pembelajaran seolah menjadi materi tersendiri yang tidak berkesinambung dengan kehidupan keseharian. Materi yang diberikanpun tidak terintegrasi satu sama lain. Secara logika, bagaimana mungkin belajar ilmu bumi dengan memisahkan antara fisika, biologi, kimia dan matematika?. Contoh riil, ketika seorang anak belajar mengenai tumbuhan, harusnya dia belajar bagaimana proses menanam tanaman, juga mempelajari proses kapilarisasi, meneliti unsur kimia tanah / hara yang mempengaruhi perkembangan tanaman, mengamati proses fotosintesa, mengukur tiap inchi perkembangannya, mempelajari bentuknya, menghapal nama latin dari bagian-bagian tanaman, menggambar, membuat prakarya dari bagian tanaman, belajar cycle of life dari tanaman tersebut, dan sebagainya. Project akhirnya adalah membuat presentasi; entah berupa unsur tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, mendisain operet mengenai kehidupan imajinasi tanaman, atau sekedar menceritakan salah satu proses yang telah mereka pelajari. Menarik bukan? Dari satu tema semua materi dapat terintegrasi. Apalagi kalau daerah tersebut memiliki lahan luas seperti pedesaan dan berbasis agrobisnis, wah pasti akan lebih kaya lagi materi yang bisa digali. Kalau ini bisa dilaksanakan, maka kita tidak akan terfokus pada ruang-ruang kelas yang statis, keluhan standarisasi kurikulum, kurangnya fasilitas hingga keterbatasan guru. Kita bisa menyertakan masyarakat sekitar yang handal dalam bidangnya untuk terlibat dalam project sesuai tema yang ditetapkan. Dan utamanya, anak didik menjadi berperan aktif untuk mengeksporasi minatnya, tanpa dibatasi kekhawatiran atas mata pelajaran tertentu. Tumbuhnya minat tersebut yang akan memotivasi mereka untuk belajar secara mandiri, tanpa didikte guru. Beberapa sekolah sudah membuktikan keberhasilan dengan pendekatan kontekstual, ingat 3 siswa SMP alternatif Qaryah Thayyibah di salatiga , yang berhasil lulus ujian nasional? Dari seluruh siswa kelas 3, hanya mereka yang mengikuti ujian tersebut. Alasannya sekedar ingin menguji apakah mereka dapat mengikuti standar yang diberikan. Nyatanya mereka dapat lulus. Padahal mereka belajar mandiri. Teman-temannya yang lain bahkan sudah tidak mempedulikan dengan ujian tersebut karena asyik menyiapkan project masing-masing. Mereka demikian percaya dirinya dengan keputusan yang mereka ambil yang cenderung "melawan arus", dimana saat itu setiap orang berlomba agar dapat lulus ujian walau dengan menempuh cara-cara yang tidak dibenarkan. Di Jogyakarta ada sebuah TK yang mengembangkan pendidikan prasekolah komunitas yang mendekatkan anak dengan lingkungan sekitarnya. Mereka menggunakan istilah racik-racik untuk melatih motorik halus, ngewot galengan atau meniti pematang sawah sambil belajar dan dolanan. Penutup Uraian ini hanya merupakan wacana yang membutuhkan lebih banyak diskusi untuk mematangkan detilnya. Lebih urgensi lagi, dibutuhkan keberanian dari masing-masing diri untuk menguji-coba wacana ini hingga dapat diimplementasi dalam sistem pendidikan kita.<br /><br />http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.htmlAnggun 'dundun'http://www.blogger.com/profile/13467285297083427493noreply@blogger.com0