Tampilkan postingan dengan label Manajemen Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manajemen Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Mei 2009

SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM

Oleh : Imam Khambali

A. SISTEM PEMBELAJARAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Sekolah dan Dinas Pendidikan Kabupaten dilibatkan secara langsung dalam penyusunan silabus kurikulum berbasis komperensi yang mulai diterapkan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam tahun ajaran baru tahun ini. Menurut Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Dr.Siskandar , penerapan kurikulum berbasis kompentensi itu sesuai dengan tuntutan perkembangan kondisi negara dan sistem administrasi pemerintahan. Dr.Siskandar menjelaskan bahwa materi pada kurikulum berbasis kompetensi (KBK) tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1994 yang dpakai sekolah - sekolah pada waktu lalu.Yang membedakan antara kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dengan kurikulum sebelumnya adalah adanya partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah di dalam menjabarkan materi kurikulum yang bersifat nasional melalui silabus. Di dalam kurikulum ini , silabus adalah isi kompetensi dan elaborasi (uraian dan rincian) materi pelajaran , pembelajran dan penilaian serta pengalokasian waktu yang disusun sesuai dengan semester dan kelas masing - masing.Silabus juga sebagai bentuk operasional kompetensi dan materi pelajaran pokok sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengelola kegiatan pembelajaran. Untuk menjamin bahwa kompentensi dasar yang telah ditentukan dapat dicapai maka perlu prinsip ketuntasan belajar ( mastery learning) dalam pembelajaran dan penilaian. Sebenarnya KBK itu sendiri adalah kurikulum ideal yang tidak saja akan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita , tetapi juga menuntut para praktisi pendidikan khususnya para guru untuk mempersiapkan seluruh potensi dirinya.Tujuan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ini adalah untuk menghasilkan terjadinya demokratisasi pendidikan.Diharapkan hasil keluaran KBK dapat menciptakan lulusan yang menghargai keberagaman (misalnya dalam perbedaan pendapat , agama , ras maupun budaya). Pengkonstuksian dan penyususnan pengetahuan berlangsung dan dilakukan dari , oleh dan untuk para peserta didik.Dengan demikian , dalam penyusunan rencana pembelajaran , seorang guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas dapat berlangsung dalam Susana fun (menyenangkan) , demokratis dan terbuka. Pendekatan pembelajaran yang dapat dilakukan adalah pendekatan kontruktivisme , sains , teknologi dan pendekatan inquri secara utuh.Keutuhan suatu materi pelajaran tentu parameternya harus komprehensif.Misalnya guru harus cerdas , tepat seta efektif dalam menafsikan dan mengimplementasikan KBK yang menjamin tercapainya kompetensi-kompetensi tamatan. Dengan ketiga pola pendekatan tersebut di atas , para peserta didik diberikan kesempatan untuk menemukan suatu konsep dengan menggunakan kompetensi yang dimiliki.Ketercapaian penggalian dan penemuan kompetensi , dilakukan oleh peserta didik itu sendiri sehingga mereka mampu menghayati dan mengamalkan untuk bertaqwa kepada Tuhan Yyang Maha Esa , rasa ingin tahu , toleransi , berfikir terbuka , percaya diri ,kasih saying , peduli sesama , kebersamaan , kekeluargaan dan persahabatan. B. MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIKKemampuan motivasi adalah kemampuan untuk memberikan semangat kepada diri sendiri guna melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat.Dalam hal ini terkandung adanya unsure harapan dan optimisme yang tinggi , sehingga memiliki kekuatan semangat untuk melakuakan suatu aktivitas tertentu , misalnya dalam hal belajar.Itulah yang disebut dengan motivasi belajar. Jadi motivasi belajar para peserta didik pada bidang studi fisika adalah kemempuan atau kekuatan semangat untuk melakukan proses belajar dalam bidang studi fisika.Dengan motivasi belajar yang tinggi ,diharapkan para peserta didik akan meraih prestasi belajar fisika yang memuaskan. C. SISTEM PEMBELAJARAN FISIKA Fisika merupakan bagian adri Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) , yaitu sutau Ilmu yang mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala rahasia dan hokum smesta.Objek Fisika meliputi mempelajari karakter , gejala dan peristiwa yang terjadi atau terkandung dalam benda - benda mati atau benda yang tidak melakukan pengembangan diri. Telah diketahui bersama bahwa di aklangan siswa SMU / MA telah berkembang kesan yang kuat bahawa pelajaran Fisika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami dan kurang menarik.Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat dan motivasi untuk mempelajari Fisika dengan senang hati , merasa terpaksa atau suatu kewajiban.Hal tersebut merupakan akibat kurangnya pemahaman tentang hakikat , kemanfaatan , keindahan dan lapangan kerja dari Fisika. Belajar Fisika akan menyenangkan kalau memahami keindahannya tau manfaatnya.Jika siswa sudah mulai tertarik baik oleh keindahannya , manfaatnya atupun dari lapangan kerjanya ,mereka akan bisa lebih mudah dalam menguasai Fisika.Maka , motivasi belajar sudah menjadi modal pertama untuk menghadapi halangan atau kesulitan apapun yang akan menghadang ketika sedang belajar Fisika. Tidak sedikit siswa yang merasa stress ketika akan mengikuti pelajaran Fisika.Hasil - hasil evaluasi belajar pun menunjukkan bahwa nilai rata - rata kelas di raport untuk pelajaran Fisika seringkali merupakan nilai yang terendah disbanding dengan pelajaran pelajaran lain.Tanpa disadari ,para pendidik atau guruturut memberikan kontribusi terhadap factor yang menyebabkan kesan siswa tersebut di atas.Kesalahan - kesalahan yang cenderung dilakukan para guru , khususnya guru Fisika adalah sebagai berikut : 1. Seringkali , Fisika disajikan hanya sebagai kumpulan rumus belaka yang harus dihafal mati oleh siswa , hingga akhirnya ketika evaluasi belajar , kumpulan tersebut campur aduk dan menjadi kusut di benak siswa. 2. Dalam menyampaikan materi kurang memperhatikan proporsi materi dan sistematika penyampaian , serta kurang menekankan pada konsep dasar , sehingga terasa sulit untuk siswa. 3. Kurangnya variasi dalam pengajaran serta jarangnya digunakan alat Bantu yang dapat memperjelas gambaran siswa tentang materi yang dipelajari. 4. Kecendrungan untuk mempersulit , bukannya mempermudah.Ini sering dilakukan agar siswa tidak memandang remeh pelajaran Fisika serta pengajar atau guru Fisika. Metode pembelajaran tersebut banyak diterapkan di SMU atau MA pada kurikulum sebelum KBK diterapkan.Tetapi metode pembelajran tersebut tak lagi diterapkan pada kurikulum berbasis kompetensi.Malah sebaliknya , siswa diharapkan dapat belajar Fisika dengan mudah , tanpa ada paksaan serta tak lagi merasa suatu kewajiban.Malah belajar Fisika dapat menjadi suatu kegemaran yang menyenangkan dan menarik. Metode pembelajaran Fisika di SMU atau MA pada kurikulum berbasis Kompentensi seharusnya adalah sebagai berikut : 1) Pengantar yang baik Dalam memulai suatu pokok bahasan atau bab yang baru , siswa butuh suatu "pengantar" yang baik , agar mereka merasa nyaman dalam menerima transfer ilmu.Pengantar yang dimaksud mencakup gambaran singkat tentang apa yang dipelajari. 2) Start Easy Saat masuk ke suatu pokok bahasan , sebaiknya diawali dengan pen- jelasan yang sederhana , mudah dicerna , disertai dengan contoh - contoh soal serta soal - soal latihan yang mudah pula.Hal ini penting untuk memberikan kesan "mudah" pada siswa dan menumbuhkan kepercayaan dirinya. 3) Sesuap demi sesuap Proses pembelajaran hendaknya dilakukan secara bertahap , baik dari segi penyampaian materi maupun dari tingkat kesulitan soal.Hindari penyampaian materi yang banyak sekaligus dalam satu pertemuan , ataupun langsung menguji siswa dengan soal - soal yang sulit sebelum mereka mencoba hal - hal yang mudah terlebih dahulu. 4) Gamblang Penjelasan suatu konsep Fisika haruslah gambling , jagan biarkan siswa menangkap suatu konsepsecara samar - samar karena ini akan menjadi beban bagi siswa di masa selanjutnya. Celakanya , inilah yang justru banyak terjadi.Misalnya , pada saat siswa SMU yang abru masuk kita minta untuk menyebutkan bunyi hokum Archimedes , nyaris tidak ada yang mampu menyebutkannya dengan benar. 5) Menyederhanakan dan membatsi Salah satu hal yang sering dikeluhkan siswa daalah bahwa materi yang diajarkan terasa rumit dan terlalu banyak.Hal ini sangat ironis mengingat beban dari kurikulum sendiri tidak menuntut demikian.Yang terjadi adalah seringkali guru merasa belum puas bila belum mengajarkan materi - materi pengayakan yang sebenarnya tidak tercantum dalam GBPP.Untuk memecahakan persoalaan itu yaitu dengan menyedehanakan dan membatasi bahan materi yang dibahas. 6) Ilustrasi yang membantu pemahaman Dalam pengajran Fisika penggunaan Ilustrasi merupakan alat yang efektif dalam menanamkan pemahaman pada siswa. 7) Analogi membangun imajinasi Analogi juga merupakan cara yang efektif dalam membangun imajinasi dan daya nalar siswa . 8) Konsep dan rumus dasar sebagai kunci iggris Pada saat pembelajaran Fisika , seringkali para guru mengajarkan rumus cepat kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam memecahkan suatu persoalan .Penggunaan rumus ini justru menampuhkan kemampuan siswa dalam menggunakan konsep dan rumus dasar . 9) Alat Bantu dan eksperimen untuk memperkuat pemahaman Fisika merupakan ilmu alam , dan dalam mempelajari tentu tak dapat lepas dari eksperimen . Kadang hanya lewat eksperimen , siswa dapat meyakini suatu hal yang sepintas tidak sesuai dengan logika mereka . Selain itu , media elektronik juga baik untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran 10) " Game " untuk membangun suasana Proses pembelajaran tidak dapat dipaksakan bila kondisi siswa sudah jenuh . Hal tersebut diatasi dengan mengadakan " game " dimana siswa diberi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang sudah diajarkan . 11) Soal-soal standar untuk melatih skill Dalam menghadapi evaluasi belajar , selain diperlukan pemahaman konsep juga dibutuhkan keterampilan menjawab soal . Keterampilan ini dapat ditingkatkan dengan banyak latihan mengerjakan soal-soal fisika . D. PRESTASI BELAJAR FISIKA Prestasi belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar , maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai prestasi yang setinggi - tingginya. Prestasi belajar dinyatakan dengan skkor hasil tes atau angak yang diberikan guru berdasarkan pengamatannya belaka atau keduanya yaitu hasil tes serta pengamatan guru pada waktu peserta didik melakukan diskusi kelompok. Berdasarkan batasan pengertian prestasi belajar tersebut , dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Fisika adalah hasil yang telah dicapai siswa melalui suatu kegiatan belajar Fisika.Kegiatan belajar dapat dilakukan secara individu maupun dan secara kelompok.

http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.html

Pendidikan kontekstual

Oleh: Imam Khambali

Lihatlah berbagai persoalan yang kerap diseru oleh para praktisi pendidikan; dari mulai sekolah mahal, kesenjangan kualitas pendidikan di kota besar dan kecil akibat tidak adanya standarisasi antara kualitas ajar, keterbatasan bahan ajar, penghasilan guru yang pas-pas-an hingga bangunan sekolah yang tidak layak huni. Di kota besarpun walau terlihat lebih terfasilitasi tetap terganjal persoalan mahalnya cost yang dikeluarkan agar anak dapat mengecap sekolah bermutu. Walau definisi sekolah bermutupun belum jelas pula. Biasanya lebih terkait dengan fasilitas fisik bangunan, latar pendidikan guru, dan metoda atau acuan kurikulum yang digunakan. Setiap kali mengikuti kegiatan seminar, para guru yang datang dari penjuru Indonesia kerapkali mengeluhkan bagaimana mungkin mereka mampu menyamai Jakarta dalam menghasilkan anak didik yang bermutu. Anak didik bermutu adalah terkait dengan siswa yang berhasil masuk universitas negeri, mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan ke luar negeri, terampil berbahasa inggris dan setelah lulus mendapat pekerjaan di perusahaan besar, perusahaan asing atau minimal BUMN. Demikian opini yang terbangun dalam benak mereka. Sama sekali tidak salah kalau memang ada yang mampu menjalani mekanisme demikian. Tapi kalau kemudian hal itu dijadikan standard yang harus dicapai setiap orang, tentu menjadi salah kaprah. Konsep keberhasilan sangat luas dan mendalam, tidak bisa dikerutkan hanya pada capaian jangka pendek seperti itu. Setiap sekolah harusnya punya punya kepercayaan diri yang kuat untuk membangun konsep tersendiri dalam menjalankan fungsi akademisnya. Tidak hanya sekedar meniru sesuatu hal yang belum tentu pas dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki saat ini. Sekolah di daerah sekarang berlomba untuk membangun sekolah internasional, sekolah terpadu atau minimal nasional plus dengan mengutip biaya yang tidak sedikit. Sekali lagi tidak ada yang salah dengan pilihan demikian. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak terakomodir dalam sistem itu? Apakah kemudian menjadi prediksi suramnya masa depan seseorang? Yang lebih mengkhawatirkan bila rasa "gagal" tidak terakomodir dalam sekolah mahal itu kemudian menumbuhkan agresivitas aktif maupun pasif; dari yang ekstrem berupa kenakalan remaja, demonstrasi yang destruktif hingga yang lebih mendasar berupa rasa minder, menyalahkan keadaan yang tidak mendukung hingga menghujat Tuhan. Heemm. Lebih mengenaskan kalau ini juga berdampak pada para pendidik. Apabila seorang guru tidak punya konsep atau visi yang kuat mengenai arti pendidikan dan tujuannya, mereka juga akan mudah terbawa pada pandangan mengenai tujuan pragmatis pendidikan. Tidak terakomodir dalam sistem yang dipandang sebagai stándar keberhasilan membuat para guru pesimis terhadap masa depan anak didiknya maupun dirinya sendiri. Pola pikir seperti itu tentu akan mempengaruhi perlakuan atau cara seorang guru dalam menangani anak didiknya. Perasaan tersisih, gagal, tidak bermasa depan, minder akan mewarnai sikap seseorang dalam menghadapi persoalan. Seolah pintu sudah tertutup, tiada celah untuk memperbaiki masa depan. Akibatnya? Mencari kambing hitam, adalah defense mechanism yang lazim dilakukan seseorang yang merasa tertekan. Tertekan oleh apa? Oleh beban pikirannya sendiri, tentu. Hal ini bisa dilihat bila dalam suatu kongres atau seminar ada wacana baru yang dihadirkan sebagai alternatif pendekatan pengajaran, para guru akan berkeluh-kesah dulu kemudian menuntut pembicara untuk segera membuat juklak yang langsung bisa dipraktekkan di tempat masing-masing. Mereka sudah lama terbiasa menjadi operator kurikulum, sehingga wacana baru tidak cukup menggairahkan mereka untuk berbuat sesuatu yang baru. Membangun visi para pendidik Kalau disoal elemen apakah yang paling crucial untuk dibenahi, tiada lain adalah guru sebagai elemen yang paling utama. Kurikulum sekalipun hanyalah alat yang dibuat oleh manusia, ia akan menjadi sesuatu yang hidup tergantung oleh yang menyampaikannya. Menurut saya pribadi yang harus segera dibenahi adalah mengkonstruk struktur berpikir para guru mengenai pendidikan. Hal ini menjadi penting agar kita tidak mudah putus asa dan mendorong kita agar berkreativitas dengan sumber daya yang kita miliki saat ini. Saya amati, di Jakarta sekalipun, banayak sekolah kebingungan untuk mengadopsi metoda yang tepat. Bahkan ada sekolah yang mengadopsi beberapa metoda sekaligus tanpa memahami esensi atau key-point dari masing-masing metoda tersebut, sehingga prakteknya tetap tidak terlihat sesuatu yang istimewa. Menariknya ada sekolah dasar dan taman kanak-kanak yang mengklaim berbasis active learning tapi juga menggunakan pojok montessori, sekaligus multiple intellegences, dengan preferences agama tertentu. Belum lagi program-program tambahan lainnya. Ffuuih...seperti hyper-market saja layaknya. Semua ada. Prakteknya? Belum tentu sesuai dengan yang diharapkan. Pokoknya semakin lengkap program atau metoda, maka semakin menyakinkan untuk disebut sekolah bermutu, itu opini kebanyakan orangtua murid. Sekolah seperti ini biasa disebut sekolah terpadu, nasional plus atau berwawasan internasional:p Kalau masing-masing kita ditanya arti pendidikan dan tujuannya, mungkin kita akan menarik garis tegas antara tataran konsep dan praktisnya. Konsep boleh setinggi langit. Tapi tetap yang menjadi capaian adalah target jangka pendek. Seperti misalnya, anak TK harus belajar calistung agar dapat masuk SD favorit, demikian pula di tahapan selanjutnya bagaimana agar siswa didik dapat melewati satu fase dan menempuh fase berikutnya. Akibatnya guru seringkali terfokus hanya dengan bagaimana caranya menyampaikan materi sebanyak-banyaknya dalam tempo sesingkat-singkatnya. Bagi yang minat akademisnya tinggi didukung kemampuan mencerap / mengimitasi yang tinggi tentu tidak terlalu menjadi problem. Mereka dapat dengan mulus melampaui apa yang diharapkan dalam target materi. Yang dikhawatirkan bila pola 'menyuapi' seperti ini dibiasakan, maka anak didik akan kehilangan inisiatif, mereka hanya terbiasa meniru dan bekerja berdasar instruksi. Didikte. Tidak perduli apakah yang mereka kerjakan memiliki kontribusi bagi masyarakat sekitar atau tidak. Fenomena ini sangat rentan melahirkan pribadi egois, individualistis. Problem menjadi lebih hebat bila anak didik tidak mampu mengikuti standard tersebut. Akibatnya guru dengan mudah melabeli anak dengan sebutan tertentu dan mengirim anak pada psikolog atau guru BP. Bahkan bagi guru yang lugu, mereka akan dengan mudah menyebut anak didik mereka ber-IQ rendah. Mengenaskan sekali, sudah miskin, tinggal di desa IDT yang terbelakang, kemudian dianugerahi otak yang bodoh pula. Itu keluhan para pengajar di daerah. Tapi menariknya dengan kondisi yang serba terbatas demikian, toh mereka tetap mampu berdikari, dapat bertahan hidup, beranak-pinak membangun keluarga turun temurun. Pasti ada kecerdasan tertentu yang diberikan alam sehingga mereka dapat bertahan. Kalau mereka bodoh pasti kelompok mereka sudah lenyap dari muka bumi. yang menjadi masalah mungkin adalah cara penyampaian yang tidak tepat bagi komunitas tertentu. Guru cenderung menyampaikan sesuatu sesuai dengan pengalaman yang ia terima, ia kemudian hanya melakukan pengulangan. Mengimitasi dari pola yang telah ia pelajari. Tentu akan terjadi banyak benturan bila fokus kita hanyalah pada metoda tertentu, hanya berbasis pada pola pengajaran yang pernah kita terima semasa sekolah dulu. Tanpa didukung oleh visi yang jelas dan kuat yang terinternalisasi didalam diri, kita akan mudah terjebak pada penghitam-putihan. Tidak terbangun motivasi atau inspirasi untuk mengkreasi suatu hal yang baru. Kita terbiasa berpikir linier; bila tidak A, maka gagal. Bukannya bila tidak A maka ada B, C, dst, sebagai ciri orang yang mampu berpikir lateral atau kompleks. Saya sendiri tidak mau berkutat dengan persoalan mendefinisi arti dan tujuan pendidikan. Setiap orang harus mampu membangun visi tersebut dalam dirinya masing-masing. Kalaupun ada tokoh atau instansi tertentu yang mampu menelorkan visi yang bernas mengenai pendidikan, tetap menjadi kerja berat dalam mensosialisasikannya agar berbuah menjadi tindak laku nyata, tidak sekedar menjadi slogan semata. Bagi saya pribadi, konsep pendidikan yang terpahami adalah bahwa setiap orang dilahirkan dengan membawa talenta dari Tuhan. Tugas pendidik adalah mencari cara dalam mendidik yang tepat agar dapat memancing talenta tersebut, mengasahnya agar dapat memberikan manfaat bagi umat. Talenta dimaksud tentu luas sekali, tidak terbatas dengan produk yang kita kenal sekarang. Kita harus berangkat pada pemikiran bahwa anak didik kita membawa sesuatu yang belum kita kenali. Namun tetap ada clue yang secara umum bisa kita tengarai, yaitu lingkungan dimana ia tinggal dan dibesarkan sebagai salah satu aspek penting dalam mengenali jati diri pribadi. Alternatif solusi: pendekatan kontekstual Pernahkah kita amati bagaimana masing-masing daerah memiliki keunikan dari ragam hayati dan nabatinya? Dari kondisi geografisnya? Dari manusianya?. Misalnya, mengapa kota Malang terkenal dengan apelnya? Kota peliatan terkenal dengan penari legongnya? Kota Garut terkenal dengan dombanya? Kota Bunaken terkenal dengan taman lautnya? Bugis terkenal dengan para pelaut tangguhnya? Dan kota Ampek angkek terkenal dengan penjahit ulungnya?. Belum lagi bahasanya yang unik, tiap daerah punya kosakata berbeda untuk menyatakan sesuatu, dengan kekayaan aksen dan logat yang spesifik pada masing-masing daerah. Bayangkan keterampilan yang dimiliki setiap suku bangsa, kita tidak akan menafikannya, bukan?. Kehidupan keseharian para penduduk yang belajar melalui alam menjadi aset penting bagi kita dalam menemukan metoda yang pas dalam mendidik mereka. Guru harus berupaya menemukan metoda dengan memberdayakan potensi lokal, yang berbasis pada kebutuhan kultural. Beberapa kelemahan pendidikan kita adalah me'menara-gading'kan pendidikan dengan tidak menyentuh aspek kontekstual masyarakat sekitar. Pembelajaran seolah menjadi materi tersendiri yang tidak berkesinambung dengan kehidupan keseharian. Materi yang diberikanpun tidak terintegrasi satu sama lain. Secara logika, bagaimana mungkin belajar ilmu bumi dengan memisahkan antara fisika, biologi, kimia dan matematika?. Contoh riil, ketika seorang anak belajar mengenai tumbuhan, harusnya dia belajar bagaimana proses menanam tanaman, juga mempelajari proses kapilarisasi, meneliti unsur kimia tanah / hara yang mempengaruhi perkembangan tanaman, mengamati proses fotosintesa, mengukur tiap inchi perkembangannya, mempelajari bentuknya, menghapal nama latin dari bagian-bagian tanaman, menggambar, membuat prakarya dari bagian tanaman, belajar cycle of life dari tanaman tersebut, dan sebagainya. Project akhirnya adalah membuat presentasi; entah berupa unsur tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, mendisain operet mengenai kehidupan imajinasi tanaman, atau sekedar menceritakan salah satu proses yang telah mereka pelajari. Menarik bukan? Dari satu tema semua materi dapat terintegrasi. Apalagi kalau daerah tersebut memiliki lahan luas seperti pedesaan dan berbasis agrobisnis, wah pasti akan lebih kaya lagi materi yang bisa digali. Kalau ini bisa dilaksanakan, maka kita tidak akan terfokus pada ruang-ruang kelas yang statis, keluhan standarisasi kurikulum, kurangnya fasilitas hingga keterbatasan guru. Kita bisa menyertakan masyarakat sekitar yang handal dalam bidangnya untuk terlibat dalam project sesuai tema yang ditetapkan. Dan utamanya, anak didik menjadi berperan aktif untuk mengeksporasi minatnya, tanpa dibatasi kekhawatiran atas mata pelajaran tertentu. Tumbuhnya minat tersebut yang akan memotivasi mereka untuk belajar secara mandiri, tanpa didikte guru. Beberapa sekolah sudah membuktikan keberhasilan dengan pendekatan kontekstual, ingat 3 siswa SMP alternatif Qaryah Thayyibah di salatiga , yang berhasil lulus ujian nasional? Dari seluruh siswa kelas 3, hanya mereka yang mengikuti ujian tersebut. Alasannya sekedar ingin menguji apakah mereka dapat mengikuti standar yang diberikan. Nyatanya mereka dapat lulus. Padahal mereka belajar mandiri. Teman-temannya yang lain bahkan sudah tidak mempedulikan dengan ujian tersebut karena asyik menyiapkan project masing-masing. Mereka demikian percaya dirinya dengan keputusan yang mereka ambil yang cenderung "melawan arus", dimana saat itu setiap orang berlomba agar dapat lulus ujian walau dengan menempuh cara-cara yang tidak dibenarkan. Di Jogyakarta ada sebuah TK yang mengembangkan pendidikan prasekolah komunitas yang mendekatkan anak dengan lingkungan sekitarnya. Mereka menggunakan istilah racik-racik untuk melatih motorik halus, ngewot galengan atau meniti pematang sawah sambil belajar dan dolanan. Penutup Uraian ini hanya merupakan wacana yang membutuhkan lebih banyak diskusi untuk mematangkan detilnya. Lebih urgensi lagi, dibutuhkan keberanian dari masing-masing diri untuk menguji-coba wacana ini hingga dapat diimplementasi dalam sistem pendidikan kita.

http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.html

PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN SEKOLAH

oleh : Imam Khambali
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman siswa tentang biologi sebagai ilmu, diasumsikan sebagai ilmu hafalan dan tidak ada manfaatnya dalam kehidupan keseharian.. Anggapan yang timbul karena mereka melihat biologi sebagai ilmu yang banyak mempergunakan bahasa latin sebagai bahasa ilmiah. Juga akibat pengalaman belajar yang bersifat verbalistis dan tidak pernah diajak belajar di luar kelas. Pengalaman belajar di sekolah sebelumnya lebih bersifat tekstual dan lebih menekankan pada penyelesaiaan soal-soal daripada pembelajaran secara praksis. Model pembelajaran yang memisahkan konsep dengan realitas kehidupan sehari-hari, semakin menjauhkan pemahaman hubungan ilmu biologi dengan , alam sekitar dan kehidupan siswa. Suatu kondisi yang kemudian menimbulkan persepsi yang keliru , dan melepaskan relevansi ilmu biologi dengan realitas kehidupan siswa. Suatu pembelajaran verbalistik yang kurang memanfaatkan potensi lingkungan sekitar sebagai sumber belajar yang paling dekat dengan diri anak. Suatu realitas yang tidak dapat diingkari bahwa banyak siswa SMA yang tidak mengenal aneka jenis tanaman hias yang ada di halaman sekolah. Persoalan di atas merupakan persoalan klise yang selalu muncul, karena orientasi pembelajaran yang dilakukan guru tidak pernah mendekatkan siswa dengan lingkungan secara langsung. Suatu pola pembelajaran yang didominasi guru tanpa mempertimbangkan latar belakang, pengalaman, dan lingkungan sekitar siswa. Sehingga siswa hanya berfungsi sebagai obyek, tanpa mampu mengembangkan diri, dan lingkungan sebagai sumber belajar tidak dimanfaatkan secara optimal Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian, berjudul: PEMBELAJARAN EKOSISTEM DI TAMAN SEKOLAH UNTUK MENANAMKAN PEMAHAMAN RELEVANSI BIOLOGI DENGAN ALAM SEKITAR MELALUI PEMBENTUKAN KELOMPOK SINDIKAT DAN STUDI KASUS DI SMA 1 SUMENEP B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di latar belakang, peneliti merumuskan permasalahan, sebagai berikut:Bagaimana pengaruh pembentukan kelompok sindikat untuk menanamkan pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh pembentukan kelompok sindikat dalam pembelajaran ekosistem terhadap pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar; 2. Memberikan alternatif pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekolah, sehingga tercipta suasana yang rileks dan menyenangkan. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Teoritis Mempraktikan pembelajaran kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sekolah dan aneka metode pembelajaran yang menyenangkan, dengan memperlakukan siswa sebagai subyek, yang mampu mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan kemampuannya. 2. Empiris Bagi guru dapat meningkatkan kecakapan dalam menyusun perencanaan program pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan serta latar belakang pengalaman siswa. Mendekatkan anak dengan lingkungan sekitar, sehingga dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dan pada gilirannya dapat menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan Maha Sempurnanya Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta. E. Penjelasan Istilah Pembelajaran Ekosistem ; proses pembelajaran yang menjelaskan konsep kesatuan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Komponen biotik dan abiotik yang saling mempengaruhi. Taman Sekolah, adalah taman artifisial yang ditanam aneka tanaman hias dan pelindung untuk mengindahkan dan menghijaukan lahan di pekarangan sekolah. Pemahaman relevansi biologi dengan alam sekitar, adalah hubungan antara alam ilmu biologi dengan alam sekitar tempat tinggal atau kehidupan nyata sehari-hari, menekankan pentingnya peran manusia dalam melestarikan lingkungan. Kelompok Sindikat adalah pembentukan sindikat di antara siswa untuk memilih anggota kelompok dengan teman yang paling disukai dan dianggap bisa untuk bekerja sama dalam memecahkan masalah atau mendiskusikan permasalahan Studi Kasus; metode pembelajaran dengan mengambil kasus lingkungan aktual, untuk diselidiki dan dicarikan cara penyelesaiannya KAJIAN PUSTAKA A. Relevansi Ilmu Biologi dengan Kehidupan Sehari - hari Pesatnya perkemebangan sains dan teknologi telah banyak memerikan perubahan terhadap berbagai sektor kehidupan manusia. Suatu perubahan yang memberikan berbagai kemudahan bagi manusia, sehingga semuanya bisa dilakukan dengan cepat dan efisien. Perubahan kehiduapn yang menggiring manusia pada perilaku instan dan serba mekanis. Perubahan yang kemudian semakin menjauhkan manusia dari lingkungannya, alam semakin teralineasi dari kehidupan manusia. Sehingga berbagai dampak perubahan alam belakangan ini menimpa kehidupan manusia. Suatu peringatan yang meminta manusia untuk introspeksi diri mengenai hubungan dirinya dengan alam. Maka, dalam kondisi demikian itu, ilmu biologi memiliki peranan untuk mengaktualisasikan relevansi antara manusia dengan lingkungannya. Pembelajaran biologi menyangkut proses belajar yang berkaitan dengan makhluk hidup dengan lingkungannya. Suatu proses pembelajaran yang selalu berhubungan dengan aktivitas kehidupan nyata.De Porter (2000:5) menjelaskan bahwa interaksi dari berbagai macam momen di sekitar mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warna negara yang demokratis dan bertanggungjawab.Untuk mencapai ke arah tujuan pendidikan nasional tersebut, secara mikro setiap proses pembelajaran tidak hanya mengembangkan kemampuan aspek kognitif, tetapi juga mengembangkan kecakapan aspek efektif dan psikomotorik. Selanjutnya akan mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual secara berimbang. Proses pembelajaran biologi sebagai kegiatan mikro dalam kerangka mencapai tujuan nasional, harus bertumpu kepada upaya-upaya untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air, dan iklim belajar serta diharapkan dapat menumbuhkan rasa percaya diri , sikap dan perilaku inovatif dan kreatif. Pada gilirannya pendidikan akan mampu mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bertanggungjawab Hadiat (1998/1999:5), menjelaskan bahwa tujuan dan fungsi pembelajaran biologi di SMA, agar siswa memahami konsep-konsep biologi dan keterkaitannya serta mampu menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga menyadari akan kebesaran dan kekuasaan penciptanya. Johar (1990), menjelaskan pemanfaatan lingkungan lokal merupakan pendekatan sosialisasi anak didik terhadap obyek dan persoalan biologi di lingkungan anak didik. Pada gilirannya mereka mampu menyatu dengan lingkungannya, menyatu dengan ekosistemnya. Sisoalisasi sejak dini dengan memanfaatkan lingkungan lokal dengan alam dan budaya setempat kepada anak didik akan menuju terwujudnya manusia Indonesia yang cinta tanah air, berkepribadian dan berkesadaran nasional. Sekaligus dapat menumbuhkan pemahaman mengenai relevansi antara ilmu biologi dengan lingkungan alam, dan kehidupan sehari-hari. B. Pembelajaran Kontekstual Dan Kooperatif Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas. Sedikit- demi sedikit dari proses mengkonstruksi sendiri sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat. Karakteristik pembelajaran kontekstual, di antaranya: 1. melakukan hubungan yang bermakna; 2. melakukan kegiatan yang signifikan; 3. belajar yang diatur sendiri; 4. bekerjasama; 5. berpikir kritis (Nurhadi,2003: 14) Sedangkan belajar kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Holubec in Nurhadi,2003:20) Menurut Abdurrahman dan Bintoro, pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan hidup dalam masyarakat nyata. Bruner (Siberman, 2000:8) mendeskripsikan belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespon yang lain dalam mencapai suatu tujuan. Suatu reciprocity yang merupakan sumber motivasi yang setiap pengajar dapat menjalankan stimulasi untuk belajar. Dari berbagai uraian tersebut, maka sebenarnya pembentukan kelompok sindikat, merupakan suatu variasi dari pembelajaran kooperatif dengan memberikan pilihan bagi siswa untuk menentukan anggota kelompoknya sendiri yang dianggap bisa bekerjasama dalam menyelesaikan suatu persoalan yang dihadapinya. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS A. Metode Penelitian Penelitian ini mengacu kepada penelitian tindakan kelas yang berlangsung dalam dua siklus: pertama, untuk mengatasi masalah persepsi mengenai hubungan biologi dan alam sekitar. Pada siklus pertama setelah mengetahui kondisi siswa peneliti mempergunakan alternatif metode pembentukan kelompok sindikat dan pada siklus berikutnya divariasikan dengan pendekatan studi kasus kedua, mengatasi kesalahan persepsi dan menanamkan konsep hubungan biologi dengan alam sekitar. Prosedur penelitian ini meliputi meliputi 4 tahapan yaitu; Perancangan, pelaksanaan, tindakan, observasi dan refleksi. (Kemmis dan MC Taggart in FX. Sudarsono, 1996) B. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kualitatif dengan berpatokan kepada standar minimal kompetensi yang ditetapkan di dalam kurikulum 2004. Setiap anak dinyatakan tuntas jika mencapai kompetensi ¡Ý 75 %. Apabila mendapatkan nilai ¡Ü 75 % dinyatakan tidak tuntas dan wajib mengikuti program remidial. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Observasi AwalHal yang sangat menarik ketika peneliti diberi tugas mengajar di kelas X tahun pelajaran 2004/2005,menemukan fakta bahwa dari 41 orang siswa, 31 orang diantaranya belum pernah melakukan pembelajaran biologi di luar kelas. Siswa memiliki pengalaman belajar biologi secara tekstual atau sesekali ke dalam ruangan laboratorium. Umumnya mereka mengalami pembelajaran secara tekstual dan latihan mengerjakan soal. Pengalaman tersebut menimbulkan asumsi siswa bahwa, pelajaran biologi sarat dengan hafalan dan bahasa latin. Mereka merasa bosan dan pembelajarannya kurang menarik. Mereka kurang memahami konteks hubungan biologi dengan kehidupan alam sekitar dan keseharian. Karena kalau pun mereka mendapatkan pembelajaran materi ekosistem, pengalaman yang diperoleh secara tekstual, dan contoh yang diberikan tidak ada dalam lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. B. Paparan Data dan Temuan dalam Tindakan I 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan ini untuk mengatasi problem siswa yang kurang tertarik kepada pelajaran biologi, sekaligus untuk memberikan pengalaman praksis bagi siswa melakukan pembelajaran kongkrit. Suatu pembelajaran yang memanifestasikan hubungan pelajaran biologi dengan alam sekitar. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan dengan memberikan lembaran kerja kepada setiap siswa, kemudian mereka membentuk kelompok sindikat, persekongkolan dengan teman yang dipilih sesuai dengan kehendak dalam menentukan lokasi taman sekolah yang akan dijadikan obyek pengamatan di luar kelas. Setelah menentukan lokasi pengamatan, setiap kelompok sindikat mengidentifikasi jenis tanaman yang ada di setiap taman, kemudian memasukkan data ke dalam tabel pengamatan. Sebagian dari anggota sindikat, banyak tidak mengenal jenis tanaman hias yang diamatinya. Peneliti membantu memberitahukan nama jenis tanaman yang tidak dikenal siswa. Dari tabel hasil pengamatan, siswa mengklasifikasikan komponen taman menjadi komponen biotik dan komponen abiotik, serta mengelompokkannya ke dalam jenis, populasi, komunitas dan ekosistem. Siswa menyimpulkan pengertian ekosistem dan karaktertik ekosistem taman (daratan). Membuat rantai makanan, dan hubungan antar komponen ekosistemnya. 3. Observasi Dari hasil pengamatan peneliti selama pelaksanaan tindakan I sampai akhir tindakan I, didapatkan data: 1. Siswa dapat menjelaskan komponen penyusun ekosistem, tetapi belum bisa menjelaskan hubungan antara komponen biotik dengan komponen abiotik ; 2. Sebagian siswa menuliskan rantai makanan tidak berdasarkan dari hasil pengamatan. 4. Refleksi Berdasarkan observasi dan tugas pada akhir tindakan I ditemukan data sebagai berikut: 1. Dengan melakukan pengamatan di taman sekolah siswa mampu menguraikan komponen penyusun ekosistem dari tiap taman yang diamati : 2. Siswa merasa lebih senang dengan pengalaman belajar di luar kelas, dan memilih anggota kelompok menurut kehendaknya sendiri: 3. Perlu dilakukan tindakan II untuk mengatasi kesalahan konsepsi mengenai terjadinya suksesi dan rantai makanan C. Paparan Data dan Temuan Dalam Tindakan II 1. Perencanaan Tindakan II Pembelajaran dalam tindakan II merupakan upaya mengatasi kesalahan konsepsi siswa mengenai suksesi ekosistem dan rantai makanan serta menganalisis terjadinya perubahan lingkungan. Menjelaskan peranan manusia dalam menjaga keseimbangan lingkungan. 2. Pelaksanaan Tindakan II Pada awal tindakan II: (1) siswa diberi contoh kasus mengenai terjadinya suksesi yang akan terjadi di daerah Meulaboh (NAD); dan (2) siswa membuat rantai makanan dari data serangan hama yang menyerbu tanaman padi dan perkebun kelapa (dalam lampiran). 3. Observasi Dari pengamatan peneliti selama tindakan II berlangsung: 1.Kelompok sindikat antusias, saling mempertahankan pendapatnya mengenai suksesi ekosistem yang akan terjadi di Meulaboh pasca bencana tsunami. Dalam diskusi antar kelompok, terlihat ada kelompok sindikat yang dominan dan ada sebagian anggota sindikat yang pasif. Peneliti sebagai fasilitator dan motivator, memberikan kesempatan kepada kelompok pasif untuk mengutarakan pendapatnya.; 2 Masih terdapat anggota kelompok sindikat yang kurang benar dalam membuat rantai makanan, dan menganalisis serta mengatasi gangguan atau perubahan lingkungan berdasarkan rantai makanan yang telah dibuat. 4. Refleksi Berdasarkan observasi pada tindakan II dapat direfleksikan hal-hal sebagai berikut: 1. Antusiasme siswa meningkat dalam upaya memahami konsep dan mampu mengemukakan argumentasi dengan baik; 2. Pembentukan sindikat dan pemberian studi kasus yang berhubungan langsung dengan persoalan aktual di lingkungan, menguatkan pemahaman siswa mengenai hubungan biologi dengan alam sekitar atau kehidupan sehari-hari; 3. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan penilaian pada akhir tindakan II. Dari data yang dipaparkan di atas dapat diketahui bahwa pemahaman anak terhadap eksosistem dapat mencapai ketuntasan dengan nilai kompetensi 75 % .Pembelajaran eksositem di taman sekolah dengan pembentukan kelompok sindikat dan studi kasus dapat menanamkan pemahaman relevansi biologi dengan lingkungan sekitar atau dengan realitas kehidupan sehari-hari. PENUTUP A. Simpulan 1. Kesalahan persepsi siswa mengenai hubungan biologi dengan alam lingkungan sekitar disebabkan pengalaman belajar siswa yang diperoleh sebelumnya bersifat verbalistik Melalui pembelajaran secara kongkrit, dengan memberikan pengalaman belajar di taman sekolah dengan membentuk sindikat serta mempelajari studi kasus, dapat mnenciptakan suasana belajar lebih riang, santai, dan menyegarkan. Serta mampu menanamkan pemahaman konsep ekosistem yang mengaitkan biologi dengan alam sekitar atau kehidupan sehari-hari. 2. Kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami konsep ekosistem: a. menjelaskan hubungan antara komponen biotik dengan abiotik; b. cara memberikan argumentasi kurang runtut; c. menuliskan rantai makanan dari studi kasus perubahan keseimbangan ekosistem; d. menganalisis penyebab terjadinya perubahan ekosistem 3. Upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut: a. Guru mengarahkan jawaban siswa dengan menekankan pengaruh faktor abiotik terhadap faktor biotik, dan sebaliknya; b. Dari argumentasi yang dikemukakan siswa dalam diskusi point-point pokok dituliskan di papan dan kemudian meminta tanggapan anggota sindikat yang lain untuk menambah kekurangannya sehingga jawaban menjadi benar dan utuh; c. Dari salah satu jawaban siswa mengenai rantai makanan dituliskan di papan tulis dan meminta anggota sindikat yang lain untuk menanggapinya. Jika ada jawaban yang berbeda anggota sindikat menuliskannya di papan tulis; d. Berdasarkan rantai makanan yang telah dibuat siswa, guru menanykan faktor penyebab utama terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem, sehingga terjadi serangan hama. Kemudian mencari penyebab peningkatan populasi hama dan peranan manusia dalam perubahan ekosistem tersebut. B. Saran - Pengalaman belajar di luar kelas atau taman dapat dilakukan pada beberapa konsep biologi penting untuk dilakukan, sehingga bisa tercipta pembelajaran yang kongkrit dan memberikan suasana pembelajaran yang berbeda bagi siswa.Sekaligus memanfaatkan taman atau kebun sekolah dalam implementasi pembelajaran sehingga memberikan makna yang berarti bagi penglaman belajar siswa; - Penelitian sederhana ini dapat dikembangkan lagi secara eksploratif dengan memadukan beberapa konsep biologi dengan aneka metode pembelajaran yang lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini penting dilakukan, ketika pelbagai teknologi instan semakin mengalineasi anak didik dari lingkungan alam dan sosiobudayanya.

http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.html

Pendidikan atau pembelajaran jarak jauh

Oleh : Imam Khambali

Pendidikan Jarak Jauh secara tersurat sudah termaktub di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang "Sistem Pendidikan Nasional". Rumusan tentang Pendidikan Jarak Jauh terlihat pada BAB VI Jalur, jenjang dan Jenis Pendidikan pada Bagian Kesepuluh Pendidikan Jarak Jauh pada Pasal 31 berbunyi : (1) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; (2) Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tata muka atau regular; (3) Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta system penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standard nasional pendidikan; (4) Ketentuan mengenai penyelenggarakan pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Ini menunjukan kepada kita bahwa pendidikan jarak jauh merupakan program pemerintah yang perlu terus didukung. Pemerintah merasakan bahwa kondisi pendidikan negeri kita perlu terus dibenahi, dan tentunya diperlukan strategi yang tepat, terencana dan simultan. Selama ini belum tersentuh secara optimal, karena banyak hal yang juga perlu dipertimbangkan dan dilakukan pemerintah didalam kerangka peningkatan kualitas sector pendidikan. Pendidikan jarak jauh pada kondisi awal sudah dijalankan pemerintah melalui berbagai upaya, baik melalui Belajar Jarak Jauh yang dikembangkan oleh Universitas Terbuka, mapun Pendidikan Jarak Jauh yang dikembangkan oleh Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Departemen Pendidikan Nasional, melalui program pembelajaran multimedia, dengan program SLTP dan SMU Terbuka, Pendidikan dan Latihan Siaran Radio Pendidikan. Berkenaan dengan itu, yang pasti sasaran dari program pendidikan jarak jauh tidak lain adalah memberikan kesempatan kepada anak-anak bangsa yang belum tersentuh mengecap pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, bahkan tidak terkecuali anak didik yang sempat putus sekolah, baik untuk pendidikan dasar, menengah. Demikian pula bagi para guru yang memiliki sertifikasi lulusan SPG/SGO/KPG yang karena kondisi tempat bertugas di daerah terpencil, pedalaman, di pergunungan, dan banyak pula yang dipisahkan antar pulau, maka peluang untuk mendapatkan pendidikan melalui program pendidikan jarak jauh mutlak terbuka lebar. Perlu dicatat bahwa pemerintah telah melakukan dengan berbagai terobosan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Upaya keras yang dilakukan adalah berkaiatan dengan lokalisasi daerah terpencil, pedalaman yang sangat terbatas oleh berbagai hal, seperti transportasi, komunikasi, maupun informasi. Hal ini sesegera mungkin untuk diantisipasi, sehingga jurang ketertinggalan dengan masyarakat perkotaan tidak terlalu dalam, dan segera untuk diantisipasi. Semangat otonomi daerah memberikan angin segar terhadap pelaksanaan program pendidikan jarak jauh. Apalagi bila kita telusuri, masih banyak para guru yang mempunyai keinginan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi karena keterbatasan dana, ditambah lagi ketidakmungkinannya untuk meninggalkan sekolah, maka cita-cita untuk melanjutkan belum tercapai. Akan tetapi dengan melalui program pendidikan jarak jauh melalui pola pembelajaran multi media yang digalakan oleh Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi (Pustekkom) Pendidikan Nasional, merupakan angin segar bagi para guru-guru yang berpendidikan SPG/SGO untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Diploma Dua melalui Program PGSD. Demikian pula bagi para guru-guru yang baru direkrut melalui program guru bantu yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat maupun guru kontrak yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, pada umumnya banyak lulusan SMU/SMK/MA tentunya dari segi kualitas perlu terus ditingkatkan, apalagi yang menyangkut kemampuan didaktik, metodik dan paedogogik masih perlu banyak belajar, karena selama menjalani pendidikan di sekolah menengah tidak pernah mendapatkan materi tersebut. Mereka-mereka ini perlu diberi kesempatan untuk mengikuti program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) selama dua tahun. Katanya Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi (Pustekkom) Dinas Pendidikan Nasional bekerjasama dengan LPTK, dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota tahun depan akan melaksanakan program pendidikan jarak jauh, yang akan diujicoba untuk lima propinsi se Indonesia, Yakni Propinsi Riau, Sumatera Barat, Papua, Gorontalo, dan Ujung Pandang. Pola yang diterapkan melalui program pembelajaran multimedia, dengan melibatkan LPTK yang ada, Dinas Kabupaten/Kota serta Pustekkom Propinsi. Para guru tidak perlu lagi meninggalkan tugas mengajar, dan tentunya proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif seperti biasa. Para tutorial dan teknisi dari LPTK yang akan datang ke daerah untuk melakukan proses pembelajaran. Telah terjadi distribusi hak dan wewenang antara, LPTK, Pustekkom, Dinas Pendidikan, dalam proses pelaksanaan, dan masing-masing tetap menyatukait, dan ada beberapa program yang dilaksanakan secara bersama-sama. Hal ini telah diatur sesuai dengan kesepakatan antara LPTK, Dinas Pendidikan, Pustekkom beberapa waktu yang lalu. Untuk itu Dinas Pendidikan Propinsi Riau bersama dengan LPTK (FKIP UNRI) akan melaksanakan sosialisasi tentang program ini, telah melakukan rapat koodinasi tanggal 15 November 2003 bersama seluruh kepala Dinas Pendidikan Propinsi Riau. Pada kesempatan itu Pemerintah Pusat melalui Pusat Teknologi, Komunikasi dan Informasi memberikan beberapa informasi pada pertemuan itu. Sehingga kesepakatan untuk melaksanakan program peningkatan Sumber Daya Manusia dalam hal ini "Guru" dapat terwujud sesuai dengan apa yang direncanakan. Semoga.

http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.html

Memanfaatan Museum Sebagai Sumber Pembelajaran

Oleh : Imam Khambali

"Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda" (HU Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001).
Uraian tersebut menunjukkan, museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa, mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional.
Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak masyarakat, termasuk kalangan pendidikan, yang memandang Museum hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah serta menjadi monumen penghias kota. Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan untuk meluangkan waktu berkunjung ke Museum dengan alasan kuno dan tidak prestis, padahal jika semua kalangan masyarakat sudi meluangkan waktu untuk datang untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap benda yang dipamerkan museum, maka akan terjadi suatu transfomasi nilai warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.
Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya.
Museum sebagai Sumber PembelajaranSebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai Sumber Pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia.
Kegiatan observasi yang dilakukan oleh siswa di Museum merupakan batu loncatan bagi munculnya suatu gagasan dan ide baru karena pada kegiatan ini siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuannya dalam berfikir kritis secara optimal. Kemampuan berfikir siswa tersebut menurut Takai and Connor (1998), meliputi :a. Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati) b. Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya).c. Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati).d. Predicting (kemampuan untuk memprakirakan apa yang terjadi berkenaan dengan objek yang diamati).e. Summarizing (kemampuan membuat kesimpulan dari informasi yang diperoleh di Museum dalam sebuah laporan secara singkat dan padat).
Kemampuan berpikir tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan dan pembinaan yang memadai dari gurunya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kemampuan berfikir kritis siswa melalui kegiatan kunjungan ke Museum, diantaranya : a. Dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas untuk materi tertentu, guru perlu sering mengajak, menugaskan atau menyarankan siswa berkunjung ke Museum guna membuktikan uraian dalam buku teks dengan melihat bukti nyata yang terdapat di museum. Kegiatan ini idealnya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk mempermudah guru dan pemandu museum membimbing siswa saat mengamati koleksi museum.b. Memberikan pembekalan terlebih dahulu kepada siswa sebelum melakukan kunjungan ke museu, terutama berkaitan dengan materi yang akan diamati. Kegiatan ini dilakukan agar pada diri siswa tumbuh rasa ingin mengetahui dan membuktikan apa yang diinformasikan oleh gurunya atau pemandu museum.c. Menyediakan alat bantu pendukung pembelajaran bagi siswa, berupa lembar pannduan atau LKS yang materinya disusun sesingkat dan sepadat mungkin serta mampu menumbuhkan daya kritis siswa terhadap objek yang diamati. d. Selama kunjungan guru dan atau pemandu museum berada dekat siswa untuk memberikan bimbingan dan melakukan diskusi kecil dengan siswa berkenaan dengan objek yang diamati.e. Setelah kegiatan kunjungan, siswa diminta untuk membuat laporan berupa kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan kunjungan ke museum, kemudian hasil tersebut didiskusikan dalam kelas.f. Pada bagian akhir kegiatan, guru perlu melakukan evaluasi terhadap program kegiatan kunjungan tersebut sebagai tolok ukur keberhasilan kegiatan kunjungan tersebut.
Selain upaya yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan kunjungan ke Museum, pihak pengelola (kurator) museum juga perlu melakukan berbagai upaya agar pengunjung, terutama kalangan pendidikan dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam kegiatan kunjungannya. Upaya dapat dilakukan oleh pengelola museum dalam menjadikan museumnya sebagai sumber bagi kegiatan pembelajaran, diantaranya : a. Menyediakan panel informasi singkat berkenaan dengan pembagian ruang dan jenis koleksi yang dipamerkannya di pintu masuk museum, sehingga pengunjung dapat memperoleh gambaran isi museum secara lengkap begitu masuk pintu museum, sehingga walau pengunjung hanya masuk ke salah satu ruangan, dia tidak akan kehilangan "cerita" yang disajikan museum.b. Menyediakan panel-panel informasi yang disajikan secara lengkap dan menarik sebagai pelengkap benda koleksi pameran dan diorama.c. Menyediakan berbagai fasilitas penunjang kegiatan pendidikan, seperti leaflet, brosur, buku panduan, film, mikro film, slide dan lembar kerja siswa (LKS), sehingga pengunjung dengan mudah mempelajari objek yang dipamerkan museum. d. Khusus berkenaan dengan LKS, perlu dirancang LKS museum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing tingkatan usia siswa serta mampu membangkitkan daya kritis siswa sesuai dengan tingkatannya. e. Museum perlu menyelenggarakan berbagai kegiatan permainan museum yang menarik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa akan objek yang dipamerkan.
Perlunya kerjasama antara sekolah dengan Pengelola MuseumDiatas sudah diuraikan bahwa pemanfaatan museum secara optimal oleh siswa dapat dicapai jika sebelum melakukan kegiatan kunjungan ke museum diberikan pengenalan terlebih dahulu berkenaan dengan materi atau objek yang dipamerkan. Melalui kegiatan eksplorasi pra kunjungan diharapkan siswa akan mampu menangkap berbagai informasi penting berkenaan dengan objek yang dipamerkan sesuai dengan apa diharapkan. Agar guru mampu melakukan bimbingan dalam kegiatan kunjungan ke museum, maka guru perlu menjalin kerjasama dengan pengelola museum guna memperoleh informasi lengkap tentang museum dan koleksi yang dipamerkannya.
Sebaliknya pihak pengelola (kurator) museum dalam menyusun berbagai program pendidikan di museum serta sarana penunjangnya, perlu melakukan kerjasama dengan kalangan pendidikan agar program pendidikan di museum dan sarana penunjangnya, seperti LKS, dapat sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kurikulum sekolah. Selain itu, antara museum satu dengan yang lainnya yang berada dalam satu kota perlu melakukan kerjasama dalam membuat buku informasi museum bersama yang nantinya buku tersebut dapat dibagikan kepada kalangan pendidikan, terutama sekolah, sehingga ketika akan melakukan kegiatan kunjungan dengan mudah guru menentukan museum mana yang akan dikunjungi sesuai dengan tuntutan kurikulum pada saat itu.
Akhirnya melalui pemanfaatan Museum sebagai sumber pembelajaran diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan kita dan keberadaan museum tidak hanya menjadi penghias atau monumen kota, semoga....

http://khambali.blogspot.com/2009/03/manajemen-pembelajaran.html

Konsep PAKEM

oleh : Depdiknas
A. Apa itu PAKEM?
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
1. Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
2. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
3.Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
7.Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan.’

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/konsep-pakem/

Sabtu, 16 Mei 2009

Pendidikan Lingkungan Alam Untuk Siswa Sekolah

Oleh : Tito Irianto

Sudah saatnya anak-anak sekolah, baik itu anak Sekolah Menengah Umum, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Dasar, diajarkan masalah lingkungan hidup, khususnya lingkungan alam. Saya mencoba keluar masuk kesekolah-sekolah, baik itu SMU, SMP maupun SD, ada kecenderungan mereka sangat rendah sekali kepeduliannya terhadap lingkungan alam. Hal ini sungguh sangat disayangkan.
Saya tidak akan menyalahkan siapapun dalam hal ini, karena memang kita semua punya andil kesalahan yang membuat anak-anak itu kurang sekali kepeduliannya terhadap lingkungan alam, tidak terlepas juga saya yang berkiprah dalam kegiatan dilingkungan hidup.
Untuk mengatasi hal itu, saya sudah mencoba mengajak beberapa sekolah yang ada di Bandung untuk berpartisipasi dalam penanganan hal tersebut.
Beberapa LSM yang bergerak di bidang lingkungan dan Kelompok Pecinta Alam yang banyak sekarang ini, saya ajak, supaya mereka pro-aktif menawarkan program-programnya yang sifatnya gratis dan tidak membebankan pada pihak Sekolah.
Karena dengan hal tersebut mudah-mudahan pendidikan lingkungan ini akan mencapai sasarannya secara tepat.

http://re-searchengines.com/irianto.html

Family approach /Culture Approach sebagai pendekatan Belajar

Oleh : Mikaus Gombo, S.Pd
Istilah pendidikan sudah dan atau sering didengar oleh setiap manusia yang di Negara Kesatuan RI ini, tapi kata pendidikan sendiri tak pernah dimengerti/dipahami baik oleh pelaku dan oleh pengikut pendidikan. Jika kami katakan pendidikan saja maka pasti banyak orang punya pemahaman dan secara spontan membayangkan bahwa pendidikan berarti bangunan megah, ada guru yang berseragam, ada siswa yang berseragam dan ada kegiatan atau ada suara yang diributkan dari kompleks/lokasi dimana telah ditunjukan oleh pelaku dan penerima pendidikan. Dan lagipula kata pendidikan ini sangat rancu karena pendidikan sendiri harus disertai pengajaran supaya sasarannya jelas dan dia berorientasinya kemana. Karena banyak sekali mucul dengan digandengkan istilah bahwa pendidikan Ekonomi, Pendidikan Politik, ect.
Hal ini sering membingungkan. Tapi sebetulnya tidak terlambat karena masih ada waktu untuk meluruskan penjelasan seperti ini kepada publik. Melalui berbagai event seperti Education awareness, melalui media Internet seperti situs www.duniabelar.com seperti ini atau melalui seminar dengan mencari sasaran-sasaran yang tepat. Mencari sasaran seperti itu perlu dilakukan study-study kasus agar berdasarkan penemuan kasus ( Cases discovery )dapat memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Sejauh ini dimana tahun berganti tahun namun pendidikan negara kita selalu berada pada posisi yang terbaik dengan urutan dari bawah.
Walaupun ada keberhasilan yang dicapai oleh beberapa daerah di Republik ini tapi bagi pribadi kami itu bukan keberhasilan negara kita sebab pendidikan dan pengajaran tidak diambil sample-sample atau kata lain " Pendidikan Asal Jadi/asal cukup terwakili". Pikiran seperti ini sama seperti negara hanya bergantung pada nasip atau atau kami sebut "Negara Pesimis". Dengan demikian perlu adanya pembenahan secara komprehensif berdasarkan masukan ( imput )dari bawah.( Dari sumber mana saja dan oleh siapa saja). Sebetulnya banyak pemerhati pendidikan dari kelompok mana saja ada guru, Kepsek, Dosen, LSM, dan ada juga masyarakat yang merupakan inisiator pendidikan.
Oleh karena kami selaku pendidik menempatkan diri untuk menulis tulisan ini kepada publik melalui media ini. Kami mencoba mengajar orang Indonesia yang ada wilayah/daerah kami dengan berbagai metode dan pendekatan yang ditawarkan oleh para ahli melalui psykologi pendidikan, tapi kami merasakan belum cocok untuk membantu peserta belajar, hanya sedikit tadik tertolong dibandingkan dengan peserta didik yang lain. Dengan demikian kami mempunyai penemuan yang pendekatan sangat efektif dan pengaruh dalam perkembangan belajar pada peserta didik. Pendekatan yang kami temukan adalah "Pendekatan budaya" atau kami usul dengan nama lain " Pendekatan Keluarga ". dalam bahasa lain kami usul dengan dalam bahasa Inggris; " Culture Approach or " Family Approach". Artinya setiap pengajar dan pendidik harus beradaptasi dulu sebelum mengajar dan dia harus belajar budaya setempat dalam hal ini: salah yang dikuasai adalah bahasa local ( Lacal langguage ) dan Berkarekter minimal seperti budaya lokal dengan demikian kehadiran si pendidik dapat diterima oleh tadik. Itu berarti bahwa apa yang disampaikan oleh dipendidik or pengajar tadi benar-benar dapat diterima dan terendensi oleh peserta didik. Hal-hal yang perlu dilakukan pengajar or pendidik adalah; sbb:
1, Adaptasi bahasa ( logat );
2. Carakter hidup;
3. Pergaulan sehari-hari;
4. Sapaan yang digunakan terhadap siswa;
Ke-empat hal diatas merupakan hal penting mempengaruhi psykologi peserta didik agar mereka dapat menerima kehadiran si pandidik selaku pendidik dan sekaligus pengajar yang baik tapi tidak cukup sampai disitu namum pendidik harus berusaha tunjukan sifat kebapaan jika pendidik berjenis kelamin male dan sebaliknya pendidiknya Ibu silahkan bersikap seperti Mama /feminin dari anak-anak supaya cara dan style ini dapat diterima oleh para tadik.
Demikian tulisan ini semoga apa yang terkandung dalam tulisan ini dapat bermanfaat dan mempunyai nilai sumbang bagi proses perjalanan pendidikan dinegara Indonesia Raya ini.

http://re-searchengines.com/0508mikaus.html

CTL YANG CENTIL KITA SENTIL

Oleh : Deny Suwarja

Perbincangan strategi Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan topik pembicaraan hangat di kalangan pendidik. Sehangat kita menghirup kopi di pagi hari. Enak diminum, harum aromanya tapi tetap berwarna hitam, penuh misteri untuk kita selidiki. Strategi pembelajaran yang diberlakukan di kelas 1 semester gasal pada tahun ajaran 2003/2004 ini, membuat bingung, mengagetkan dan menyita perhatian para guru.

Pemerintah memberlakukan KBK dengan strategi CTL dilandasi kenyataan bahwa guru kurang memiliki kompetensi, kurang profesional, dan tidak memenuhi kriteria sebagai guru sehingga kualitas pendidikan negeri ini makin terpuruk. Dengan diberlakukannya CTL, terbersit dalam sanubari seberkas harapan untuk terjadinya peningkatan mutu pendidikan di tanah air pada masa yang akan datang. CTL diberlakukan setelah dianalisis secara mendalam oleh pakar terkait, baik dari Pusat Kurikulum, Pusat Pengujian, Perguruan Tinggi dan Guru Sekolah.
Sangat disayangkan, pada pemberlakukan CTL ini sepertinya pemerintah melakukan kesalahan yang sama seperti pada pemberlakuan CBSA yang lalu. Kita tengok masa lalu, Prof Dr Connie Semiawan sebagai Ketua Pusat Kurikulum, mempromosikan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) setelah proyek ujicobanya di SD-SD Cianjur berhasil dengan baik. Aspek-aspek kognitif, psikomotorik dan afektif - bahkan emotif dengan strategi CBSA- terjalin rapih. Siswa "menemukan sendiri" pengetahuannya, apa yang ingin mereka pahami. Guru hanya bertindak sebagai fasilitator yang sesekali melontarkan pertanyaan yang sekaligus menggelitik mengarahkan dan menggairahkan untuk dijawab siswa.
Program CBSA pun kemudian diterapkan oleh sekolah-sekolah di Indonesia. Para penerbit buku pelajaran pun "panen" dengan menerbitkan berbagai macam buku menawarkan isi tentang CBSA. Guru-guru dan Kepala Sekolah pun diberi pelatihan tentang CBSA tersebut. Namun, apa yang terjadi kemudian? Keberhasilan yang kita harapkan, jauh panggang dari api. CBSA yang seharusnya Cara Belajar Siswa Aktif seringkali berubah menjadi "Cul Budak Sina Anteng", atau menjadi "Catat Buku Sampai Abis". CBSA akhirnya justru melemahkan semangat belajar siswa, mereka melihat dan merasakan Bapak dan Ibu gurunya menjadi malas mengajar dan hanya memberi catatan dan tugas-tugas.
Ketidakberhasilan CBSA patut diselidiki dan kita waspadai jangan sampai terjadi pada CTL. Penulis menganalogikan CTL sebagai gadis cantik yang centil yang harus disentil dari awal karena bila tidak, nasibnya akan sama dengan CBSA, rest in peace. Sentilan ini terdiri dari beberapa hal yaitu: faktor tidak adanya kesiapan; guru, modelling, pelibatan siswa, lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa) serta tersedianya dana pendidikan yang memadai. Bila pemerintah tidak cepat melibatkan kelima faktor tersebut bukan tidak mungkin CTL juga nantinya akan senasib dengan CBSA yang kini tinggal kenangan. Seperti iklan otomotif di televisi, nyaris tak terdengar.
Pemberlakukan CTL sepertinya tidak menyentuh persoalan dasar para guru sebagai pelaksana pendidikan di lapangan, sehingga belum tentu akan mengangkat citra dan kualitas pendidikan. Para guru hanya digiring dan dicekoki pada bagaimana menyiapkan dan mengerjakan administrasi kegiatan belajar-mengajar (KBM) atau silabus yang baik dan lengkap. Guru tidak diberikan wawasan atau pengalaman untuk memahami dan mengerti apa, bagaimana dan seperti apa CTL itu harus dilakukan di dalam kelas. Akibatnya, strategi CTL yang seharusnya sudah dilaksanakan di kelas 1 awal semester ini belum juga dilaksanakan. Guru masih belum mengerti 4WH (What, Why, Where, Who, dan How)-nya CTL. Akibatnya proses pembelajaran tetap diberlakukan dengan sistem klasikal. Ceramah. Guru beraksi dan berakting di depan kelas, murid menonton dan mendengarkan.

Pemberdayaan guru sangat penting dalam upaya mencapai pembelajaran CTL yang sesungguhnya. Guru bukan disuapi dengan teks dan konsep CTL. Diknas seharusnya memberikan contoh langsung, model guru CTL itu seperti apa. Sosok yang telah mampu melakukan CTL dengan baik, benar dan sesuai dengan konsep CTL yang sesungguhnya. Saya meyakini sampai hari ini belum ada seorang guru pun yang benar-benar memahami bagaimana seharusnya guru melakukan pembelajaran dengan CTL. Visualisasi strategi pembelajaran CTL dapat disosialisasikan dalam bentuk VCD, seperti yang dicontohkan oleh Bobby de Porter dengan Quantum Learning dan Quantum Teaching- nya. Jadi filmnya tidak kaku atau dibuat-buat. Tapi alami dan wajar. Sayangnya justeru kekhawatiran tersebut telah terjadi pada VCD CTL yang dibagikan ke sekolah-sekolah beberapa waktu lalu.

Langkah lain yang dapat dilakukan adalah pelatihan semacam workshop pendalaman CTL terhadap para guru. Dengan pelatihan tersebut guru akan belajar mengenai 4WH-nya CTL dan melakukannya di dalam kelas dengan penuh tanggung jawab. Pemberdayaan guru merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan CTL. Jika guru tidak memiliki keterampilan untuk mengubah paradigma pola mengajar sekaligus tidak bisa mengelola kelas dengan baik, ilmu seluas langitpun yang ada di kepalanya tidak bisa ditransfer dengan baik kepada siswa didiknya. Pelatihan bukan dalam bentuk ceramah, tapi dalam bentuk semiloka, diskusi serta brainstorming.
Dalam pelaksanaannya, CTL seharusnya disosialisasikan dan dikontekskan agar difahami dan dialami langsung oleh para siswa. Siswa akan merasakan kesenangan, kehangatan dan kesukaan dalam pembelajaran bila guru mampu mengkontekskan CTL. Guru dan siswa bukan "lahan eksperimen" para pemegang kebijakan bidang pendidikan semata, tetapi harus menjadi subjek eksperimen itu. Seperti diutarakan di atas bahwa CTL diberlakukan setelah dianalisis secara mendalam oleh pakar terkait, baik dari Pusat Kurikulum, Pusat Pengujian, Perguruan Tinggi dan Guru Sekolah. Tapi apakah analisis tersebut telah menyentuh jiwa siswa sebagai pembelajar? Bukankah sudah saatnya kita melihat siswa sebagai subjek didik, bukan sebaliknya? Pemberlakuan dan pelaksanaan CTL selayaknya juga melibatkan kesiapan dan kesigapan siswa sebagai pembelajar yang sesungguhnya. Sehingga bila CTL dilaksanakan oleh gurunya, siswa tidak kaget dan terjebak kembali kepada paradigma; gurunya malas karena hanya memberikan tugas dan catatan.
Faktor keempat kemungkinan kegagalan strategi CTL dalam sistem pendidikan kita adalah lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa). Padahal abad 21 adalah era informasi yang membutuhkan keterampilan membaca dan menulis yang mumpuni. Manusia yang tidak mempunyai kemauan, kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis akan jauh tertinggal, terseok-seok tertinggal zaman. Para guru dan siswa di negeri ini semestinya meniru Jepang, negeri yang luluh lantak pasca tragedi Hiroshima dan Nagasaki. Negeri matahari terbit ini dapat bangkit dan menjadi negara yang sangat maju karena kegilaan membaca rakyatnya yang sangat mengagumkan. Di stasiun kereta api, di taman, bahkan di dalam kereta yang penuh sesak, dalam keadaan berdiri orang Jepang asyik membaca buku.
P. David Pearson dari Michigan State University (2003) menyatakan , "Reading comprehension is thought of as the product of decoding and listening comprehension (RC = Dec * LC), and the major task of instruction is to ensure that students master the code so that comprehension can proceed more or less by listening to what you read". Keterampilan membaca adalah pemikiran sebagai produk memecahkan kode dan mendengarkan pengertian ( RC= Dec* LC), dan tujuan instruksi utamanya adalah untuk memastikan bahwa para siswa menguasai kode sedemikian sehingga pengertian dapat berproses kurang lebih dengan mendengarkan apa yang kamu baca. Guru dan siswa harus melatih skill mereka dalam "mendengarkan" dan mengikat isi buku. Atau dengan bahasa yang lain guru dan siswa harus layak membaca buku dan menuliskan sesuatu, harus mempunyai kemampuan mengikat makna (Hernowo, Kaifa, 2001).
Sayangnya kelayakan untuk dapat mengikat makna dengan cara membaca dan menuliskan sesuatu tersebut harus dibayar mahal. Banyak sekali dari rakyat di negeri ini yang tergila-gila membaca buku, harus terbentur pada harga buku yang selangit. Mahal. Sedikit sekali orang yang mampu membeli buku yang bermutu karena tidak terjangkau isi saku. Pengadaan buku paket selayaknya dibarengi dengan pengadaan buku-buku populer dan buku "How to" yang membahas kemajuan dan perkembangan pendidikan. Sehingga kalaupun tidak terbeli, guru dan siswa dapat bersama-sama membaca di perpustakaan sekolah.
Kendala tercapainya peningkatan kualitas pendidikan dengan CTL ini pada akhirnya bermuara pada ketersediaan dana pendidikan yang memadai. Rencana pemerintah mengucurkan dana senilai Rp.20.000.000,00 (?) belum juga terealisasi. Padahal CTL telah berjalan lebih kurang tiga bulan. Masih untung bila guru yang "mencoba" melakukan strategi CTL itu melakukan swadaya dan memberdayakan dana dari siswa. Itu mungkin masih ditolerir bila pembiayaan untuk pembelajaran sedikit. Tapi bagaimana bila membutuhkan dana yang besar?
Kalaupun dana itu jadi turun, dana tersebut harus sesuai dengan peruntukannya. Dimanfaatkan seefisien dan seoptimal mungkin murni untuk pelaksanaan CTL. Kepala Sekolah harus mampu mengawasi dan melakukan kontrol dengan tegas. Karena bila tidak, bukan tidak mungkin akan terjadi akal-akalan dari guru yang nakal. Meminta dana CTL dengan melakukan mark-up terlebih dahulu demi keuntungan pribadi. Agar pengontrolan berjalan transparan, buatlah papan laporan keuangan CTL. Tempelkan di tempat yang dapat dilihat dan dimonitor oleh seluruh komponen sekolah atau masyarakat luas. Saya yakin, hal ini bukan sesuatu yang berat bila kita melakukan pekerjaan dengan menjujung tinggi kejujuran.
Sebaik apapun kurikulum pendidikan, bila kelima faktor tersebut tidak berhasil dipecahkan oleh diknas, jangan harap CTL dapat mencapai tujuannya. Mutu pendidikan tidak akan berubah, jika faktor; kesiapan guru, modelling, pelibatan para penggiat pembelajaran (siswa), lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa) serta tidak tersedianya dana pendidikan yang memadai tidak dapat dimunculkan, maka pendidikan bermutu tinggi hanyalah bintang di awang-awang. Kerlap-kerlip membinarkan harapan, enak dipandang tapi tak bisa disentuh. Pendidikan hanya akan berupa sandiwara antara guru dan siswa didik semata.

http://re-searchengines.com/dsuwarja5.html

BAGAIMANA MENGAJAR ANAK CERDAS ISTIMEWA ?

Oleh : Imam Wibawa Mukti,S.Pd

Dalam kegiatan mengajar, keberadaan siswa cerdas istimewa sering terabaikan. Hal ini disebabkan ketidakpahaman guru maupun sekolah dalam mengidentifikasi, memahami dan mengetahui berbagai hal tentang keberadaan siswa cerdas istimewa.

CERDAS ISTIMEWA?
Menurut Renzuli, anak cerdas istimewa adalah anak yang memiliki tiga komponen diatas rata-rata teman sebaya, yaitu Intellegence Quotient lebih dan sama dengan 130,Task Comitment dan Creativity Quotient diatas rata - rata (3). Dengan alat ukur ini maka siswa berhak mendapatkan pelayanan pendidikan khusus yang bersifat individual untuk lebih memaksimalkan kemampuan mereka. Masalahnya muncul karena masih banyak guru yang belum mengenal karakteristik anak cerdas istimewa dan bentuk pelayanan yang tepat untuk memaksimalkan potensi terpendam mereka. (amanat Undang-undang No.2 Th 1989 tentang Sisdiknas pasal 24 ayat 6 dan Undang-undang Sisdiknas No.20 Th 2003 pasal 5 ayat 4).
Guru dapat melakukan pengamatan dini dengan memperhatikan beberapa karakteristik seperti diatas. Beberapa karakteristik lainnya diantaranya adalah seperti yang diungkap Prof. Dr. S.C. Utami Munandar yaitu mudah menangkap pelajaran, ingatan baik, perbendaharaan kata luas, penalaran tajam (berpikir logis-kritis, memahami hubungan sebab-akibat), daya konsentrasi baik (perhatian tak mudah teralihkan), menguasai banyak bahan tentang macam-macam topik, senang dan sering membaca, ungkapan diri lancar dan jelas, pengamat yang cermat. Namun selain karakteristik positif diatas, anak cerdas istimewa juga memiliki karakter negatif diantaranya tidak sabaran, tidak suka campur tangan orang lain, tidak suka hal yang rutin, sensitif dan menyukai berpikir kompleks.

BAGAIMANA MEMPERLAKUKAN MEREKA?
Karena mendapatkan pelayanan khusus merupakan hak mereka, maka semua sekolah wajib melakukan perbaikan dan pembenahan dalam menangani anak cerdas istimewa. Memang ada beberapa sekolah yang melaksanakan program akselerasi sebagai salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak cerdas istimewa, namun keberadaan mereka yang mungkin ada di setiap populasi (hasil penelitian menyebutkan 2 - 5 % dari jumlah populasi potensial cerdas istimewa) masih belum dapat merasakan pelayanan yang tepat, maka semua sekolah wajib memberikan layanan kepada mereka dengan maksimal.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pendampingan pendidikan kepada anak cerdas istimewa diantaranya adalah :

Pertama, kurikulum yang dipakai adalah kurikulum nasional dan lokal yang telah dimodifikasi dengan memasukan unsur pengayaan, pendalaman dan pemilihan materi essensi sehingga kurikulum dapat bersifat fleksibel dan mampu merangsang daya kreatif siswa. Kurikulum ini disebut dengan kurikulum berdiferensiasi. Guru dituntut untuk dapat melakukan rekayasan kurikulum secara cerdas sehingga memungkinkan guru dan siswa melakukan improvisasi dalam kegiatan belajar.

Kedua, metode pembelajaran. Karena karakteristik anak cerdas istimewa salah satunya adalah cepat bosan dan senang melakukan proyek sendiri, maka guru dituntut untuk kreatif dan cepat tanggap terhadap tingkat kebutuhan siswa. Siswa cerdas istimewa cenderung mudah bosan dengan materi yang bersifat hapalan dan banyak menulis. Memberikan tugas atau proyek dengan skala besar dan membutuhkan perhatian yang ekstra dan menantang sangat digemari mereka. Misalnya menugaskan siswa untuk mempersiapkan materi tertentu untuk kemudian mereka presentasikan di depan teman-temannya.

Ketiga, evaluasi. Evaluasi siswa cerdas istimewa harus dibedakan dengan siswa lainnya. Untuk mereka guru tidak bisa hanya menggunakan satu jenis tes seperti "pen and paper test". Guru bisa menguji mereka dari kemampuan presentasi, cerita, pentas drama, proyek, lisan, quiz atau membaca buku dengan bobot nilai diperlakukan dengan ulangan harian. Untuk memberi score pun lebih baik tidak terpaku pada angka 100, namun guru dapat memberikan nilai 120 atau 130 apabiila siswa mampu memberi jawaban lebih dari yang diharapkan. Hal ini akan meningkatkan motivasi mereka untuk meraih nilai optimal.

PENUTUP

Akhirnya, bagaimanapun sekolah dan guru harus mampu memberikan layanan pada siswa cerdas istimewa karena itu adalah hak bagi mereka. Juga keberadaan mereka yang selama ini termarginalkan dapat lebih eksis dan mampu menjadikan diri mereka sebagai asset bangsa di masa depan.

Pelayanan kepada siswa cerdas istimewa ini pun sejalan dengan program pendidikan inklusi yang memberikan perlakukan sama kepada semua siswa dengan berbagai ciri dan karakter yang berbeda di semua sekolah.

http://re-searchengines.com/imam0608.html

Rabu, 11 Maret 2009

Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Sekolah Dasar

Oleh : Agus Sampurno
April 15, 2008
Dalam menelisik masalah peng integrasian atau penyatuan TIK (teknologi, informasi dan komunikasi) di sekolah dasar kita harus melihat beberapa peran yang dijalankan oleh pihak-pihak yang berkompeten di sekolah. Pertama peran sekolah sebagai institusi yang melahirkan kebijakan, kedua guru kelas sebagai aktor utama di lapangan dan yang terakhir guru komputer sebagai orang yang mengajar mata pelajaran TIK.
Tulisan singkat ini akan membahas satu persatu peran penting mereka dalam membuat proses integrasi berjalan dengan baik.
Sekolah
Sebagai institusi sekolah mempunyai mekanisme yang berbeda-beda dalam proses pembelanjaan anggaran di setiap tahunnya. Banyak sekolah yang masih berpikir bahwa fasilitas yang terpenting dikembangkan hanya fasilitas fisik saja. Padahal jika sedikit demi sedikit anggaran dipergunakan untuk pembelanjaan infrastruktur TIK maka sebuah sekolah akan mempunyai arah yang jelas dalam pengembangan TIK. Terbukti banyak sekolah sudah mulai menampilkan fasilitas TIK sebagai nilai jual, terutama bagi sekolah swasta.
Berapapun anggaran yang telah dibelanjakan oleh pihak sekolah akan menjadi sia-sia apabila sekolah tidak melakukan;
a. Menjelaskan kepada seluruh staff mengenai keterampilan apa yang harus dimiliki siswa dalam menghadap abad 21.
b. Pelatihan yang berkelanjutan, serahkan pada pihak guru TIK sebagai orang yang akan melatih guru-guru yang lain
c. Bentuk pelatihan yang bersifat TOT atau training of trainer.
d. Dalam forum rapat atau evaluasi program, sempatkan adakan forum TIK . Sebuah ajang untk berbagi kisah sukses dalam penggunaan TIK.
Guru kelas
Guru kelas sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan siswa mempunyai peran penting dalam pengintegrasian TIK. Guru kelas bisa menjadi contoh langsung atau role model bagi pengunaan perangkat TIK di sekolah. Banyak sekolah yang sudah memulai untuk melengkapi ruang kelas dengan satu computer . Dengan memaksimal kan peran satu komputer di kelas, siswa akan merasakan manfaat yaitu bertambahnya sumber belajar. Inisiatif guru kelas untuk sering-sering berkonsultasi dengan guru TIK juga diperlukan. Dengan demikian guru TIK bisa membantu mewujudkan apa keinginan dari guru kelas dalam kaitannya dengan integrasi TIK. Guru kelas juga bisa memulai mengajarkan langkah-langkah dalam melakukan riset yang sederhana bagi siswa (metode big six). Banyak dari cabang dalam TIK yang memang membantu siswa dalam melakukan riset atau menampilkan hasil pembelajaran yang dilakukan siswa. Misalnya internet dan CD Rom yang bisa membantu mendapatkan informasi dalam waktu cepat. Apabila guru sudah membelajarkan siswa cara mencari informasi dan melakukan riset, siswa akan lebih efisien dan efektif dalam mencari informasi
Berikut ini contoh integrasi yang bisa guru kelas lakukan secara mandiri maupun dengan bantuan guru TIK di lab computer maupun dengan computer yang ada dikelas, kegiatannya antara lain;
a. Membuat diagram
b. Membuat rentang waktu (time line)
c. Membuat grafik
d. Membuat sajak atau naskah
e. Membuat karya video
f. Memproduksi rekaman suara seperti orang sedang melakukan siaran radio atau pendongeng
g. Membuat karya puisi, cerita atau naskah pementasan
h. Merancang booklet
i. Merancang brosur atau atribut pelengkap kampanye lingkungan hidup misalnya.
j. Membuat peta pikiran
k. Membuat lukisan dengan computer
l. Membuat komik
m. Membat denah ruangan
n. Memutar CD Rom
o. Mencari informasi di internet
Peran guru TIK.
Selain bertanggung jawab pada berlangsungnya suasana pembelajaran di ruang computer, guru TIK juga menjadi tempat bertanya dari guru kelas serta pihak yang berkepentingan dalam bidang TIK disekolah. Guru TIK selayaknya mempunyai jam khusus setelah pulang sekolah secara rutin untuk melatih keterampilan serta menjadi teman dialog untuk semua guru kelas.
Bersama guru kelas, dan berbekal kurikulum TIK yang dibuat bersama-sama guru lain disekolah, guru TIK bertugas merancang kira-kira hal apa dalam TIK yang bisa membuat siswa menjadi terbantu belajarnya. Tugas apa yang bisa diberikan dalam kaitannya dengan pembelajaran dikelas den demikian menjadikan pembelajaran dikelas menjadi aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Secara rutin guru TIK juga mengirim karya siswa sebagai portfolio untuk menunjukan kepada orang tua siswa mengenai hal apa yang siswa pelajari disekolah. Jangan lupa saat mengajar guru TIK memberikan semangat serta dorongan agar siswa tidak takut untuk salah, mau mencoba serta percaya diri. Siswa secara terus menerus didorong untuk menggunakan TIK dalam kaitannya dengan higher order thinking (menganalisa, menciptakan dan mengevaluasi)
Guru TIK mempunyai tanggung jawab dalam membekali siswa dengan keterampilan
a. Komputer dasar
b. Pengolah kata
c. Database dan spreadsheet
d. Internet dan email
e. Multimedia
f. Etika

Transformasi Diknas Dengan Sistem Sekolah 2.0

Oleh : HD. Nuryanto

Datangnya tahun ajaran baru selalu menyita perhatian dan merepotkan segenap bangsa. Persoalan pendidikan nasional (diknas) semakin rumit dan menjadi lingkaran setan. Usaha untuk meningkatkan mutu diknas sering kandas karena terkendala oleh ekonomi biaya tinggi di lembaga pendidikan. Di mata rakyat perangai lembaga pendidikan semakin kapitalistik dan kejam. Angin surga sekolah gratis yang ditiupkan oleh politisi semakin bikin muak rakyat. Faktanya, berbagai pungutan wajib yang irasional semakin marak di tahun ajaran baru. Mestinya berbagai pungutan itu disikat habis. Yang lebih memprihatinkan lagi langkah pemerintah untuk membenahi diknas belum transformatif dan progresif sesuai dengan kemajuan jaman. Padahal, fenomena globalisasi yang ditandai oleh kekuatan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mestinya dijadikan faktor mendasar untuk mentransformasikan diknas. Pentingnya visi pemerintah membangun sistem yang mendukung terwujudnya lingkungan pembelajaran generasi baru alias Next Generation Learning Environment. Yaitu dengan cara pemanfaatan teknologi TIK terkini untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, administrasi, serta interaksi dan kolaborasi antara guru, siswa, orangtua, komunitas, dan sekolah yang lebih efektif dan murah.
Jika kita refleksikan dengan perkembangan TIK global dewasa ini, maka bisa digambarkan tiga kategori atau era sekolah. Pertama, Sekolah Konvensional, dengan ciri sudah mulai memanfaatkan Teknologi Informasi (TI) namun masih sederhana misalnya baru sebatas memanfaatkan aplikasi office (word processor, spreadsheet, presentation) untuk menggantikan mesin ketik manual di Laboratorium Komputer sekolah dan di bagian administrasi sekolah. Keadaan ini disebut pemanfaatan TI pada era Sekolah 1.0. Kedua, Program Jardiknas dari Depdiknas mulai diperkenalkan. Sekolah mulai memasuki era pemanfaatan internet. Lalu program pembelian hak cipta buku yang dilanjutkan dengan penyediaan e-Book mendorong sekolah memasuki era baru yaitu kategori Sekolah 1.5. Pada era Sekolah 1.5. sekolah-sekolah mulai memasuki tahapan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) secara serentak. Namun potensi TIK tersebut juga belum dimanfatkan secara optimal. Yaitu masih sebatas sebagai alat bantu tulis-menulis pada bagian administrasi sekolah, mengajar office di Laboratorium Komputer dan mengunduh e-Book. Seharusnya TIK bisa dimanfaatkan lebih luas dari itu, yaitu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, administrasi, interaksi dan kolaborasi antara guru, siswa, orangtua, komunitas dan sekolah.
Ketiga, perkembangan internet telah mengarah ke teknologi Web 2.0 yang ditandai diantaranya berkembangnya sistem berbasis jejaring sosial (social networking). Juga diwarnai teknologi AJAX yang memungkinkan berjalannya aplikasi web seperti aplikasi desktop, berkembangnya teknologi multimedia baik audio dan video streaming, dan lain-lain. Sistem di sekolah yang memanfaatkan kemajuan internet diatas disebut Sistem Sekolah 2.0. Sistem tersebut dibangun untuk menunjang penyelenggara satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) sesuai Standar Nasional Pendidikan. Sekolah 2.0 mengintegrasikan Portal Sekolah dengan Layanan Pembelajaran seperti e-Academic, e-LearningManagement, e-Authoring&Learning, e-Library, dan Layanan Administrasi Sekolah seperti e-Filling, e-Finance, e-Pegawai, e-Perlengkapan serta sistem untuk memantau kegiatan di sekolah secara keseluruhan.
Signifikansi transformasi diknas dengan Sistem Sekolah 2.0 bisa meningkatkan kinerja guru secara progresif. Forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dalam menyusun materi ajar secara kolaboratif juga bisa terwujud dengan baik. Yang pada gilirannya forum itu bisa memperkuat arus World Wide Innovative Teacher yang mereformasi pendidikan secara cepat. Sistem Sekolah 2.0 juga mempermudah pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) di kelas. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata. Serta mendorong siswa membuat keseimbangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran menjadi lebih bernilai tambah. Dalam kelas yang berkarakter CTL, tugas guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan pendorong daya inovasi dan kreatifitas siswa.
Sistem Sekolah 2.0 juga bisa mereformasi Lembar Kerja Siswa (LKS) atau Buku Kerja Siswa (BKS) lebih adaptif dan komprehensif dengan perkembangan IPTEK. Siswa bisa membuat LKS kedalam Blog siswa, dengan demikian materi dan tampilannya lebih sempurna. Hingga saat ini LKS masih jauh dari ideal, karena hanya berisi materi dan soal-soal. Selain itu ditinjau dari segi penyajiannya pun kurang menarik. Mestinya LKS bisa mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, dan rasa ingin tahu. Gambaran masa depan dengan Sekolah 2.0 salah satunya adalah penggunaan LKS yang diintegrasikan dengan Web 2.0 sebagai inovasi dalam dunia pendidikan.
Untuk mengambil manfaat potensi kemajuan di atas secara lebih luas, maka dirancang pengembangan sejumlah aplikasi yang mendukung. Yakni aplikasi yang menggabungkan sistem portal sekolah (e-SchoolPortal), sistem informasi layanan sekolah (e-SchoolService), sistem informasi administrasi sekolah (e-SchoolAdministration), Sistem Informasi Pemantauan Sekolah (e-SchoolMonitoring). E-SchoolPortal merupakan gerbang untuk memulai interaksi bagi seluruh pemangku kepentingan sekolah (guru, siswa, orangtua, komunitas, sekolah). Di dalam portal sekolah terdapat seluruh informasi sekolah maupun kelas, blog guru, blog siswa dan fasilitas untuk akses aplikasi sekolah lainnya. E-SchoolService mencakup sistem informasi operasional pembelajaran seperti sistem informasi akademik (e-Academic), sistem informasi perpustakaan (e-Library), sistem informasi manajemen pembelajaran (e-LearningManagement), dan sistem informasi untuk pengembangan materi ajar dan pengajaran (e-Authoring&Learning). E-SchoolAdministration mencakup sistem operasional administrasi seperti sistem informasi keuangan sekolah (e-finance), sistem informasi pengarsipan (e-filling), sistem informasi kepegawaian (e-pegawai) dan sistem informasi perlengkapan/aset (e-perlengkapan). E-SchoolMonitoring merupakan sistem informasi yang dapat digunakan untuk memonitor yang berkaitan dengan pembelajaran (akademik siswa, perpustakaan, arsip dan learning content) dan memonitor administrasi (perlengkapan, keuangan dan kepegawaian).
Dalam EFA Global Monitoring Report 2005, UNESCO menyatakan bahwa kualitas pendidikan salah satunya ditentukan oleh manajemen sekolah. Oleh karena itu penerapan Sistem Sekolah 2.0 merupakan wahana untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, murah dan transparan. Keunggulan lain dari Sistem Sekolah 2.0 adalah tersedianya fasilitas e-authoring&learning berbasis Crayonpedia (sebuah fasilitas pengembangan materi ajar secara kolaboratif dan terbuka yang dapat diakses di www.crayonpedia.org) dimana guru, ataupun pihak pendidik lain dapat mengunggah (upload) ide dan hasil karyanya, yang berupa materi ajar, ke dalam fasilitas tersebut. Fasilitas ini memberi kesempatan dan kemudahan bagi para pendidik dan yang berminat terhadap pendidikan untuk berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran bagi pengembangan pendidikan. Dengan adanya fasilitas ini, semakin banyak materi dan informasi yang berkualitas tinggi yang dapat digali oleh para pelajar. Dan sebaliknya, para guru yang dulunya pasif menjadi proaktif dalam menyalurkan ide dan mengembangkan profesinya. Jika Sistem Sekolah 2.0 dijalankan secara serius akan semakin banyak lembaga pendidikan yang terdongkrak standarnya sehingga setara dengan SBI (Sekolah Bertaraf Internasional). Penting untuk dicatat, bahwa selama ini betapa rumit dan mahalnya investasi yang dikeluarkan jika suatu sekolah ingin berstatus SBI dengan standard tertentu. Seperti halnya di dunia industri ada ISO, maka di dunia pendidikan ada International Baccalaureate (IB) dari IBO (International Baccalaureate Organization) yang berpusat di Genewa. Sistem Sekolah 2.0 sangat menjanjikan dalam menggapai standar internasional diatas.

Bimbingan Profesional Guru dan Motivasi Mengajar Guru terhadap Manajemen Pembelajaran

Oleh : Intanghina
13 Januari 2009

Abad 21 merupakan abad global. Masa ini ditandai dengan kehidupan bermasyarakat yang berubah cepat karena dunia semakin menyatu. Apalagi ditopang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sehingga batas-batas masyarakat dan negara menjadi kabur. Demikian pula pada sekotor ekonomi, dunia berkembang dengan pesat yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan.
Ekonomi yang berdasarkan ilmu pengetahuan merupakan lokomotif dari perubahan dunia abd 21. Selanjutnya sektor ekonomi yang berdasarkan ilmu pengetahuan (knowledge based economy) menuntut penguasaan ilmu pengetahuan dari para pelaku ekonomi profesional. Di dalam masyarakat sederhana, berbagai pekerjaan dilakukan secara rutin. Masyarakat konsumen menuntut kualitas produksi yang tinggi dan terus menerus diperbaiki.
Oleh sebab itu profesionalisme merupakan syarat mutlak dalam kehidupan global. Apalagi pada dunia global lebih diutamakan pada penguasaan kemampuan dan keterampilan serta penuh persaingan. Globalisasi mengubah hakikat kerja dari amatirisme menuju kepada profesionalisme.
Memang inilah dasar dari suatu masyarakat berdasarkan merit system. Legitimasi dari suatu pekerjaan atau jabatan di dalam masyarakat abad 21 tidak lagi didasarkan kepada amatirisme atau keterampilan yang diturunkan atau dengan dasar-dasar yang lain, tetapi berdasarkan kepada kemampuan seseorang yang diperoleh secara sadar dan terarah dalam menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Tuntutan profesionalisme akibat dari perubahan global sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakat, profesi guru juga menuntut profesionalisme. Guru yang profesional bukan hanya sekedar alat untuk transmisi kebudayaan, tetapi mentransfomasikan kebudayaan itu ke arah budaya yang dinamis yang menuntut penguasaan ilmu pengetahuan, produktivitas yang tinggi, dan kualitas karya yang dapat bersaing.
Bimbingan Profesional Guru
Wacana tentang profesionalisme guru kini menjadi sesuatu yang mengemuka ke ruang publik seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Menurut Oktovianus Sahulata dalam makalahnya dikatakan: mutu pendidikan Indonesia dianggap masih rendah karena beberapa indikator antara lain: Pertama, lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Bekal kecakapan yang diperoleh di lembaga pendidikan belum memadai untuk digunakan secara mandiri, karena yang terjadi di lembaga pendidikan hanya transfer of knowledge semata yang mengakibatkan anak didik tidak inovatif, kreatif bahkan tidak pandai dalam menyiasati persoalan-persoalan di seputar lingkungannya. Kedua, Peringkat indeks pengembangan manusia (Human Development Index) masih sangat rendah. Menurut data tahun 2004, dari 117 negara yang disurvei Indonesia berada pada peringkat 111 dan pada tahun 2005 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di peringkat 108. Ketiga, Mutu akademik di bidang IPA, Matematika dan Kemampuan Membaca sesuai hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2003 menunjukan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA Indonesia berada pada peringkat 38, untuk Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat 39. Keempat, sebagai konsekuensi logis dari indikator-indikator diatas adalah penguasaan terhadap IPTEK dimana kita masih tertinggal dari negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. (www.hotlinkfiles.com)
Guru, akhirnya menjadi salah satu faktor menentukan dalam konteks meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas karena guru adalah garda terdepan yang berhadapan langsung dan berinteraksi dengan siswa dalam proses belajar mengajar. Mutu pendidikan yang baik dapat dicapai dengan guru yang profesional dengan segala kompetensi yang dimiliki.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaligus komitmen untuk meningakatkan kualitas guru yaitu kualifikasi akademik dan kompetensi profesi pendidik sebagai agen pembelajaran. Kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau D4. Sedangkan kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Dengan sertifikat profesi, yang diperoleh setelah melalui uji sertifikasi lewat penilaian portofolio (rekaman kinerja) guru, maka seorang guru berhak mendapat tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok. Intinya, Undang-Undang Guru dan Dosen adalah upaya meningkatkan kualitas kompetensi guru seiring dengan peningkatan kesejahteraan mereka.
Menurut H. Isjoni (2006:20) guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagau robot, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kreativitas. Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama:
(1) dalam bidang profesi;
(2) dalam bidang kemanusiaan;
(3) dalam bidang kemasyarakatan.
Dalam bidang profesi, seorang guru profesional berfungsi untuk mengjar, mendidik, melatih, dan melaksanakan penelitian masalah-masalah pendidikan.
Dalam bidang kemanusiaan, guru profesional berfungsi sebagai pengganti orang tuanya dalam peningkatan kemampuan intelektual anak didik. Guru profesional menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik mentransformasikan potensi yang dimiliki peserta didik menjadi berkemampuan serta berketeramplilan yang berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan.
Dalam bidang kemasyarakatan profesi guru berfungsi untuk memenuhi amanat dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai dengan differensiasi tugas dari suatu masyarakat modern, sudah tentu tugas pokok dari guru ialah profesional dalam bidangnya tanpa melupakan tugas-tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan lainnya.
Selanjutnya Isjoni (2006:21) mengatakan: “dalam rangka untuk melaksanakan tugas-tugasnya, guru profesional haruslah memiliki berbagai kompetensi. Kompetensi-kompetensi guru profesional antara lain meliputi kemampuan untuk mengembangkan pribadi peserta didik, khususnya kemampuan intelektual, serta membawa peserta didik menjadi anggota masyarakat Indonesia yang bersatu, dinamis, serta berdasarkan Pancasila.
Berkaitan dengan pembinaan profesional guru ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan:
1. Sistem Pembinaan Profesional (SPP)
Berpijak pada adanya kesadaran dan keinginan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka peranan pendidikan khususnya di Sekolah Dasar perlu diperkuat dan didukung dengan tersedianya tenaga kependidikan yang berkualitas pula, yaitu :
a) Pengawas yang berkemampuan profesional dalam melakukan pembinaan serta pengawasan sekolah.
b) Kepala sekolah yang berkemampuan professional dalam melakukan manajemen sekolah.
c) Guru yang berkemampuan professional dalam melaksanakan tugas belajar mengajar.
Sistem Pembinaan Profesional (SPP) adalah usaha yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas profesi serta mutu kerja praktisi pendidikan.
Tujuan SPP adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya tenaga kependidikan yang tersedia, sehingga dapat meningkatkan kualitas proses pendidikan itu sendiri, dan pada giliranya kualitas proses belajar dan out put SD semakin bermutu.
Guru Sekolah Dasar diharapkan menjadi guru yang benar-benar memiliki kompetensi/kemampuan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam hal ini Direktorat Pendidikan Dasar menetapkan bahwa guru harus memiliki 5 kemampuan profesional sebagai tenaga pendidik, yakni:
a. Penguasaan Kurikulum
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan strategis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, karena menentukan pelaksanaan dan hasil dari pendidikan. Beberapa ahli mengatakan bahwa betapapun bagusnya kurikulum , pelaksanaannya tergantung pada apa yang dilakukan oleh guru. Menurut Nasution (1995:1) “guru harus lebih dahulu memahami kurikulum agar dapat menyajikannya dalam bentuk pengalaman yang bermanfaat bagi siswa.”
Implementasi kurikulum sepenuhnya tergantung pada kreativitas, kecakapan, kesungguhan, sikap dan ketekunan guru. Karena itu secara operasional guru harus mampu memahami, menjabarkan dan mengoperasionalkan kurikulum. Guru harus mampu menjabarkan isi kurikulum kedalam program-program yang lebih operasional dalam bentuk rencana tahunan , semester, mingguan maupun harian dengan mengadakan persiapan mengajar terlebih dahulu. Guru hendaknya mampu memilih dan menciptakan situasi belajar yang menggairahkan siswa, mampu memilih dan melaksanakan metode mengajar dan bahan pelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.
b. Penguasaan Materi
Selaras dengan hal yang dikemukakan di atas, guru juga dituntut untuk mampu menyampaikan bahan pelajaran, bahkan guru haruslah merasa yakin bahwa apa yang disampaikan kepada siswa telah dikuasai dan dihayati secara mendalam. Menurut Ali Muhammad ( 2002:7) :
Guru perlu menguasai bukan hanya sekedar materi tertentu saja, tetapi penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri, penguasaan secara baik menjadi bagian dari kemampuan guru yang merupakan tuntutan pertama dalam profesi keguruan.
Guru harus selalu memperluas dan menguasai materi pelajaran yang akan disajikan. Persiapan diri tentang materi diusahakaan dengan cara mencari lebih banyak informasi mengenai materi.
Oleh Karena itu dalam memberikan pelajaran, guru sebenarnya mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tak pernah kering dan pengelola proses belajar mengajar. Kegiatan mengajarnya harus disambut oleh siswa dengan penuh semangat karena bermanfaaat. Kemampuan ini harus dihayatinya sebagai suatu seni pengelolaan belajar mengajar yang diperoleh melalui latihan, pengalaman dan kemauan belajar yang tak pernah putus. Keterbatasan perolehan kemampuan pada lembaga pendidikan guru, perlu dilanjutkan pengembangannya melalui program pendidikan dalam jabatan yang berkesinambungan. Mengingat bahwa guru Sekolah Dasar adalah guru kelas maka penguasaan materi semua mata pelajaraan mutlak harus dikuasai.
c. Penguasaan Metode dan Teknik Evaluasi
Salah satu tugas pokok seorang guru adalah melaksanakan proses belajar mengajar dalam satu interaksi guru-murid. Menurut Nasution (1999:43) :
Mengajar Pada umumya merupakan usaha guru untuk menciptakan kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi interaksi antara murid dan lingkungannya, termasuk guru, alat pelajaran dan sebagainya yang disebut proses belajar sehingga tercapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan.
Keaktifan murid harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan berbagai macam metoda mengajar. Guru menciptakan situasi yang dapat mendorong murid untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan fakta dan konsep yang benar. Oleh karena itu guru dalam mengajar harus menggunakan multi metoda dan anak belajar menggunakan multi media sehingga terjadi suasana” belajar sambil bekerja”, “ belajar dengan mendengar”, dan “ belajar sambil bermain, sesuai dengan konteks materinya. Metode yang digunakan guru dalam mengajar, sepanjang memang sangat dikuasai dan mampu mencapai tujuan pelajaran serta memperhatikan aspek pedagogis, dapat digunakan guru. Guru bebas untuk berimprovisasi sesuai dengan kondisi lapangan serta tidak boleh terpaku pada satu jenis metoda yang monoton.
Dalam hal teknik evaluasi, secara teori dan praktek guru harus dapat melaksanakannya sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Tes objektif yang digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat serta diharapkan guru dapat menyusun item tes secara benar.
d.Komitmen Guru Terhadap Tugas
Pelaksanaan tugas seorang guru harus didukung oleh suatu perasaan bangga akan “tugas” yang dipercayakan kepadanya. Seorang guru harus bangga bahwa tugasnya adalah mempersiapkan hari depan bangsa. Betapapun jenis ragam tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam melaksanakannya, guru harus tetap tegar dan penuh kesadaran bahwa tugasnya harus dilaksanakan dengan penuh pengabdian. Tugasnya adalah memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada anak didik untuk melakukan kegiatan mengembangkan pengalaman belajarnya. Harus di sadari sepenuhnya bahwa tugas seorang guru oleh ruang, tempat dan waktu. Oleh karena itu perlu diusahakan pembinaan agar pada setiap guru tumbuh rasa pengabdian yang besar, karena jabatan sebagai guru adalah jabatan kunci dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
e. Disiplin Dalam Arti Luas
Pendidikan adalah suatu proses yang direncanakan agar siswa tumbuh dan berkembang melalui kegiatan belajar. Guru sebagai pendidik dengan sengaja mempengaruhi arah proses itu sesuai dengan tata nilai yang dianggap baik dan berlaku dalam masyarakat. Namun lemah kuatnya pengaruh itu sangat bergantung pada usaha disiplin yang diterapkan guru pada siswanya. Penerapan disiplin yang baik dan kuat dalam proses pendidikan akan menghasilkan sikap mental, watak dan kepribadian siswa yang kuat.
Peningkatan ini akan ditempuh melalui suatu Sistem Pembinaan Profesional dengan berbagai usaha peningkatan pengetahuan keterampilan melalui berbagai program pembinaan, salah satunya Kelompok Kerja Guru (KKG).
2. Perangkat Sistem Pembinaan Profesional (SPP)
Sistem pembinaan profesional bagi guru dilaksanakan dengan tujuan yang jelas, dalam lingkup yang terjangkau serta melalui mekanisme dalam tatanan yang teratur.
Tujuan pemberian bantuan profesional adalah agar kualitas guru selalu bertambah baik dari saat ke saat, dalam arti dapat tumbuh dan berkembang dalam aspek pengetahuan, keterampilan serta wawasan. program SPP tersusun dari seperangkat sistem kelembagaan di sekolah , yaitu :
a. Gugus Sekolah
Berdasarkan keputusan Dirjen Dikdasmen Depdikbud No: 079/C/KEP/I/1993 telah ditetapkan pedoman pelaksanaan sistem pembinaan profesional guru melalui pembentukan gugus sekolah
Untuk merealisasikan tujuan dari SPP perlu ada suatu ikatan dan komitmen, kerana itu diadakan batasan lingkup gugus sekolah. Lingkup gugus sekolah cukup rasional untuk membentuk suatu ikatan komitmen dengan memperluas kerja sama antara 6-10 SD, yang kurang lebih membawahi antara 40 s/d 60 orang guru dan kepala sekolah
b. SD Inti dan SD Imbas
Segala macam kegiatan yang bersifat bantuan professional kepada guru terjadi dalam lingkup gugus, kegiatan dimaksud khususnya berpusat pada salah satu SD anggota gugus yang disebut dengan SD inti, yaitu dalam wadah pusat kegiatan guru (PKG). kedudukan PKG pada SD inti , untuk mengisi komitmen bersama melalui berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas profesional guru. Semua SD imbas bersama SD inti melaksanakan komitmen untuk maju bersama.
c. PKG, KKG, MKKS
PKG adalah Pusat Kegiatan Guru pada SD inti yang berfungsi sebagai sanggar kerja guru. Pada PKG lah kegiatan KKG dan MKKS dilaksanakan. Sebagai sanggar kegiatan maka PKG seyogyanya memiliki ruang perpustakaan guru, ruang kerja dan ruang pertemun. Sehingga PKG berfungsi sebagai bengkel kerja, sanggar kegiatan, pusat sumber belajar bagi guru dalam meningkatkan profesinya.
KKG berorientasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru dan murid, metode mengajar, dan lain lain yang berfokus pada penciptaan kegiatan belajar mengajar yang aktif.
MKKS berorientasi kepada perbaikan manajemen atau pengelolaan sekolah dan peningkatan serta pengayaan kiat-kiat kepemimpinan. Sebab pada dasarnya kualitas pendidikan pada sebuah sekolah tergantung pula pada warna manejemen dan kepemimpinan Kepala Sekolah .
Dengan demikian pada dasarnya KKG dan MKKS semua kegiatannya terpusat kepada upaya peningkatan kualitas profesi guru yang diharapkan akan berdampak positif pada peningkatan kualitas pendidikan .
3. Program Kegiatan Sistem Pembinaan Profesional (SPP)
Pemberian bantuan profesional kepada guru SD dilakukan dengan berbagai program kegiatan seperti pelatihan, tutorial dalam kelas maupun dalam KKG. Program kegiatan disusun bersama, dilakukan secara berkelanjutan dan terjadwal, dipantau dan dievaluasi.
Pelatihan guru dirancang bersama antara unsur Pembina, pengawas, tutor inti, guru pemandu, setelah mendapatkan masukan dari kepala sekolah tentang kebutuhan kebutuhan yang diperlukan oleh guru di dalam proses belajar mengajar. Bahkan masukan dari kepala sekolah yang berupa kajian dari hasil pelaksanaan supervisi kelas, sangat penting untuk menentukan warna dan isi materi pelatihan, seyogyanya pelatihan guru bertolak dari kebutuhan nyata dilapangan, sehingga dampak pelatihan akan :
1. Menambah kemampuan dan keterampilan instruksional pada guru
2. Memajukan pola dan jenis interksi guru – murid ke tahap yang lebih baik
3. Mengembangkan perilaku guru dalam pengelolaan kelas yang lebih kreatif
4. Menumbuhkan kretifitas dan komitmen guru dalam memberikan bantuan pelayanan terhadap siswa
Motivasi Mengajar
Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun yang datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain kearah efektivitas kerja. Dalam hal tertentu motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.
Setiap pegawai memiliki karakteristik khusus, yang satu sama lain berbeda. Hal tersebut memerlukan perhatian dan pelayanan khusus pula dari pemimpinnya, agar mereka dapat memanfaatkan waktu untuk meningkatkan kinerjanya. Perbedaan pegawai tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam psikisnya, misalnya motivasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kinerja, perlu diupayakan untuk membangkitkan motivasi para pegawai dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Motivasi merupakan salah satu faktor yang turut menentukan keefektifan kerja. Callahan dan Clark (1988) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah tujuan tertantu. Mengacu pada pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa motivasi merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam suatu lembaga. Para pegawai akan bekerja dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Apabila para pegawai memiliki motivasi yang positif, ia akan memperlihatkan minat, mempunyai perhatian, dan ingin ikut serta dalam tugas atau kegiatan. Dengan kata lain, seorang pegawai akan melakukan semua pekerjaannya dengan baik apabila ada faktor pendorong (motivasi). Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan membangkitkan motivasi para pegawai sehingga kinerja mereka meningkat.
Motivasi merupakan bagian penting dalam setiap kegiatan, tanpa motivasi tidak ada kegiatan yang nyata. Menurut Morgan, motivasi merupakan tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu, Maslow (1970) mengemukakan bahwa motivasi adalah tenaga pendorong dari dalam yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu atau berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah hal yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Ada dua jenis motivasi, yaitu:
1. Instrinsik, adalah motivasi yang datang dari dalam diri seseorang, misalnya pegawai melakukan suatu kegiatan karena ingin menguasai suatu ketrampilan tertentu yang dipandang akan berguna dalam pekerjaannya. Pada umumnya motivasi ini lebih menguntungkan karena biasanya dapat bertahan lebih lama. Motivasi ini muncul dari dalam diri pegawai.
2. Ekstrinsik, adalah motivasi yang berasal dari lingkungan di luar diri seseorang. Misalnya pegawai bekerja karena ingin mendapat pujian atau ingin mendapat hadiah dari pemimpinnya. Motivasi ini dapat diberikan oleh pemimpin dengan jalan mengatur kondisi dan situasi yang tenang dan menyenangkan.
Dalam kaitan ini pemimpin dituntut untuk memiliki kemampuan memotivasi pegawai agar mau dan mampu mengembangkan dirinya secara optimal. Hal ini terutama dibutuhkan pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja.
Pembahasan diatas dapatlah dilihat faktor yang melatarbelakangi timbulnya motivasi yaitu karena adanya dorongan dan rasa keinginan untuk mengikuti suatu kegiatan. Guru sebagai tenaga pendidik tentunya harus mampu merangsang anak mengikuti proses belajar mengajar yang dilatabelakangi dengan motivasi yang bersifat internal karena dengan motivasi internal inilah anak akan mengikuti dengan penuh kesadaran.
Demikian halnya dengan guru sebagai salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian keberhasilan proses belajar mengajar. Guru harus mempunyai motivasi yang baik dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Motivasi yang baik dapat diartikan dengan timbulnya keinginan dan kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas mengajar tanpa adanya unsur-unsur lain yang mengakibatkan guru menjadi terpaksa melaksanakan tugas mengajarnya, misalnya takut kepada pimpinan, ingin mendapat perhatian dan lain sebagainya. Apabila motivasi seperti ini yang muncul dalam diri seorang guru untuk melaksanakan tugasnya, maka kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan hanya bersifat melepaskan tanggungjawab tanpa didukung oleh beban moril yang kuat.
Seorang guru yang mempunyai motivasi baik dalam melaksanakan tugasnya ialah guru yang benar-benar menjiwai pekerjaannya sebagai tenaga pendidik, menjiwai anak didik dan menjiwai bidang studi yang diajarkan dan berusaha semaksimal mungkin agar antara materi yang diajarkan dengan tingkatan pemahaman murid dapat sesuai dan saling mendukung. Melihat besarnya peranan guru, maka agar hal itu tercapai guru harus mempunyai motivasi yang baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar sesuai tujuan yang diharapkan.
Guru sebagai faktor terpenting untuk kelangsungan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kemampuan guru sangat menentukan berhasilnya proses belajar mengajar. “Guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar, baik mengajar bidang studi, maupun mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada orang lain.”
Agar pekerjaan yang dilakukan guru dalam menyampaikan bidang studi berlangsung lancar dan berhasil maka guru harus mempunyai motivasi yang tinggi. Selain itu menurut M. Athiyah al-Abrasyi, guru harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Zuhud tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata.
b. Kebersihan guru, seorang guru harus bersih tubuhnya jauh dari dosa dan kesalahan.
c. Ikhlas dalam pekerjaan.
d. Suka pemaaf.
e. Seorang guru merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru.
f. Harus mengetahui tabiat murid.
g. Harus mengetahui mata pelajaran.
Secara luas tugas guru tidak hanya menanamkan ilmu pengetahuan kepada anak, pada hakikatnya guru harus siap dalam dua fungsi, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Ini berarti dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari ia harus berusaha untuk menolong anak dalam mencapai tingkat kedewasaan dan tetap berpegang teguh kepada sifat-sifat diatas.
Dalam rangka melaksanakan tugas mendidik ia juga mempunyai tugas pokok, yaitu mengajar. Ada beberapa hal yang harus dapat dilakukan guru, yaitu:
1. Merumuskan tujuan instruksional.
2. Memanfaatkan sumber-sumber materi dan belajar.
3. Mengorganisasikan materi pelajaran.
4. Membuat, memilih dan menggunakan media pendidikan dengan tepat.
5. Menguasai, memilih dan melaksanakan metode penyampaian yang tepat untuk pelajaran tertentu.
6. Mengetahui dan menggunakan keinginan siswa.
7. Memenej interaksi belajar mengajar, sehingga efektif dan tidak membosankan bagi siswa.
8. Mengevaluasi dan pengadministrasiannya.
9. Mengembangkan semua kemampuan yang telah dimilikinya ketingkat yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Dari semua tugas-tugas yang harus dapat dilaksanakan guru sangat dituntut kerja keras dan tanggungjawab yang sepenuhnya dari guru. Dari tinjauan masyarakat guru telah diyakini dan diamanahkan untuk mendidik anak di sekolah. Sehingga bagi guru amanah ini harus benar-benar dijaga dan diemban dengan baik.
Guru dapat mempunyai motivasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas mengajar apabila didukung dengan latar belakang profesional yang baik dan didukung oleh sarana dan prasarana serta hubungan yang terjalin secara harmonis antara semua personil yang ada.
Demikian juga guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kemampuan tersendiri guna mencapai harapan yang dicita-citakan dalam melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada khususnya. Untuk memiliki kemampuan tersebut guru perlu membina diri secara baik, karena fungsi guru itu sendiri adalah membina dan mengembangkan kemampuan siswa secara profesional di dalam proses belajar mengajar.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa tugas guru untuk mendidik anak kepada terbentuknya individu yang berilmu, berpengetahuan, berketrampilan dan mempunyai kedewasaan moril. Untuk melaksanakan tugas ini guru harus mempunyai motivasi yang tinggi, yaitu semangat dan jiwa besar dalam melaksanakan tugas. Dengan jiwa yang seperti ini guru akan berusaha semaksimal mungkin menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sampai siswa mengerti dan dapat memahami ilmu pengetahuan yang disampaikan.
Manajemen Pembelajaran
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam pengelolaan manajemen pembelajaran atau manajemen pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (ii) sekolah memilki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (iii) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (v) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat. Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan masyarakat dalam memandang, memahami, membantu sekaligus sebagai pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang berkualitas/bermutu bagi masyarakat. http://ssep.net/director.html
Dalam pengimplementasian konsep ini, sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. Bersama - sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan masyarakat tentang sekolah/pendidikan. Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam masyarakat sekolah dan secara profesional harus terlibat dalam setiap proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat hal yang terkait dengan prinsip - prinsip pengelolaan kualitas total yaitu; (i) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus - menerus mengumandangkan peningkatan mutu, (ii) kualitas/mutu harus ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (iii) prestasi harus diperoleh melalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (iv) sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap personel sekolah, khususnya siswa. Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal - hal yang bermanfaat bagi peningkatan mutu khususnya. Sementara itu, kebijakan makro yang dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih diperlukan dalam rangka menjamin tujuan - tujuan yang bersifat nasional dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.
KERANGKA PEMIKIRAN PENGARUH BIMBINGAN PROFESIONAL GURU DAN MOTIVASI MENGAJAR GURU TERHADAP MANAJEMEN PEMBELAJARAN
BIMBINGAN PROFESIONAL GURU ( X1 )
1. Membuat rencana program pembelajaran
2. Kemampuan guru dalam merumuskan tujuan pembelajaran
3. Mampu menjelaskan materi pelajaran dengan baik
4. Mampu menjawab soal/pertanyaan dari siswa
5. Mampu membangkitkan motivasi kepada siswa
6. Mampu memberikan apersepsi kepada siswa
7. Mampu menggunakan metode mangajar yang bervariasi
8. Mampu menggunakan alat bantu pengajaran
9. Mampu mengatur dan mengubah suasana kelas
10.Mampu memberikan teguran bagi siswa
11.Mampu mengatur murid
12.Mampu memberi reward dan sanksi pada siswa
13.Mampu memberi pujian kepada siswa
MOTIVASI MENGAJAR GURU ( X2 )
1. Motivasi internal
2. Motivasi eksternal
MANAJEMEN PEMBELAJARAN
( Y )